Liputan6.com, Jakarta Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Tabungan Negara atau BTN Syariah ditarget bisa melakukan aksi spin off pada akhir tahun ini. Namun, aksi korporasi ini tak lantas mempermudah BTN Syariah bergabung atau merger ke Bank Syariah Indonesia (BSI).
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan, langkah merger melalui skema pengalihan aset tidak lantas bisa langsung diterapkan oleh BTN Syariah. Pasalnya, ada sejumlah hal kompleks yang perlu diselesaikan.
Advertisement
"Karena kalau pengalihan aset nanti ada banyak sekali harus di-akad ulang semua, karena dulu jual belinya kan sama BTN, ini jadi ribet," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Kedua, ada tantangan dari sisi administrasi juga yang perlu diperhatikan. Misalnya, menyoal akad kredit pemilikan rumah (KPR) yang juga dilayani BTN Syariah. Panjangnya tenor kontrak KPR ini menjadi tantangan, seperti urusan penerbitan sertifikatnya.
Ketiga, ada aspek pajak yang juga jadi perhatian penting Nixon. Dia menilai, biaya pajak yang harus dibayarkan ketika melakukan akse merger dengan pengalihan aset bakal merogoh kocek yang cukup dalam.
"Nah itungan kita itu sampai Rp 5-6 T, padahal transaksi kita cuma berapa. Nah ini yang akhirnya dengan (kementerian) BUMN disepakati, ya ini spin off dulu, lagi POJK nya juga mendorong itu, baru nanti akan ada kerja smaa dengan BSI dalam bentuk equity, bukan lagi mindahin aset gitu yang berisiko cukup tinggi," jelasnya.
Sehingga, solusi yang akan diambil setelah BTN Syariah menjadi entitas bank umum syariah (BUS) adalah kerja sama ekuitas dengan Bank Syariah Indonesia. Ini sama halnya dengan yang sudah dilakukan perbankan syariah di lingkungan BUMN sebelumnya. "Jadi solusinya clear sih dan itu lebih baik. Karena yang 3 syariah sebelumnya juga kan bahkan equity bukan pengalihan aset. Jadi pakemnya miripin dulu," tegasnya.
Target Spin-Off
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon LP Napitupulu menargetkan proses spin-off atau pemisahan Uni Usaha Syariah (UUS) bisa rampung akhir tahun ini. Menyusul adanya aturan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoal spin-off UUS.
"Spin off UUS kan kita dapat mandat dari pemerintah untuk bisa selesaikannya secepat mungkin, sebisa mungkin akhir tahun, kita udah ketemu solusinya dan mungkin juga POJK-nya udah keluar juga," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Aturan yang dimaksud merujuk pada POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) yang diterbitkan pada 12 Juli 2023 lalu. Salah satu syarat untuk melakukan pemisahan entitas adalah menguasai aset senilai Rp 50 triliun.
"Udah ada syarat, memenuhi syarat nanti begitu udah Rp 50 triliun, BTN Syariah harus spin off. Kita sih kalau ditanya timing-nya kapan sih ya kita kejar akhir tahun, semeleset-melesetnya Maret 2024. Tapi kita akan berupaya akhir tahun ada perjanjian untuk melakukan satu akuisisi baru sebagai vehicle syariah," jelasnya.
Kendati sudah ada sinyal untuk spin-off, Nixon belum berencana untuk nantinya BTN Syariah langsung bergabung dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) melalui skema merger. Dia lebih dulu berfokus pada pembentukan entitas baru sebagai Bank Umum Syariah (BUS).
"Spin-off itu jadi BUS sendiri dulu. Karena kemarin kita sudah ketemu (dengan pemegang saham), kalau pengalihan aset itu dampak finansialnya terlalu berat," katanya.
"Jadi dengan (kementerian) BUMN kita diskusi, yaudah nih dicari dulu, vehicle dulu, baru nanti BSI masuk kerja sama equity, jadi kerja samanya enggak pengalihan aset tapi lebih ke arah kepemilikan equity," imbuhnya.
Menurutnya kerja sama ekuitas ini sejalan dengan langkah yang lebih dulu dilakukan di BSI. Diantaranya, ada kerja sama skema ekuitas dari Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah yang kemudian terbentuk BSI.
Advertisement
POJK UUS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan mengenai pemisahan unit usaha syariah. Hal itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) tanggal 12 Juli 2023.
Aturan tersebut sebagai tindak lanjut dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Pasal 68 mengenai ketentuan pemisahan UUS, konsolidasi, dan sanksi.
POJK tersebut telah melalui konsultansi dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI pada 27 Juni 2023 dan mempertimbangkan aspirasi publik berupa masukan serta serangkaian focus group discussion dengan pemangku kepentingan.
Aturan Komprehensif
POJK UUS selain mengatur pemisahan UUS, juga memuat aturan mengenai UUS secara komprehensif mulai pembukaan, kepengurusan, jaringan kantor, sampai dengan pencabutan izin usaha UUS atas permintaan bank umum konvensional (BUK).
POJK ini memiliki substansi penguatan UUS yang terdiri dari aspek penguatan permodalan (dana usaha), tanggung jawab pengembangan UUS yang melibatkan seluruh anggota direksi dan dewan komisaris BUK, pemanfaatan sumber daya BUK oleh UUS, serta kewajiban untuk menyusun rencana tindak penguatan UUS dalam rencana korporasi BUK induknya.
Penerbitan POJK UUS merupakan harmonisasi dari POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum dan POJK Nomor 16 Tahun 2022 tentang Bank Umum Syariah, dengan demikian maka POJK Nomor 59/POJK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemisahan Unit Usaha Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah oleh PBI Nomor 15/14/PBI/2013 termasuk ketentuan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.