Liputan6.com, Jakarta Pemanggilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi terkait perizinan ekspor CPO dinilai sarat kepentingan politik dilingkar Istana Kepresidenan.
Advertisement
Pengamat Politik UIN Sjech Djamil Djambek Heru Permana Putra mengatakan terlihat berbagai isu yang diarahkan terhadap Airlangga merupakan suatu strategi politik yang sistematik untuk menjegal manuver Airlangga menuju Pilpres 2024.
"Saya menilai situasi dan tantangan persoalan hukum yang dihadapi oleh Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar dan Menko Perekonomian yang memiliki political value yang semakin kuat jelang Pilpres 2024, merupakan suatu pengkondisian politik yang sangat jelas terlihat. Menurut saya kasus ini sarat kepentingan ekonomi-politik yang dilakukan oleh faksi-faksi yang memposisikan diri seolah dekat dengan istana", ungkap Heru saat dihubungi Kamis (27/7/2023).
Menurut Heru, Partai Golkar sebagai partai besar di Indonesia tentunya harus dapat mengajukan calon presiden atau calon wakil presiden dari kader sendiri. Secara rasional, Ketua Umum Airlangga tentunya memiliki kesempatan pertama untuk maju dalam Pilpres 2024, baik sebagai capres maupun cawapres. Airlangga juga diberikan mandat untuk menentukan capres, cawapres dan koalisi untuk Partai Golkar.
"Namanya partai besar, tentu ada faksi-faksi internal yang juga ingin merebut posisi Airlangga dengan berbagai alasan, sekaligus coba mengendalikan keputusan-keputusan politik Partai Golkar. Apalagi posisi Partai Golkar dan Airlangga sendiri semakin strategis dalam Pilpres mendatang. Analisis kami, lawan-lawan politiknya mencoba menghentikan Airlangga dan merebut kepemimpinan partai dengan upaya pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus CPO ini,” ujar Heru yang
Heru mempertanyakan dugaan keterlibatan Airlangga Hartarto dalam kasus tersebut yang kesannya sangat dipaksakan dan berbau upaya kriminalisasi.
Menurutnya hal tersebut akan mengundang pertanyaan dan antipati publik mengingat selama ini Airlangga telah menunjukkan kinerja dan loyalitas yang baik terhadap Presiden Jokowi.
“Kalau kita mau jujur sebenarnya jika dilihat laporan-laporan yang lalu dari BPK, kenapa di saat 2022 kasus ini tidak muncul. Tapi kenapa harus muncul di saat jelang Pemilu 2024, jelang Oktober 2023 yang merupakan deadline pendaftaran Capres Cawapres. Kita paham ini tahun politik, dan posisi Airlangga dan Golkar menguat, ini mirip seperti situasi tekanan politik terhadap Nasdem yang mengusung Anies", tegas Heru.
Hal yang sama diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno, di mana dirinya menilai pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Airlangga Hartarto menjadi tanda tanya besar bagi publik, apa sebenarnya kesalahan dari Airlangga.
Selama ini apalagi menurutnya Airlangga terbukti sangat loyal terhadap berbagai arahan presiden.
Menurut Adi, jika memang persoalan minyak goreng yang menjadi alasan pemanggilan maka dinilai sangat absurd, sebab kebijakan tersebut sudah menjadi bagian dari kebijakan politik yang pastinya sudah disepakati dalam rapat-rapat kabinet.
Presiden Jokowi Serahkan ke Proses Hukum
Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam kasus mafia minyak goreng. Jokowi meminta semua pihak menghormati proses hukum.
"Ya kita harus menghormati proses hukum di manapun, di KPK, di kepolisian, di kejaksaan. Semua harus menghormati," kata Jokowi sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (24/7/2023).
Airlangga Hartarto menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi terkait kasus mafia minyak goreng, yakni tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di industri kelapa sawit. Awalnya, Kejagung menjadwalkan pemeriksaan perdana Airlangga Hartarto pada 18 Juli 2023. Namun, dia tidak hadir tanpa alasan yang jelas sehingga penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaannya pada hari ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik memutuskan untuk meminta keterangan Airlangga lantaran melihat adanya urgensi dalam rangka pengusutan kasus mafia minyak goreng tersebut.
Untuk itu, Kejagung kembali memanggilnya setelah tidak hadir pada pemeriksaan tanggal 18 Juli 2023 lalu.
"Karena berdasarkan putusan Mahkamah Agung beban kerugian diberikan kepada tiga korporasi ini, tidak dibebankan kepada para terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sehingga kami menggali dari sisi-sisi kebijakan yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan ini," jelas Ketut.
Ketut menyadari situasi saat ini merupakan tahun politik. Namun dia menegaskan kerja Kejagung selalu profesional dan transparan ke publik.
"Harapan tim penyidik dan kami di kejaksaan, harap hadir. Harapan kami agar hadir, karena yang dipanggil adalah kewajiban. Semua yang dipanggil saksi adalah kewajiban, kewajiban hukum dan tidak ada alasan untuk menghindari panggilan," Ketut menandaskan.
Advertisement