Gelombang Panas Ekstrim di Eropa Justru Tekan Penjualan Es Krim Unilever

Unilever mengungkapkan bahwa penjualan es krimnya menurun dalam enam bulan pertama tahun ini.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Jul 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi Es Krim Walls.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan yang menjadi pembuat es krim terbesar di dunia, Unilever tengah menghadapi tantangan dalam penjualan produknya di Eropa, ketika kawasan itu dilanda gelombang panas.

"(Mengenai cuaca), ada titik yang tepat untuk suhu. Saat cuaca terlalu panas, masyarakat menjauh dari es krim dan memilih minuman dingin," kata kepala keuangan Unilever Graeme Pitkethly, dikutip dari CNN Business, Kamis (27/7/2023). 

Unilever, yang juga memiliki bisnis es krim Ben & Jerry's, melihat peningkatan yang kuat dalam penjualannya di Eropa, termasuk ke restoran dan perusahaan katering, setelah cuaca dingin di bulan April dan Mei digantikan oleh cuaca yang lebih hangat di bulan Juni.

Tetapi suhu telah melonjak selama beberapa pekan terakhir, memecahkan rekor lokal di beberapa negara, termasuk Spanyol dan Italia, dan berkontribusi terhadap kebakaran hutan di Yunani.

Akibat cuaca panas yang ekstrim, pejabat kesehatan setempat mendesak warga dan turis yang mengunjungi Eropa selatan untuk minum banyak air dan tetap berada di dalam rumah.

Unilever mengungkapkan bahwa penjualan es krimnya menurun dalam enam bulan pertama tahun ini karena konsumen, yang tertekan oleh inflasi, mengurangi pengeluaran.

Raksasa barang konsumen ini menguasai seperlima dari penjualan es krim secara global, menurut Euromonitor.

Penjualan es krim Unilever secara keseluruhan tumbuh 5,7 persen pada paruh pertama tahun ini dalam hal nilai, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Pertumbuhan penjualan didorong oleh kenaikan harga yang tajam bahkan ketika volume turun.

Kenaikan harga di seluruh produk Unilever membantu mendongkrak penjualannya sebesar 9,1 persen di semester pertama, meskipun volume turun sedikit. Perusahaan, yang juga membuat sabun Dove dan pemutih Domestos, mengatakan kenaikan harga akan terjadi sepanjang tahun karena inflasi.


Inflasi

Ilustrasi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) (Foto: web Unilever Indonesia)

CEO Unilever Hein Schumacher memperingatkan, volatilitas di pasar komoditas pertanian, termasuk dampak perang di Ukraina terhadap harga gandum dan efek kekeringan di Eropa selatan masih dapat mendorong harga pangan lebih tinggi.

Saham Unilever naik 5 persen, setelah menaikkan perkiraan pertumbuhan pendapatan untuk tahun ini menjadi lebih dari 5%.

Schumacher - yang bergabung dengan Unilever pada 1 Juli dari perusahaan susu Belanda Royal Friesland, mengatakan masih ada peluang untuk "meningkatkan kinerja" dan "mewujudkan potensi Unilever". Dia akan menetapkan rencananya untuk bisnis ketika perusahaan melaporkan pendapatan kuartal ketiga pada bulan Oktober mendatang.


Unilever Bocorkan Tantangan Praktik Conversational Messaging di Dunia Marketing

Digital Marketing & Commerce Hub Lead for Nutrition SEA Unilever, Dinoy Alamsyah dalam acara diskusi Modern Marketing Talk 2023 di JW Marriott Jakarta, Senin (3/7/2023).

Digital Marketing & Commerce Hub Lead for Nutrition SEA Unilever, Dinoy Alamsyah mengungkapkan beberapa tantangan yang muncul pada conversational messaging atau pesan percakapan dalam praktik marketing.

Mengutip laman heymarket, conversational messaging adalah strategi berkomunikasi dengan prospek dan pelanggan melalui percakapan dua arah di sebuah platform perpesanan. Tantangan ini, menurut Dinoy, adalah ekspektasi pelanggan yang bisa berbeda-beda dan beragam.

"Karena menurut saya, ketika Anda menggunakan conversational messaging terutama di industri FMCG (Barang Konsumen yang Bergerak Cepat) bukan sifat pelanggan untuk membeli. Jadi saya pikir conversational messaging ini akan dilakukan dengan pendekatan berbeda yang berbeda untuk tiap orang (bisnis)," papar Dinoy dalam acara diskusi Modern Marketing Talk 2023 di JW Marriott Jakarta, Senin (3/7/2023).

"Jadi ketika berbicara tentang conversational messaging, harus ada otomatisasi, serta keaslian dan kejelasan dalam penyampaiannya juga," sambungnya.

Dinoy mengakui, sulit untuk mengontrol otomatisasi dalam skala besar ketika suatu merek benar-benar berbicara dengan karakter pelanggan yang berbeda.

Di dunia fashion misalnya, ketika suatu pelanggan ingin membeli pakaian, mereka justru masih bertanya bahkan ketika Anda sudah menunjukkan harganya. Dan walaupun sudah dikonfirmasi terkait ukuran dan harganya, terkadang Anda menemukan pelanggaran yang masih mau mengklarifikasi, betul?" imbuhnya.

"Jadi yang menjadi penting, ketika melakukan conversational messaging, adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan (pelanggan). Dan hal ini berlaku di semua industri," papar Dinoy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya