Liputan6.com, Honolulu - Beberapa tahun belakangan, hubungan Amerika Serikat dan China masa-masa berat. Terbaru, Amerika Serikat (AS) dan China pada Senin (19/6/2023), sepakat menstabilkan persaingan sengit sehingga tidak mengarah ke konflik. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Xi Jinping dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken saat keduanya bertemu di Beijing.
Keduanya sama-sama menekankan pentingnya memiliki hubungan yang lebih stabil mengingat setiap konflik antara dua raksasa ekonomi akan menciptakan gangguan global.
Advertisement
Pandangan senada, soal pasang surut hubungan AS-China disampaikan oleh Peneliti Senior dari East West Center Dr. Denny Roy. Menurutnya, hubungan kedua negara kadang baik dan buruk, namun akan selalu kembali ke tengah-tengah
"Terkait hubungan antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok selama beberapa dekade terakhir, telah terjadi pola yang membentuk puncak dan palung. Ya, hubungan China dan AS seakan mengalami saat-saat baik dan buruk. Dan ketika itu pula terjadi waktu yang terlalu baik atau waktu yang terlalu buruk," kata Denny Roy kepada 20 jurnalis yang terpilih dalam program FPC Reporting Tour on Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region dari Kemlu Amerika Serikat, Rabu (19/7/2023).
"Meski begitu, selalu ada semacam tarikan sentrifugal kembali ke tengah. Sehingga sisi baiknya adalah di masa lalu kita dapat mengandalkan kemungkinan yang cepat atau lambat kedua negara memiliki hubungan yang konstruktif dan akan kembali ke tingkat stabilitas."
Terlepas dari itu semua, Denny Roy punya pandangan bahwa China terpaksa mengakui bahwa Amerika Serikat berada jauh di depan mereka.
"Meski begitu dapat saya katakan, cara China dan Amerika Serikat memandang satu sama lain selama beberapa dekade terakhir hingga baru-baru sangat berkaitan dengan fakta bahwa Amerika Serikat jauh di depan China, baik dalam hal kekuatan secara keseluruhan, secara ekonomi, militer, diplomasi."
"Terbalik, pandangan AS terhadap China selama tahun-tahun itu adalah penuh kesabaran dan toleransi."
Pengamat: Bentuk Kesabaran AS Terhadap China
Denny Roy menyebut, pembuat kebijakan di Amerika 20 atau 30 tahun yang lalu mengatakan bahwa China tidak melakukan apa yang kita ingin orang Amerika harapkan. Tetapi Amerika Serikat dapat bersabar, karena ini adalah periode di mana Amerika Serikat berinvestasi dalam hubungan positif dengan China ketika mereka menjadi kuat."
"Sehingga, orang Amerika berharap akan ada lebih banyak keselarasan antara cara Amerika Serikat dan China memandang dunia sehingga potensi konflik dapat diminimalkan," ujar Denny.
"Ketika China beralih dari negara yang pada dasarnya miskin menjadi negara yang pada dasarnya kaya, China dengan semangat menghubungkan dirinya dengan ekonomi kapitalis dunia sebagai cara untuk membawa dirinya ke posisi di mana mereka berpikir dapat menyelesaikan masalah di dunia."
Tetapi dengan cara itu, kata Denny, formula besar mereka mampu menciptakan kesenjangan besar dalam kekuasaan antara Amerika Serikat dan China yang pada akhirnya membuat kedua belah pihak sekarang memandang hubungan itu secara berbeda.
"Jadi dari sudut pandang Amerika, China yang sekarang menjadi negara yang sebenarnya bisa banyak merugikan kepentingan AS di kawasan dan mampu mengunci pemenuhan banyak kepentingan AS di kawasan."
Advertisement
China di Indo Pasifik Provokatif dan Berbahaya
Sementara itu, Guru Besar Universitas Stanford sekaligus peneliti senior di Hoover Institution Larry Diamond mengatakan, permainan China di kawasan Indo Pasifik provokatif dan berbahaya.
Klaim Larry Diamond ini disampaikan berdasarkan penilaiannya terkait hubungan China dan Amerika Serikat yang terus memanas. Salah satu aksi provokatif yang diklaim oleh Larry yaitu program senjata nuklir yang dikembangkan oleh Tiongkok.
“Kini sedang terjadi perlombaan senjata nuklir dan China kini membangun persenjataan nuklirnya. AS kini berada dalam bahaya akibat aktivitas operasional militer yang provokatif dan agresif dari Tentara Pembebasan Rakyat,” kata Larry Diamond, Jumat (14/7/2023).
“Kini Anda bisa melihat apa yang telah mereka lakukan dengan pesawat dan kapal mereka. Itu murni bentuk intimidasi. Kita harus mencari cara untuk mengomunikasikan masalah itu secara operasional untuk mencoba dan menghindari kecelakaan di laut yang dapat meningkat menjadi perang.”
“Kedua negara punya masalah ekonomi, masalah perdagangan hingga kepentingan keamanan global.”
Di tengah situasi yang memanas, Larry Diamond menyebut Amerika Serikat memiliki kepentingan di Indo Pasifik yang bebas dan terbuka.
“Kami memiliki kepentingan untuk mengamankan rantai pasokan untuk semikonduktor. Kami juga memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa Taiwan dapat menentukan masa depannya sendiri dan tidak ada pihak yang secara sepihak akan mengubah status quo.”
“Dan kami tidak akan membiarkan mereka (China) menginjak-injak semua orang dan menentukan secara mandiri keseimbangan kekuatan seperti apa yang Anda inginkan di sana.”
Seputar FPC Reporting Tour Terkait Keamanan dan Ekonomi di Kawasan Indo Pasifik
Tahun ini, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat lewat Foreign Press Centers (FPC) menyelenggarakan Reporting Tour dengan tema Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region atau Keamanan dan Ekonomi di Kawasan Indo Pasifik.
Program ini berfokus pada visi Administrasi Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk kawasan Indo-Pasifik yang makmur secara ekonomi dan memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan mitra di kawasan tersebut.
FPC Reporting Tour on Security and Economic Prosperity in the Indo-Pacific Region ini memberi para 20 jurnalis dari 18 negara kesempatan untuk melihat secara langsung bagaimana keamanan dan ekonomi memperkuat keamanan Indo-Pasifik.
Program berlangsung para 11-21 Juli 2023 di San Francisco, California dan Honolulu, Hawaii.
Advertisement