Bantu Muluskan Pelaku Sindikat Jual-Beli Ginjal, Ini Harga yang Dipatok Oknum Imigrasi

Hengki menerangkan, oknum petugas Imigrasi yang membantu memuluskan perjalanan pelaku jual beli ginjal masih menjalani pemeriksaan intensif. Dalam interogasi, Polda Metro Jaya dibantu Polda Bali.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 28 Jul 2023, 15:45 WIB
Tim Gabungan Polri mengungkap kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. (Foto: Ady Anugrahadi/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menyatakan, ada oknum pegawai Imigrasi yang diduga memuluskan keberangkatan pelaku jual-beli ginjal jaringan internasional dari Bali menuju ke Kamboja.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menerangkan, oknum petugas Imigrasi menerima uang dari para pelaku sindikat jual-beli ginjal jaringan internasional. Karena, oknum imigrasi tersebut membantu memperlancar keberangkatan para pelaku ke Kamboja.

Seharusnya ada ketentuan yang harus dipenuhi bagi warga negera Indonesia yang mau melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun, oleh mereka pemeriksaannya dibuat longgar.

"Pada satu waktu mereka berangkat ke Kamboja diberikan prioritas khusus dengan modus operandi yaitu fast track dan memberikan sejumlah uang," ujar dia.

Hengki menerangkan, oknum petugas Imigrasi masih menjalani pemeriksaan intensif. Dalam interogasi, Polda Metro Jaya dibantu Polda Bali.

Sejauh ini, berdasarkan pengakuan pelaku, nominal yang dipatok oleh oknum Imigrasi tersebut antara Rp3,2 juta sampai Rp3,5 juta per orang.

"Tapi beberapa ada yang hampir Rp3,7 juta. Nah ini masih kita dalami. Saat ini masih pemeriksaan intensif dan sangat dimungkinkan potensi tersangka lebih dari dua orang akan kita tetapkan. Besok akan kita bawa ke Jakarta," ujar dia.

Kasus jual-beli ginjal jaringan internasional diungkap oleh Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi setelah menemukan basecamp di Perumahan Vila Mutiara Gading Jalan Piano IX Desa Setiaasih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.


12 Tersangka Kasus Jual-Beli Ginjal Jaringan Internasional

Polisi menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hengki menyebut, 10 di antaranya merupakan bagian dari sindikat. Para tersangka saling berbagi tugas.

Tersangka inisial Hanif atau H misalnya. Dia menghubungkan antara Indonesia dengan Kamboja. Kemudian, tersangka atas nama Septian atau S yang juga koordinator Indonesia.

Tersangka atas nama Lukman atau L bertugas melayani pendonor selama di Kamboja. Dialah yang menghubungan dengan rumah sakit, menjemput calon pendonor. Sedangkan, tujuh orang lainnya bertugas sebagai perekrut yang mengurus paspor akomondasi dan sebagainya.

Sementara, dua tersangka lain bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota polri Aipda M dan oknum imigrasi atas nama AH.

Dalam kasus ini, Peran Aipda M berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan.

Saat itu, 10 orang tersangka mencari bantuan supaya lolos dari jeratan hukum. Ketemulah dengan Aipda M yang mengarahkan para pelaku menganti-ganti telepon genggam berserta simcard, dan berpindah-pindah lokasi guna menghindari kejaran petugas kepolisian. Aipda M turut menerima upah Rp 612 juta dari sindikat jual-beli ginjal.


Pelaku Manfaatkan Medsos

Polisi menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Sindikat ini memanfaatkan media sosial Facebook untuk merekrut para korban. Ada dua akun dan dua grup komunitas yaitu donor ginjal Indonesia dan donor ginjal luar negeri. Ini yang digunakan merekrut pendonor-pendonor ginjal.

Berdasarkan data, korban berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Ada dari yang berprofesi sebagai pedagang, guru privat, buruh, dan sekuriti. Bahkan calon pendonor ada yang merupakan lulusan S2 dari Universitas ternama.

Tiap kali berhasil mendatangkan pendonor untuk transplantasi ginjal, para pelaku mendapat upah Rp 200 juta. Dari nominal itu, pendonor akan mendapatkan bagian Rp135 juta. Sedangkan, sisanya diperuntukan untuk para pelaku.

Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya