Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mencabut vaksinasi COVID-19 gratis pada 31 Desember 2023. Dengan kata lain, vaksinasi tersebut akan mulai berbayar pada 2024.
Terkait hal ini, epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo memberi tanggapan. Menurutnya, pemerintah memiliki kewajiban dalam melindungi masyarakatnya dari berbagai macam penyakit salah satunya dengan pemberian vaksin.
Advertisement
“Tapi kita tahu bahwa tidak semua penyakit selalu memiliki risiko tinggi untuk menghasilkan hospitalitas tidak semuanya juga menyebabkan mortalitas atau kematian,” kata Windhu kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (25/7/2023).
Untuk COVID-19, di saat tertentu virusnya sangat mudah menular dan patogenitasnya sangat tinggi sehingga yang terkena bisa mengalami gejala parah. Ini tergantung pada varian dan daya tularnya. Namun, di saat yang lain varian virus penyebab COVID-19 tidak selalu sama karena mengalami mutasi-mutasi. Dengan kata lain, varian tertentu dari virus ini tidak semuanya ganas.
“Contoh, di 2021 muncul varian Delta yang sangat luar biasa menghasilkan angka hospitalitas dan kematian tinggi. Namun, di varian Omicron virulensinya menurun sampai sekarang. Bahkan sekarang sudah masuk fase endemi.”
Ketika penyakit sangat berbahaya hingga situasi darurat, maka segalanya perlu ditangani pemerintah. Namun, setelah mencapai situasi seperti sekarang, di mana tingkat penularan sudah sangat rendah maka tanggung jawabnya tidak lagi hanya di pemerintah.
“Sudah tidak semuanya harus ditangani dan dibiayai oleh pemerintah, bisa dilakukan secara mandiri, maupun dialihkan ke asuransi termasuk asuransi kesehatan sosial yaitu BPJS,” kata Windhu.
Tidak Hanya Berlaku pada COVID-19
Windhu menambahkan, hal ini tidak hanya berlaku untuk COVID-19, tapi juga untuk penyakit-penyakit lain seperti influenza.
“Influenza masih ada, tapi tanggung jawab untuk pencegahannya dalam arti vaksinasi itu tidak ditanggung pemerintah. Kenapa? Karena hospitalitasnya rendah, mortalitasnya juga rendah.”
Di sisi lain, kekebalan komunitas masyarakat Indonesia terhadap COVID-19 sudah tinggi. Hingga Januari 2023, penduduk Indonesia yang sudah memiliki kekebalan terhadap COVID-19 mencapai 99 persen.
“Dan pada Juli dilakukan sero survei lagi yang hasilnya mungkin Agustus baru keluar dan mungkin hasilnya lebih tinggi lagi nyaris 100 persen. Makanya COVID sekarang mereda, hospitalitas dan mortalitas rendah karena memang salah satunya sudah tercapai kekebalan komunitas yakni 99 persen.”
Meski vaksinasi COVID-19 belum 100 persen, tapi kekebalan itu bisa didapat dari infeksi alamiah.
Advertisement
Masih Ada yang Berisiko Tinggi
Meski begitu, masih ada kelompok rentan yang perlu menjadi perhatian yakni lanjut usia (lansia).
“Ingat masih ada orang yang rentan, siapa itu? Lansia yang mortalitasnya masih tinggi, beda dengan anak-anak atau orang dewasa yang lebih muda angka fatalitasnya hanya sekitar 1 sampai 2 persen, yang lansia bisa sampai 5 persen.”
Maka dari itu, lanjut Windhu, seharusnya pemerintah tidak membuat seluruh masyarakat harus vaksinasi mandiri atau berbayar seluruhnya.
“Saat ini Permenkesnya belum keluar, jadi kita belum tahu sebetulnya apakah semua orang tanpa kecuali harus berbayar dalam vaksinasi atau orang tertentu masih tidak usah berbayar.”
Windhu Harap Vaksin bagi Lansia Tetap Tidak Berbayar
Windhu berharap semua orang rentan tetap dilindungi oleh pemerintah dengan cara pemberian vaksin gratis.
“Tentu kalau kami, para epidemiolog, orang-orang kesehatan masyarakat selalu mengharapkan orang rentan selalu dilindungi dan seharusnya tidak boleh berbayar sampai booster kedua.”
“Tapi kalau di luar lansia ya boleh berbayar, sebetulnya mereka risikonya sudah sangat rendah. Jadi kalau mereka mau vaksinasi ya silakan tapi berbayar. Dan mumpung belum Desember, silakan berbondong-bondong vaksinasi sampai booster kedua.”
Jika pun mereka tidak melengkapi vaksinasi, maka tidak apa-apa karena situasi sudah baik.
“Enggak apa-apa ini dalam arti saat ini sudah relatif terlindung sampai kira-kira dua atau tiga tahun lah. Tapi harus tahu, kekebalan itu tidak menetap dalam tubuh manusia, lambat laun akan berkurang. Jadi kalau dalam tiga tahun ada COVID baru lagi, mudah-mudahan tidak, ya kita jadi enggak terlindung.”
Sebetulnya, pada kondisi pandemi yang sudah menjadi endemi jarang untuk kasus kembali melonjak. Meski begitu, Windhu menyarankan agar pemerintah tetap melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terhadap masyarakat.
“Yang lain (selain lansia) kalau tidak melanjutkan vaksinasi monggo enggak apa-apa, sementara masih aman. Cuma seharusnya pemerintah terus melakukan KIE dan promosi kesehatan supaya mereka tetap mau melakukan vaksinasi meski berbayar,” pungkasnya.
Advertisement