DPR Kutuk Oknum Polri yang Terlibat TPPO Jual Beli Ginjal

Anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Idris Padjalangi mengutuk keras keterlibatan anggota Polri berinisial M yang membekingi pelaku tindak pidana perdagangan orang atau TPPO jaringan internasional dengan modus jual beli ginjal.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 22 Jul 2023, 20:00 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Idris Padjalangi (Foto:Dok.DPR RI)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Idris Padjalangi mengutuk keras keterlibatan anggota Polri Aipda M yang membekingi pelaku tindak pidana perdagangan orang atau TPPO jaringan internasional dengan modus jual beli ginjal.

"Kapolri harus berikan sanksi tegas kepada anggota Polri berinisial M yang terlibat. Anggota Polri seharusnya menegakkan hukum, bukan justru melanggar hukum. Hal ini tidak dapat ditoleransi karena menyangkut nyawa manusia," kata Andi Rio seperti dilansir Antara.

Ia meminta tim gabungan Polri yang melakukan penangkapan tidak puas dan berhenti begitu saja dalam kasus transnasional itu, tetapi harus terus melakukan penyelidikan lebih jauh untuk mengungkap siapa saja yang terlibat selain 12 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Kasus ini tentunya melibatkan banyak pintu masuk dan prosedur yang dilewati. Saya meyakini masih banyak tersangka lain yang belum tertangkap," ujarnya.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu mendorong kepolisian melakukan koordinasi dan komunikasi dengan institusi atau pemangku kepentingan lain dalam mengungkap keseluruhan kasus kejahatan transnasional yang semakin marak.

"Sinergi ini guna mempermudah pengungkapan, pengembangan dan upaya pencegahan terhadap kasus transnasional agar tidak terulang kembali. Sinergi harus dibangun, kepolisian harus bekerja bersama sama dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan transnasional tersebut," pungkasnya.


Bongkar Sindikat

Sebelumnya, Polda Metro Jaya berhasil membongkar sindikat perdagangan organ ginjal internasional di Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengungkapkan ada keterlibatan dua aparat dari 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Tersangka dari pihak Imigrasi berinisial AH alias A (37), sedangkan tersangka dari pihak Polri berinisial M alias D (48) yang berpangkat Aipda," kata Hengki dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/7).

Hengki menjelaskan tersangka AH yang bekerja di Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Bali, berperan membantu meloloskan korban saat pemeriksaan imigrasi.

"Oknum AH mendapatkan imbalan uang Rp3,2 juta hingga Rp3,5 juta per orang," katanya.

Hengki menjelaskan terhadap tersangka AH alias A dikenakan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Sedangkan Aipda M berperan menyuruh tersangka mematikan ponsel, menyarankan membuang ponsel, dan mengganti nomor baru, serta menyuruh tersangka untuk berpindah-pindah penginapan," katanya.

Hengki juga menjelaskan Aipda M menerima uang sebesar Rp612 juta dengan janji bisa melakukan pengurusan dan menyelesaikan perkara yang dialami para tersangka.

"Terhadap tersangka Aipda M alias D dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Obstruction of Justice (perintangan penyidikan), " kata Hengki.

Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya