Liputan6.com, Jakarta - Cangkir Opini gelar Focus Grup Disccusion (FGD) bertajuk “Mewujudkan Politik Harmoni menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai”, Kamis (27/07/2023). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang potensi konflik yang akan terjadi di Pemilu 2024, khususnya potensi konflik yang disebabkan oleh politisasi identitas baik ras maupun agama.
FDG yang dilaksanakan pada kesempatan kali ini di hadiri oleh mahasiswa/i serta perwakilan dari beberapa organisasi kepemudaan dan Partai Politik yang ada di Malang Raya. Kegiatan kali ini di pandu oleh Yogi Syahputra Al Idrus selaku host. Serta dipantik oleh Ilhamzada selaku wartawan senior yang juga influencer Muhammadiyah dan Wahyudi Winarjo selaku pengamat politik nasional.
Advertisement
Kegiatan yang dilaksanakan guna mewujudkan iklim politik yang sudah mendekati pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres 2024) ini harapannya dapat membuat khususnya anak muda dapat lebih bijak dalam merespon berbagai isu politik yang ada.
Ilhamzada pada kesempatan kali ini menyampaikan bahwa, media sosial saat ini memiliki peran yang cukup masif untuk menentukan bagaimana persepsi masyarakat dapat dibentuk, khususnya bagaimana persepsi dapat mempengaruhi keputusan masyarakat pada hal memilih calon presiden dan wakil presiden nantinya.
“Pada tahun -tahun sebelum media sosial masif seperti saat ini, informasi melalui media mainstrem terlebih dahulu dipilah oleh dapur redaksi. Sehingga, saat informasi tersebut sampai di masyarakat dapat menjadi lebih objektif. Lalu, hal ini dapat membuat masyarakat dapat lebih banyak referensi untuk menentukan presiden dan pasangannya nanti, dan tidak hanya melalui sebatas kacamata politik identitas yang marak di Indonesia,” ujar alumni program studi ilmu pemerintahan tersebut.
Ilham menegaskan bahwa jangan sampai partai politik mengajak masyarakat untuk menggunakan politik identitas di Pemilu 2024. Khususnya politik dengan identitas ras, karena isu agama tidak laku lagi di Pemilu 2024, tapi isu ras bisa saja dijadikan komoditas politik oleh salah satu calon atau oleh semua calon.
Perihal bagaimana budaya politik yang ada di Indonesia sendiri, Wahyudi Winarjo memberikan tanggapan. Bahwa, politik identitas adalah hal tidak sepenuhnya buruk. Sebab, pada awalnya politik identitas digunakan untuk memperjuangkan kelompok minoritas yang tertindas dalam sebuah tatanan masyarakat.
“Fenomena politik identitas yang terjadi di Indonesia sendiri merupakan hal yang niscaya. Sebab, adanya beragam etnis dan agama yang ada di Indonesia menjadi salah satu munculnya fenomena tersebut. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi pada fenomena ini bukanlah bagaimana perbedaan yang terjadi. Tetapi, bagaimana kemudian antar kelompok yang berkompetisi secara dewasa dapat menghormati perbedaan dan saling toleransi,” ujarnya.
Tidak Lepas dari Budaya Politik
Merespons yang disampaikan kedua pemantik, Abdul Rosyid selaku mahasiswa memberikan tanggapan bahwa dalam mewujudkan politik harmoni yang diharapkan pasti tidak akan terlepas dari budaya politik yang ada di Indonesia.
“Budaya politik di Indonesia perlu diperjelas. Sebab, tidaklah bisa untuk kemudian membandingkan bagaimana politik yang ada di Indonesia dengan negara lain, apalagi yang maju. Tentu hal ini demi terwujudnya demokrasi Indonesia yang sejuk dan damai,” ujarnya.
Advertisement