Populasi Jepang Resmi Turun di Semua Wilayah

Jepang masih terus berusaha meningkatkan angka kelahiran.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 27 Jul 2023, 19:27 WIB
Pasangan berjalan melawan angin kencang saat hujan di dekat stasiun Osaka, (4/9). Pelayanan kereta lokal berencana menghentikan semua layanan kereta cepat ‘shinkansen’ di tiga kota Osaka, Tokyo, dan Hiroshima. (AFP Photo/Jiji Press)

Liputan6.com, Tokyo - Populasi Jepang resmi menurun di seluruh wilayah atau 47 prefektur. Penurunan itu terjadi sejak pertama kali survei penduduk dimulai sejak 1968.

Berdasarkan laporan Kyodo News, Rabu (26/7/2023), populasi Jepang tahun lalu 122,4 juta turun sejumlah 801 ribu orang. Survei itu dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang. 

Pulau Okinawa yang biasanya tidak terdampak isu kelahiran juga melaporkan penurunan populasi sejak 1973.

Per 1 Januari 2023, total seluruh populasi Jepang adalah 125,4 juta, termasuk warga asing. Jumlah itu menurun 511 ribu dari setahun sebelumnya.

Tren itu menunjukkan perlunya Jepang mengembangkan kebijakan untuk mengentaskan isu ini, serta menambah peluang pekerjaan pemuda dan wanita di area regional. 

Meski demikian, populasi orang asing di Jepang naik sejak pertama kali dalam tiga tahun semenjak pelonggaran aturan COVID-19.

Kenaikan orang asing di Jepang sekitar 289 ribu menjadi 2,9 juta orang.

Populasi di Prefektur Tokyo "meningkat" karena peningkatan kehadiran warga asing. Sementara, Prefektur Akita mencatat penurunan populasi tertinggi, yakni 1,65 persen.

Institusi Nasional Penelitian Populasi dan Keamanan Nasional di Jepang mengestimasi bahwa warga asing di negara tersebut akan mencapai 10 persen populasi pada 2070 mendatang.

Populasi Tua dan Muda

Anak usia 14 tahun ke bawah di Jepang sejumlah 11,82 persen dari populasi Jepang. Angka itu turun 0,18 persen poin dari tahun sebelumnya.

Sebaliknya, populasi usia 65 tahun ke atas naik 0,15 persen poin menjadi 29,15 persen.

Populasi usia kerja di Jepang masih menjadi yang dominan. Mereka yang berusia 15 dan 64 tahun naik 0,03 persen poin menjadi 59,03 persen.


Angka Kelahiran Korea Selatan Juga Turun

Pejalan kaki menikmati minuman sambil melihat kota Seoul saat matahari terbit di Korea Selatan (31/10). Seoul terletak di barat laut negara, di bagian selatan DMZ Korea, di Sungai Han. (AFP Photo/Ed Jones)

Sebelumnya dilaporkan, Korea Selatan kembali alami krisis demografis setelah data baru ungkap rendahnya tingkat kesuburan di negara yang dijuluki negeri ginseng ini. Menurut statistik yang dirilis baru-baru ini oleh Statistik Korea, terdapat 249.000 bayi yang lahir pada 2022 silam.

Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 4,4 persen dari tahun-tahun sebelumnya dan mencatat bahwa ini merupakan tahun ketiga secara berturut-turut angka kematian telah melampaui angka kelahiran di negara ekonomi keempat terbesar di Asia tersebut.

"Jumlah rata-rata bayi yang diharapkan per wanita Korea Selatan selama masa reproduksinya turun menjadi 0,78 pada tahun 2022, turun dari 0,81 setahun sebelumnya," kata laporan tersebut, dilansir dari Al Jazeera pada Sabtu (25/02).

Ini merupakan rekor terendah yang pernah dialami sejak 1970, menjadikan Korea Selatan satu-satunya negara di dunia dengan tingkat kesuburan di bawah satu.

Tercatat bahwa populasi Korea Selatan mulai menurun untuk pertama kalinya pada 2021, dan diproyeksikan akan turun lebih jauh menjadi 38 juta pada 2070.

Lebih lanjut, para ahli mengatakan angka kelahiran harus mencapai setidaknya 2,1 untuk menjaga populasi negara itu stabil dengan 52 juta jiwa.

Tingkat kelahiran yang anjlok memicu kekhawatiran bahwa populasi yang menurun dapat sangat merusak ekonomi Korea Selatan karena kekurangan tenaga kerja serta membengkaknya anggaran kesejahteraan sebab jumlah lansia meningkat dan pembayar pajak menyusut.

Dana yang dikeluarkan untuk anggaran pensiun dikhawatirkan akan menguras ekonomi negara tersebut dalam beberapa dekade mendatang.

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya