Ahli: Lautan Jadi Pertahanan Manusia Atasi Perubahan Iklim

Direktur Eksekutif Monterey Bay Aquarium sekaligus ahli konservatif Amerika, Julie Packard menyebut bahwa laut menjadi perhananan manusia dalam mengatasi perubahan iklim.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 24 Jul 2023, 20:03 WIB
Direktur Eksekutif Monterey Bay Aquarium sekaligus ahli konservatif Amerika, Julie Packard menyebut bahwa laut menjadi perhananan manusia dalam mengatasi perubahan iklim (Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).

Liputan6.com, Monterey - Direktur Eksekutif Monterey Bay Aquarium sekaligus ahli konservatif Amerika, Julie Packard menyebut bahwa laut menjadi pertahanan manusia dalam mengatasi perubahan iklim. Itu sebabnya, upaya dan tindakan menjaga habitat bawah laut harus selalu dilakukan.

"Lautan adalah pertahanan terbaik kita melawan perubahan iklim yang semakin hari semakin merusak Bumi. Karena lautan menyerap begitu banyak CO2 dan itu sebabnya kita membutuhkan ekosistem yang hidup, berkembang, dan sehat di lautan untuk menjalankan fungsinya bagi kita," kata Julie Packard kepada 20 jurnalis yang terpilih dalam program FPC Reporting Tour on Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region dari Kemlu Amerika Serikat, Jumat (14/7/2023) di Monterey, California.

"Jadi ini semacam ikhtisar. Hal ini harus jadi pembelajaran dan membangun generasi yang punya peran dalam memelihara laut," kata Julie saat ditanya soal upaya menjaga kelangsungan Bumi terutama bagi negara yang ada di kawasan Indo Pasifik.

Sebagai pendiri dari Monterey Bay Aquarium, Julie juga menyebut ada visi lain dari tempat tersebut. Bukan hanya sekedar menjadi lokasi wisata bagi masyarakat di lokal maupun internasional, namun juga membawa misi pendidikan bagi manusia terhadap isu maritim.

"Kami punya lebih dari 1000 anak muda yang yang datang untuk melihat akuarium dan kami benar-benar telah membangun program pendidikan untuk mendorong mereka lebih melek terhadap lingkungan dan rasa."

"Kami juga mendorong mereka untuk bertindak dan terlibat dalam proses dan menncari solusi kebijakan soal laut."

Kehadiran Monterey Bay Aquarium ini juga ditegaskan oleh Julie sebagai cara bagi pihaknya bisa mendorong pemerintah menyepakati solusi dan menegakkan solusi terkait kelangsungan bahhwa laut.

"Jika ini adalah cara agar semua orang dapat bertahan di masa depan, maka saya akan terus melakukannya," kata Julie.

Julie juga menyoroti soal pembuangan plastik yang berakhir di lautan, terutama di lautan wilayah Amerika Serikat.

"Setidaknya di sini (AS) banyak perhatian yang muncul tentang jumlah plastik yang ditemukan di lautan," kata Julie.

"Ini menyangkut masalah kesehatan laut, tetapi juga dari perspektif kesehatan manusia. Dan itu adalah area yang telah kami upayakan bersama."


Marak Penggunaan Plastik Daur Ulang, Kaitannya dengan Kesehatan Manusia?

Kepala Konservasi dan Ilmu Pengetahuan Monterey Bay Aquarium Margaret Spring menyebut saat ini marak penggunaan plastik daur ulang (Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty)

Sementara itu, Kepala Konservasi dan Ilmu Pengetahuan Monterey Bay Aquarium Margaret Spring menyebut saat ini marak penggunaan plastik daur ulang, sehingga membuat banyak orang menggunakannya, meski harganya terbilang lebih mahal.

"Dan paradoksnya, plastik daur ulang ini digunakan banyak orang meski lebih mahal daripada plastik primer atau yang mereka sebut plastik murni, karena ini adalah produk sampingan dari produksi minyak dan gas," kata Margaret.

"Jadi, ini masalah siapa? Ini masalah semua orang. Cara semacam ini telah digunakan oleh banyak negara-negara yang memiliki situasi pengelolaan limbah yang sangat menantang, Kami (AS) memiliki sistem pengelolaan limbah yang sangat kuat. Tapi kami memproduksi begitu banyak plastik, kami masih menjadi bagian dari masalah ini," kata Margaret.

Margaret menyebut bahwa semua pihak perlu memastikan semuanya berjalan lebih baik lebih baik dan jangan sampai limbah plastik berakhir di lautan.

"Saya telah menghadiri sejumlah pertemuan dan membahas kaitan antara limbah plastik di laut dengan kesehatan manusia. Di dalam plastik, terdapat semua zat aditif dan bahan kimia.

Menurutnya, ini sangat rentan apabila zat tersebut terkontaminasi terhadap ikan yang kemudian dikonsumsi oleh manusia.

"Harus ada lebih banyak pengawasan yang dilakukan pada bahan kimia beracun dan produk plastik. Ini adalah laporan yang dibuat oleh UNEP dalam konsultasi dengan pihak kami, yang merupakan LSM di California," kata Margaret.

Dalam pernyataannya, Margaret menyampaikan bahwa Amerika Serikat memainkan peran besar dalam masalah ini.

"Kami adalah penghasil sampah plastik terbesar di dunia pada tahun 2016. Kami membuang rata-rata 290 pon sampah plastik. Kami adalah salah satu dari 12 kontributor teratas kebocoran ke lingkungan pesisir. Ditambah lagi dengan infrastruktur daur ulang yang kala itu tak merawat limbah ini."

"Kami menimbun sebagian besar, banyak yang bocor yang berarti lolos dari sistem, banyak yang tidak dikelola sama sekali."

Fakta lainnya, hanya ada 9% sampah plastik yang didaur ulang. Kami pikir itu 9%. Pada kondisi ini diperparah saat pandemi COVID-19 menghantam dunia.

 


Limbah Plastik Terhadap Kelangsungan Satwa Liar

Ilustrasi cara mengurangi sampah plastik/Copyright unsplash/Mark Harpur

Permasalahan limbah plastik dan sampah plastik ini juga erat kaitannya dengan kelangsungan satwa liar dan ekosistem lautan.

Menurut Vice President US & California Ocean Conservation, Aimee David, California adalah rumah bagi satwa liar dan ekosistem laut yang luar biasa.

"Untungnya, negara bagian kami memiliki perlindungan dan undang-undang konservasi laut yang sangat kuat. Kami memiliki jaringan kawasan lindung laut di seluruh negara bagian," kata Aimee.

"Kami telah menetapkan cagar alam laut secara federal. Dan kami memiliki undang-undang perencanaan penggunaan lahan yang sangat kuat yang mendikte pembangunan di daerah pesisir dan juga memungkinkan akses ke pantai untuk semua warga California."

Namun, Aimee menyebut keadaan lautan kita berubah dengan cepat karena perubahan iklim. Pada tahun 2022, peneliti menerbitkan sebuah penelitian yang menunjukkan gelombang panas laut meningkat intensitasnya di seluruh dunia.

"Sejak itu, hampir setiap tahun kita mengalami gelombang panas laut yang berulang. Air laut yang lebih hangat dari biasanya berarti lebih banyak alga berbahaya yang berkembang biak di lepas pantai kita yang menggeser distribusi kehidupan laut dan perubahan jaring makanan," kata Aimee.

"Air laut di wilayah Monterey Bay mulai menghangat, para ilmuwan kami mulai melihat peningkatan kehadiran hiu putih yang biasanya hidup di suhu air yang lebih panas, dan biasanya habitat mereka berada di California Selatan. Lantaran suhu panas telah terjadi di pantai, kami mulai melihat lebih banyak hiu di sini."

Contoh yang lebih ekstrim dari beberapa dampak perubahan iklim di kawasan itu adalah jumlah rumput laut yang hilang sejak gumpalan itu biasanya terlihat di pantai.

"Lebih dari 95% gumpalan rumput laut di sepanjang Pantai California telah menghilang. Tapi itu bukan satu-satunya alasan. Meningkatnya pemanasan akibat iklim juga bertepatan dengan fenomena laut lainnya termasuk ledakan populasi di sepanjang pantai kita."


Seputar FPC Reporting Tour Terkait Keamanan dan Ekonomi di Kawasan Indo Pasifik

Tahun ini, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat lewat Foreign Press Centers (FPC) menyelenggarakan Reporting Tour dengan tema Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region atau Keamanan dan Ekonomi di Kawasan Indo Pasifik (Kemlu AS).

Tahun ini, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat lewat Foreign Press Centers (FPC) menyelenggarakan Reporting Tour dengan tema Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region atau Keamanan dan Ekonomi di Kawasan Indo Pasifik.

Program ini berfokus pada visi Administrasi Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk kawasan Indo-Pasifik yang makmur secara ekonomi dan memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan mitra di kawasan tersebut.

FPC Reporting Tour on Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region ini memberi para 20 jurnalis dari 18 negara kesempatan untuk melihat secara langsung bagaimana keamanan dan ekonomi memperkuat keamanan Indo-Pasifik.

Program berlangsung para 11-21 Juli 2023 di San Francisco, California dan Honolulu, Hawaii.

Infografis Suhu Panas Menerjang Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya