Liputan6.com, Jakarta Bank sentral Turki memperkirakan inflasi negaranya akan mencapai 58 persen pada akhir tahun 2023. Gubernur baru Bank Sentral Turki, Hafize Gaye Erkan mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memulihkan jangkar ekspektasi serta prediktabilitas dari kenaikan inflasi.
Mengutip CNBC International, Jumat (28/7/2023), perkiraan terbaru angka inflasi Turki naik lebih dari dua kali lipat dari 22,3 persen yang diuraikan dalam laporan inflasi terakhir bank sentral tiga bulan lalu.
Advertisement
Erkan menjelaskan, perkembangan nilai tukar, perubahan kebijakan ekonomi, permintaan domestik yang lebih kuat dari perkiraan, dan pendekatan peramalan baru semuanya berkontribusi pada angka inflasi Turki yang lebih tinggi.
Analis melihat kedatangan Erkan di bank sentral, bersama dengan menteri keuangan Turki yang baru dapat menandakan poros dalam kebijakan moneter setelah bertahun-tahun biaya pinjaman rendah dan inflasi melonjak.
Ekspektasi ini terpenuhi di akhir bulan, ketika bank sentral menaikkan suku bunga utamanya hampir dua kali lipat dari 8,5 persen menjadi 15 persen, kenaikan pertama sejak Maret 2021. Ini diikuti oleh kenaikan 250 basis poin di bulan Juli, meskipun lebih rendah dari diharapkan.
Sementara kenaikan harga telah melanda banyak negara di seluruh dunia, inflasi telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di Turki hingga 85 persen. Inflasi di bulan Juni mencapai 38,2 persen.
Selain itu, Lira Turki telah menandai banyak rekor terendah baru selama 18 bulan terakhir, karena para pedagang mencerna suku bunga yang lebih rendah di negara tersebut meskipun sebagian besar bank sentral utama lainnya memulai program pengetatan moneter.
Inflasi Pangan Diproyeksi Tembus 60 Persen
Dalam konferensi persn pada Kamis (27/7), Erkan mengungkapkan inflasi pangan Turki diperkirakan bisa menembus 60 persen di akhir tahun.
Bank sentral juga merevisi proyeksi inflasi Turki pada akhir 2024 menjadi 33 persen, dan proyeksi akhir tahun berikutnya menjadi 15 persen.
"Melalui keputusan pengetatan kuantitatif, kami akan memastikan perkembangan yang stabil dalam likuiditas lira Turki tanpa menimbulkan kelebihan nilai tukar dan permintaan domestik," kata Erkan.
"Kami akan secara dinamis mengoptimalkan proses pengetatan moneter dengan terus mengukur dampak keputusan kami terhadap inflasi, pasar, kondisi moneter dan keuangan," jelasnya.
Advertisement
IMF: Inflasi dan Utang Masih Menjadi Tantangan Ekonomi Global
Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2023 dari 2,8 persen menjadi 3 persen.
Prospek ekonomi dunia IMF untuk tahun depan tidak berubah, tetapi organisasi tersebut memperingatkan bahwa masih banyak tantangan yang membayangi perekomonian dunia, terutama inflasi dan utang.
Kepala divisi Studi Ekonomi Dunia di Departemen Riset IMF, Daniel Leigh mengungkapkan bahwa telah terjadi pertumbuhan yang "berbeda" antara ekonomi maju dan berkembang.
"Ekonomi maju adalah yang memimpin perlambatan. 93 persen negara maju pertumbuhannya lebih lambat tahun ini dibandingkan tahun depan," kata Daniel Leigh, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (28/7/2023).
"Kami mengalami penurunan pertumbuhan dari 2,7 menjadi 1,5 persen untuk ekonomi maju. Beberapa di antaranya, seperti Jerman, malah mengalami pertumbuhan negatif," bebernya.
Sebaliknya, pasar negara berkembang memiliki pertumbuhan yang lebih stabil yang diperkirakan akan menembus 4 persen tahun depan.
Inflasi global
Sementara inflasi global, turun lebih cepat dari yang diperkirakan, dari 8,7 persen pada 2022 menjadi 6,8 persen tahun ini.
IMF telah merevisi proyeksi inflasinya sedikit menurun untuk memperhitungkan China, yang merupakan seperlima dari ekonomi dunia, dan yang tingkat inflasinya di bawah target, ungkap Leigh.
Ia menambahkan, penurunan inflasi akan berlanjut pada tahun depan, namun baru mendekati level target pada tahun 2025 atau 2026.
"Ada beberapa kasus dalam sejarah di mana bank sentral memberhentikan pertarungan terlalu cepat, hanya untuk melihat ekspektasi semacam normalisasi di atas level target, dan kemudian jauh lebih sulit untuk melawannya nanti," jelasnya.
"Inflasi bisa lebih berat dari yang diharapkan, dan kemudian kita harus memiliki tingkat pengetatan, pendinginan pasar perumahan dan pertumbuhan yang melambat, bahkan lebih dari yang kita harapkan," imbuh Leigh.
Advertisement