Liputan6.com, Purbalingga Menikah di usia dini adalah salah satu faktor penyebab terjadinya stunting. Selain usia ibu yang muda, persiapan secara fisik dan mental yang belum matang juga berisiko membuat bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan terkena stunting.
Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J Indarto dalam diseminasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting bertajuk Genbest Talk "Reproduksi Sehat, Generasi Hebat No Debat" yang dihadiri para remaja di Purbalingga Jawa Tengah, Rabu (26/7).
Advertisement
Marroli menjelaskan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan batas usia minimal pernikahan yaitu 19 tahun. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahkan merekomendasikan usia siap menikah minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
"Usia 21 bagi perempuan dan 25 bagi laki-laki karena dinilai siap secara fisik, mental, finansial, moral, emosional, sosial, interpersonal, keterampilan hidup, maupun intelektual," katanya.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) terhitung sejak janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Marroli menjelaskan salah satu pencegahan stunting yang bisa dilakukan oleh calon pengantin adalah mengonsumsi makanan bergizi, menjalani diet sehat, mengonsumsi rutin Tablet Tambah Darah (TTD), serta menjaga kebersihan diri. Selain itu, maksimal tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin juga wajib memeriksakan kondisi kesehatan ke puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan Sertifikat Layak Kawin.
Menikah Muda dari Sisi Medis
Dokter Clarin Hayes yang hadir sebagai narasumber mengatakan pernikahan dini dari segi medis memiliki bahaya yang mengancam. Menikah terlalu muda memiliki banyak komplikasi kesehatan terutama untuk perempuan.
"Organ reproduksi perempuan di bawah 20 tahun itu masih berkembang, apabila organ reproduksi masih membutuhkan nutrisi untuk berkembang tapi kita udah mengandung janin takutnya tumbuh kembangnya tidak optimal," ujar Clarin.
Selain organ reproduksi, dia menjelaskan kesiapan mental calon pengantin sangat berpengaruh pada lahirnya generasi yang sehat.
"Usia-usia di bawah 20 tahun menurut penelitian penyakit mental, seperti depresi, terjadi pada kehamilan muda itu lebih tinggi karena masih dalam fase mencari jati diri," ujarnya.
Oleh karena itulah, menurutnya, penting bagi generasi muda untuk segera memahami stunting karena anak yang terlahir stunting tidak hanya akan memiliki tubuh pendek, namun juga berisiko memiliki tingkat kecerdasan rendah, yang dapat menurunkan tingkat produktivitas sehingga tidak kompetitif.
Advertisement
Pernikahan Dini di Daerah
Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Purbalingga, Mukhsinun yang juga hadir sebagai narasumber menyampaikan di Kabupaten Purbalingga, kasus pernikahan dini yang dilaporkan tidak terlalu banyak, namun bukan berarti kasus yang terjadi sedikit.
"Kalalu masalah data sebetulnya tidak terlalu banyak paling di bawah 100, tapi memang satu bulan terakhir ini yang sempat datang ke kami tiga sampai empat laporan. Artinya yang tidak konsultasi ke kami lebih banyak dari itu," ujar Mukhsinun.
Penyebab pernikahan dini di Purbalingga menurutnya terjadi karena beberapa faktor dan kompleks. Di desa, lanjutnya, usia 15 tahun orang tuanya sudah menikahkan.
"Atau karena faktor X yang memang kami tidak bisa berbuat banyak," ujarnya.
Untuk mencegah pernikahan dini dan stunting, Pemerintah Kabupaten Purbalingga saat ini terus melakukan beberapa kegiatan tentang reproduksi sehat kepada generasi muda.
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menyebut stunting di Kabupaten Purbalingga mencapai 26,8% atau urutan ke-4 dari seluruh kabupaten kota di Jawa Tengah. Sementara angka stunting tertinggi di Jawa Tengah adalah Kabupaten Brebes sebesar 29,1% dan Kabupaten Temanggung sebesar 28,9%.
Marroli menjelaskan, Kemenkominfo melakukan kampanye penurunan stunting karena sesuai dengan target Presiden di tahun 2024 yaitu angka stunting di Indonesia berada di 14%. Kemenkominfo juga sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
Genbest Talk yang diadakan di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah merupakan bagian dari kampanye Genbest. Genbest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.
Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, Genbest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.
(*)