Kawal Target Bebas Emisi Karbon, Pertamina Gandeng UEA, Korea hingga Jepang

PT Pertamina (Persero) menandatangani empat perjanjian kerjasama dengan perusahaan global asal Uni Emirat Arab (UEA), Korea Selatan dan Jepang untuk pengembangan proyek teknologi penangkapan, utilisasi dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS).

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 25 Jul 2023, 20:20 WIB
Gedung Pertamina. Dok Pertamina

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menandatangani empat perjanjian kerjasama dengan perusahaan global asal Uni Emirat Arab (UEA), Korea Selatan dan Jepang untuk pengembangan proyek teknologi penangkapan, utilisasi dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS).

Pertamina menjalin kerjasama dengan Mubadala Energy, Japan Petroleum Exlporation Co Ltd (Japex), Japan Organization for Metals and Energy Security (Jogmec), dan POSCO International.

Nota kesepahaman itu terjadi dalam rangkaian acara Indonesian Petroleum Association Convention & Exhibition (ICE Convex) ke-47 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, perjanjian itu juga strategis bagi pencapaian program emisi bebas karbon, atau net zero emission.

"Ini sangat penting, merupakan game changer bagi Indonesia. Karena dengan target penurunan karbon emisi hingga mencapai NZE 2060, program dekarbonisasi atau pengembangan renewable energy saja tidak cukup. Karena sampai 2060 fossil energy masih ada, walau porsinya sudah berkurang," jelasnya.

Oleh karenanya, kata Nicke, perlu ada inisiatif yang sifatnya mengarah kepada target negative carbon dan negative emission, yakni melalui penangkapan karbon.

"Indonesia Alhamdullilah memiliki storage capacity yang cukup besar, yaitu 400 giga tonnes. Sehingga banyak negara, industri yang tertarik kerja sama dengan Pertamina," ungkapnya.

Terlebih Pertamina telah sukses mengimplementasi CCUS, dengan melakukan injeksi CO2 di lapangan Jatibarang bersama partner dari Jepang. Proyek CCUS kedua pun akan dilakukan di lapangan Sukowati.

"Dengan demikian, dengan adanya kompetensi atau pengalaman Pertamina mengembangkan CCUS dan potensi yang dimiliki Indonesia untuk CCUS, ini langkah yang sangat besar yang dilakukan Pertamina. Khususnya untuk Indonesia. Karena dengan cara ini, Indonesia bisa mencapai NZE tahun 2060 atau lebih cepat," tuturnya.


Pertamina Gelontorkan Rp 9,7 Triliun Akuisisi Blok Masela, Mulai Produksi 2029

Seorang melintas di depan layar peta usai pertemuan antara Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli dengan perwakilan masyarakat Maluku di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Pertemuan membahas Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

PT Pertamina (Persero) dan Petronas merogoh kocek hingga USD 650 juta, atau setara Rp 9,75 triliun (kurs 15.000 per dolar AS) untuk mengakuisisi hak partisipasi atau participation interest (PI) Shell Upstream Overseas Services Ltd di Blok Masela.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, angka USD 650 juta itu merupakan gabungan dari harga penjualan USD 325 juta, plus additional contingent sebesar USD 325 juta yang harus dibayarkan saat keputusan investasi akhir (FID) diambil.

Porsi pembayarannya juga disesuaikan dengan hak partisipasi 35 persen. Dalam hal ini, Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mendapat porsi 20 persen. Sementara Petronas Masela Sdn Bhd sebesar 15 persen.

"(Nilai investasi Pertamina dan Petronas di Blok Masela) USD 650 juta, itu gabungan. Jadi kan yang diambil 35 persen yang milik Shell. Jadi Pertamina 20 persen, 15 persen," terang Nicke di tengah kegiatan IPA Convex 2023 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Selasa (25/7/2023).Pasca akuisisi, Nicke melanjutkan, Pertamina harus merampungkan proses lelang pembuatan desain detil, atau Front End Engineering Design (FEED) sebelum proses FID.

"Itu kita memerlukan waktu paling lama sampai dengan FID mungkin 2026. Kita harapkan di 2026 itu sudah ditandatangan, dan langsung kita berjalan," ungkapnya.

Mulai Produksi 2029Namun demikian, Nicke menambahkan, pemerintah meminta akselerasi dari semua proses. Sehingga Pertamina berkomitmen untuk mengakselerasi itu sesuai arahan. Termasuk jadwal produksi (onstream) yang dicanangkan mulai per 2029.

"Harapan pemerintah sudah mulai onstream di 2029. Itu tentu merupakan tantangan yang luar biasa, karena kalau dilihat dari schedule awal Inpex dan Shell, mereka mentargetkan di 2031-2032," kata Nicke.

"Sehingga yang harus dilakukan, kita melakukan upaya bersama dengan partner, dengan Inpex, Petronas dan pemerintah. Untuk bersama-sama kita melakukan effort terbaik untuk mengakselerasi proyek ini. Sehingga bisa segera mungkin bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri," tuturnya.

 


Sah, Pertamina dan Petronas Ambil Alih Blok Masela dari Shell

Rencananya, blok ini akan dikelola dua perusahaan yakni Inpex dan Shell.

PT Pertamina (Persero) dan Petronas secara resmi menandatangani pengalihan participating interest (PI) 35 persen Blok Masela dari Shell Upstream Overseas Services Ltd.

Penandatangan sales purchasing agreement (SPA) itu dilakukan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, disaksikan langsung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Indonesian Petroleum Association Convention & Exhibition (IPA Convex) ke-47 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Selasa (25/7/2023).

Pada saat bersamaan juga turut dilakukan penandatanganan kontrak Wilayah Kerja (WK) Bireun Sigli, WK Bunga, dan Pokok-Pokok Perjanjian Tentang Jual Beli Migas.

Adapun dalam perjanjian jual beli Blok Masela, Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mendapat porsi saham 20 persen.

Sementara Petronas Masela Sdn Bhd sebesar 15 persen. Sedangkan 65 persen sisa berada di bawah kendali Inpex Masela Limited.

 

Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya