HEADLINE: Vaksin COVID-19 Gratis Berakhir 31 Desember 2023, Kekebalan Kolektif Tercapai?

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa vaksin COVID-19 akan mulai berbayar tahun 2024.

oleh Benedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoAde Nasihudin Al AnsoriDiviya Agatha diperbarui 16 Jan 2024, 09:54 WIB
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 untuk warga. Rencananya di 2024 vaksin COVID-19 berbayar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Di masa endemi vaksinasi COVID-19 masih dibutuhkan untuk melindungi diri dari virus SARS-CoV-2. Namun, tahun depan rencananya vaksin COVID-19 tak lagi gratis alias berbayar seperti disampaikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.

"Tahun depan (mulai terapkan vaksin COVID-19 berbayar). Kami diminta sampai akhir tahun ini (biaya vaksinasi) masih ditanggung negara," ungkap Budi Gunadi usai Rapat Koordinasi Stunting di Balai Kota Jakarta pada Senin, 24 Juli 2023.

Sementara itu, bakal ada kelompok yang tetap bisa mendapatkan secara gratis vaksin COVID-19 di 2024. Mereka adalah kelompok berisiko tinggi yang sudah menjadi peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan

"Kebijakan pemerintah arahnya, jika ini berisiko tinggi dan dia sudah dicover BPJS Kesehatan, dia masuk ke situ," kata Budi.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menerangkan lebih lanjut bahwa vaksinasi COVID-19 yang bakal ditanggung BPJS adalah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI berisiko tinggi.

"Kira-kira nanti, pertama, yang PBI pasti ditanggung BPJS. Kalau orang berisiko dan dia PBI, dia pasti ditanggung BPJS kan," ujar Nadia kepada Health Liputan6.com pada Selasa, 25 Juli 2023.

Kedua, peserta BPJS Kesehatan bukan PBI  -- masuk kelompok berisiko tinggi -- ditanggung juga. "Orang berisiko tinggi anggota BPJS, misalnya didaftarin perusahaan ini yang kategori PPU (Pekerja Penerima Upah), yang penerima upah itu pasti udah dicover."

Sementara itu, bagi peserta JKN tapi tidak berisiko tinggi maka harus membayar saat mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.

"Kalau dia enggak berisiko tinggi terus dia peserta BPJS, itu harus bayar."

Siapa Saja yang Termasuk Kelompok Berisiko Tinggi?

Bila merujuk pada pernyataan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu vaksinasi COVID-19 dirancang menjadi program rutin dengan sasaran kelompok berisiko tinggi.

Sasaran kelompok masyarakat berisiko tinggi yang dimaksud yakni, lansia dan orang yang memiliki komorbid (termasuk dewasa muda yang punya komorbid) dan immunocompromised (imunitas tubuh rentan) seperti pasien HIV.

"Terkait dengan kelanjutan vaksinasi COVID-19, karena rekomendasi WHO itu merekomendasikan untuk diintegrasikan dengan vaksinasi menjadi imunisasi rutin. Jadi program rutin bagi sasaran yang memiliki kelompok risiko tinggi," ungkap Maxi di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 5 Juli 2023.

Infografis Vaksin Covid-19 Gratis Berakhir 31 Desember 2023. (Liputan6.com/Abdillah)

Pembahasan Vaksinasi Berbayar Belum Final

Meski sudah jadi bahasan publik, Nadia mengatakan pembahasan vaksinasi COVID-19 akan berbayar di tahun depan ini masih belum final.

"Ini kan belum final pembahasannya (kelompok masyarakat yang ditanggung BPJS Kesehatan soal vaksin COVID). Tapi kira-kira ke situ diskusinya, cuma kan belum pasti finalnya," terang Nadia.

Hingga saat ini masih disusun regulasi vaksinasi berbayar. Sejumlah pertimbangan untuk penerapan regulasi terus dipersiapkan. Namun tak disebutkan lebih jelas, sudah sejauh mana pembahasan tersebut.

"Masih dibahas (regulasinya)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi lewat pesan singkat kepada Health-Liputan6.com pada Selasa (25/7/2023).

Kemungkinan besar regulasi soal vaksinasi berbayar COVID-19 keluar secara resmi pada akhir 2023.

"Mungkin baru akhir tahun (kabar lengkap regulasinya)," jawab Nadia pendek.

Regulasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 berbayar ini akan tertuang melalui Peraturan Menteri Kesehatan. Aturan ini sebagai tindak lanjut menyusul telah diterbitkan sebelumnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi COVID-19 di Indonesia yang diteken Joko Widodo (Jokowi).


Bisa Menjauhkan dari Target Capaian Vaksinasi COVID-19

Infografis Cakupan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Indonesia memiliki target sasaran vaksinasi COVID-19 sebesar 234,6 juta. Bila mengacu data Kemenkes pada 24 Juli 2023 berikut capaian vaksinasi di Tanah Air:

  • Vaksinasi Dosis I : 86, 88 Persen (203.868.291)
  • Vaksinasi Dosis II: 74,55 Persen (174.939.519)
  • Vaksinasi Dosis III 38,07 Persen (69.118.741)
  • Vaksinasi Dosis IV: 1,89 Persen (3.348.397) 

Melihat data di atas serta rencana vaksinasi berbayar, maka dinilai bisa menjauhkan target capaian vaksinasi COVID-19 seperti disampaikan epidemiolog Global Health Security Policy Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman.

"Tentu tidak aman dan cenderung menjauhkan dari target capaian vaksinasi," ujar Dicky kepada Health Liputan6.com, Selasa (25/7/2023).

Dicky mengungkapkan bahwa membiarkan vaksin COVID-19 tetap gratis sebenarnya punya keuntungan. Utamanya dalam menjaga modal imunitas masyarakat.

Bahkan, modal imunitas dari vaksinasi bisa tetap efektif untuk menghalau jika nantinya akan ada gelombang COVID-19 susulan.

"Itu (vaksin COVID-19 gratis) yang akan menjaga modal imunitas di masyarakat tetap kuat, tetap memadai untuk menghalau beragam gelombang atau kehadiran subvarian yang muncul atau varian (baru) yang muncul," kata Dicky.


Meski Belum 100 Persen, Kekebalan Komunitas Dinilai Tinggi

Memang angka vaksinasi COVID-19 di RI belum mencapai target tapi kekebalan komunitas masyarakat Indonesia terhadap COVID-19 dinilai sudah tinggi.

Hingga Januari 2023, penduduk Indonesia yang sudah memiliki kekebalan terhadap COVID-19 mencapai 99 persen.

Lalu, sebentar lagi pemerintah bakal mengumumkan hasil sero survei yang kemungkinan hasilnya lebih tinggi dari sebelumnya.

“Pada Juli dilakukan sero survei lagi yang hasilnya mungkin Agustus baru keluar dan mungkin hasilnya lebih tinggi lagi nyaris 100 persen. Makanya COVID sekarang mereda, hospitalitas dan mortalitas rendah karena memang salah satunya sudah tercapai kekebalan komunitas yakni 99 persen,” kata pakar biostatistika epidemiologi FKM Universitas Airlangga Windhu Purnomo saat dihubungi Health-Liputan6.com.

Sehingga, meski vaksinasi COVID-19 belum mencapai 100 persen tapi ada juga yang dapat kekebalan didapat dari infeksi alamiah.

Yang jadi catatan Windhu adalah masih adanya kelompok berisiko yang perlu mendapat perhatian. Salah satunya orang lanjut usia (lansia).

"Lansia yang mortalitasnya masih tinggi, beda dengan anak-anak atau orang dewasa yang lebih muda angka fatalitasnya hanya sekitar 1 sampai 2 persen, yang lansia bisa sampai 5 persen.”

Windhu berharap semua orang rentan tetap dilindungi oleh pemerintah dengan cara pemberian vaksin gratis.

“Tentu kalau kami, para epidemiolog, orang-orang kesehatan masyarakat selalu mengharapkan orang rentan selalu dilindungi dan seharusnya tidak boleh berbayar sampai booster kedua.”

“Tapi kalau di luar lansia ya boleh berbayar, sebetulnya mereka risikonya sudah sangat rendah. Jadi kalau mereka mau vaksinasi ya silakan tapi berbayar."


Tak Tepat Bila Dicover oleh BPJS Kesehatan

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta (merdeka.com)

Mengenai rencana pemerintah yang bakal membebankan biaya vaksin COVID-19 pada kelompok berisiko tinggi ke BPJS Kesehatan Dicky Budiman angkat bicara. Ia merasa tak tepat bila vaksin COVID-19 pada kelompok berisiko ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Penanganan COVID-19 sebenarnya masih masuk dalam ranah public health intervention yang seharusnya ditanggung oleh negara.

"Di Australia khususnya, vaksin COVID-19 itu masih gratis. Ini sesuai dengan prinsip bahwa vaksin itu masuk kategori public health intervention atau intervensi kesehatan masyarakat yang notabene itu ada dalam kewajiban negara," ujar Dicky.

Sebab, menurut Dicky, institusi seperti BPJS Kesehatan tidak bertanggung jawab pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Berbeda dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan negara yang memang memegang tugasnya.

"Masuknya dalam kategori itu (public health intervention). Itu sebabnya vaksin ini tidak bisa masuk ke BPJS, karena BPJS itu bukan public health," kata pria yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2016–2018 itu.

"(BPJS) bukan suatu institusi yang bergerak atau bertanggung jawab untuk kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat itu ada di Kemenkes dan di negara," sambungnya.


Masih Gratis, Ayo Vaksin COVID-19

Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin booster untuk disuntikkan kepada warga di sentra vaksinasi jemput bola RPTRA Taman Jangkrik, Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa (19/7/2022). Kementerian Kesehatan mencatat capaian vaksinasi booster COVID-19 secara nasional masih di angka 25,48 persen atau sebanyak 53.056.762 orang dari target penerima 208 juta orang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelum regulasi vaksinasi COVID-19 berbayar ditandatangani, Siti Nadia mengatakan agar masyarakat memanfaatkan untuk melengkapi vaksinasi Corona secara gratis.

"Sampai sejauh ini, ketika masyarakat mau vaksin, masih gratis kok. Sampai nanti ada keputusan selanjutnya," ucap Nadia.

Hal senada juga diutarakan oleh Windhu yang mengajak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dari SARS-CoV-2 hingga booster kedua.

"Dan mumpung belum Desember, silakan berbondong-bondong vaksinasi sampai booster kedua.”

Meski begitu, Windhu pun mengatakan jika tidak melengkapi vaksinasi, maka tidak apa-apa karena situasi sudah baik. Kecuali lansia serta kelompok rentan lainnya tetap perlu mendapatkan vaksinasi COVID-19. 

“Enggak apa-apa ini dalam arti saat ini sudah relatif terlindung sampai kira-kira dua atau tiga tahun lah. Tapi harus tahu, kekebalan itu tidak menetap dalam tubuh manusia, lambat laun akan berkurang. Jadi kalau dalam tiga tahun ada COVID baru lagi, mudah-mudahan tidak, ya kita jadi enggak terlindung.”

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya