Liputan6.com, Jakarta - Polisi masih mengusut kasus jual-beli ginjal jaringan internasional. Salah satu orang yang masih diburu adalah Miss Huang. Nama Miss Huang diungkap oleh seorang pelaku Hanif atau Hanim.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menerangkan, pihaknya masih mencoba mengidentifikasi sosok Miss Huang.
Advertisement
"Karena Miss H ini identitas nya sendiri kita belum tahu. Kalau tahu identitas aslinya, tahu nomor paspor nya dan sebagainya kita bisa direct warga negara mana," kata dia di Polda Metro Jaya, Jumat (28/7/2023).
Hengki mengatakan, penyidik dipastikan akan menetapkan Miss Huang sebagai tersangka setelah mendapatkan identitas dan gambaran jelas. Polri mengajukan permintaan Red Notice untuk yang bersangkutan supaya bisa dibawa ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Kita ajukan red notice melalui hubinterpol dan kita meminta jalur paling singkat yaitu P2P atau police to police agar bisa membawa tersangka ke Indonesia. Tentunya bisa membongkar jaringan ini secara keseluruhan," ujar dia.
Hengki menerangkan ada beberapa sosok lain di samping Miss Huang yang masih dalam proses perburuan. Nama-nama didapat dari pengecekan secara digital forensik dan keterangan para saksi.
"Sangat banyak yang mengkoordinir kegiatan di sana. Intinya harapan kita bisa berkoordinasi dan bekerja sama karena memang double criminality artinya merupakan perbuatan melawan hukum di Indonesia dan juga yang ada di sana," ucap dia.
Hengki menjelaskan, penyidik selalu berkomunikasi dengan Divisi Hubungan Internasional yang kemudian diteruskan ke atase pertahanan Kamboja. Informasi terakhir, penyidik telah menyerahkan data-data yang menjadi target operasi di Kamboja.
"Kita meminta kerja sama kepada kepolisian Kamboja membantu profiling apabila memang identitas jelas, koordinasi dengan kita. Kalau warga negara Indonesia bisa lebih gampang kita untuk berkoordinasi. Kita secara Police to Police," tandas dia.
12 Tersangka Kasus Jual-Beli Ginjal Jaringan Internasional
Kasus jual-beli ginjal jaringan internasional diungkap oleh Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi setelah menemukan basecamp di Perumahan Vila Mutiara Gading Jalan Piano IX Desa Setiaasih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hengki menyebut, 10 di antaranya merupakan bagian dari sindikat. Para tersangka saling berbagi tugas.
Tersangka inisial Hanif atau H misalnya. Dia menghubungkan antara Indonesia dengan Kamboja. Kemudian, tersangka atas nama Septian atau S yang juga koordinator Indonesia.
Tersangka atas nama Lukman atau L bertugas melayani pendonor selama di Kamboja. Dialah yang menghubungan dengan rumah sakit, menjemput calon pendonor. Sedangkan, tujuh orang lainnya bertugas sebagai perekrut yang mengurus paspor akomondasi dan sebagainya.
Sementara, dua tersangka lain bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota polri Aipda M dan oknum imigrasi atas nama AH.
Dalam kasus ini, Peran Aipda M berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan.
Saat itu, 10 orang tersangka mencari bantuan supaya lolos dari jeratan hukum. Ketemulah dengan Aipda M yang mengarahkan para pelaku menganti-ganti telepon genggam berserta simcard, dan berpindah-pindah lokasi guna menghindari kejaran petugas kepolisian. Aipda M turut menerima upah Rp 612 juta dari sindikat jual-beli ginjal.
Advertisement
Korban Jual Beli Ginjal dari Beragam Profesi
Sindikat ini memanfaatkan media sosial Facebook untuk merekrut para korban. Ada dua akun dan dua grup komunitas yaitu donor ginjal Indonesia dan donor ginjal luar negeri. Ini yang digunakan merekrut pendonor-pendonor ginjal.
Berdasarkan data, korban berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Ada dari yang berprofesi sebagai pedagang, guru privat, buruh, dan sekuriti. Bahkan calon pendonor ada yang merupakan lulusan S2 dari Universitas ternama.
Tiap kali berhasil mendatangkan pendonor untuk transplantasi ginjal, para pelaku mendapat upah Rp 200 juta. Dari nominal itu, pendonor akan mendapatkan bagian Rp135 juta. Sedangkan, sisanya diperuntukan untuk para pelaku.