7 Respons TNI Usai OTT Kepala Basarnas, Akui Kecewa dengan KPK Langsung Tetapkan Jadi Tersangka

Pihak TNI angkat bicara usai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pejabat Basarnas.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 28 Jul 2023, 19:35 WIB
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak TNI angkat bicara usai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI pun telah resmi melakukan penahanan terhadap Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang di-OTT KPK tersebut pada Selasa 25 Juli 2023.

"Betul banget ditahan oleh Puspom TNI," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono saat dihubungi merdeka.com, Kamis 27 Juli 2023.

Penahanan Letkol Afri Budi ini dilakukan sejak Rabu 26 Juli 2023. Dengan sudah ditahannya Letkol Afri, Julius menegaskan, pihaknya bekerja secara profesional.

"Puspom TNI pasti bekerja secara profesional dengan integritas tinggi," terang Julius.

Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko menyayangkan tindakan OTT KPK terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi tak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan TNI.

Sebab, kata Agung, kasus yang disidik KPK turut menyangkut dua prajurit TNI apalagi OTT tersebut terjadi di dekat Markas Besar TNI.

"Soal koordinasi apalagi penangkapan di sini, kalau itu seharusnya koordinasi baik ke kita," kata Agung saat jumpa pers, Jumat (28/7/2023).

Agung mengatakan, KPK tak perlu khawatir OTT tersebut akan bocor jika berkoordinasi dengan TNI. Sebab TNI telah berkomitmen untuk menindak siapapun prajurit yang bermasalah dengan hukum.

"Tadi kita sampaikan kalau takut bocor udah nggak usah ngasih awalnya, kasih tau pak jam sekian standby kami mau nangkap TNI udah gitu aja dulu," ucap dia.

Selain itu, Agung menyebut, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kecewa saat mengetahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.

Berikut sederet respons TNI usai OTT KPK terhadap prajuritnya yang dilakukan di Cilangkap, Jakarta Timur dan Bekasi, Jawa Barat Selasa 25 Juli 2023 dihimpun Liputan6.com:

 


1. Puspom TNI Tegaskan Bekerja Profesional, Tahan Letkol Afri Terkait Kasus Suap di Basarnas

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi memberikan arahan saat upacara pelepasan perbantuan internasional ke Turki yang dilanda gempa bumi di Lapangan Basarnas, Kantor Pusat Basarnas, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023). Tim Inasar yang diberangkatkan berjumlah 47 orang, terdiri dari 42 anggota Basarnas, empat anggota K9 Polri, dan satu anggota medis dari RSCM. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah resmi melakukan penahanan terhadap Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Diketahui, Perwira Menengah TNI AU ini terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) pada Selasa 25 Juli 2023.

"Betul banget ditahan oleh Puspom TNI," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono saat dihubungi merdeka.com, Kamis 25 Juli 2023.

Penahanan Letkol Afri Budi ini dilakukan sejak Rabu 26 Juli 2023. Dengan sudah ditahannya Letkol Afri, Julius menegaskan, pihaknya bekerja secara profesional.

"Puspom TNI pasti bekerja secara profesional dengan integritas tinggi," tegasnya.

Selain itu, terkait dengan sidang yang nantinya akan dijalankan oleh Letkol Afri. Ia akan menjalaninya di Peradilan Militer.

"Betul (disidangkan di Peradilan Militer)," pungkasnya.

 


2. TNI Sayangkan KPK OTT Kepala Basarnas Marsekal Henri Alfiandi Tak Dikoordinasikan Dahulu

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak usai bertemu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko menyayangkan tindakan operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi tak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan TNI.

Sebab, kata Agung, kasus yang disidik KPK turut menyangkut dua prajurit TNI apalagi OTT tersebut terjadi di dekat Markas Besar TNI.

"Soal koordinasi apalagi penangkapan di sini, kalau itu seharusnya koordinasi baik ke kita," kata Agung saat jumpa pers, Jumat (28/7/2023).

Agung mengatakan, KPK tak perlu khawatir OTT tersebut akan bocor jika berkoordinasi dengan TNI. Sebab TNI telah berkomitmen untuk menindak siapapun prajurit yang bermasalah dengan hukum.

"Tadi kita sampaikan kalau takut bocor udah nggak usah ngasih awalnya, kasih tau pak jam sekian standby kami mau nangkap TNI udah gitu aja dulu," kata dia.

Agung pun mengatakan, pihaknya tak akan bertanya-tanya kepada KPK mengenai penangkapan tersebut.

"Kita gak akan tanya dimana, masalah apa. Kita akan ikut ini kan dekat sekali di Mabes. Mungkin nggak usah ditangkap di luar cukup di parkiran kita tangkap. Kita yang ini kan, saya kira demikian," ujar Agung.

 


3. TNI Luruskan soal OTT KPK

Kedatangan Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko untuk bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi usai penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi terkait kasus dugaan suap di Basarnas. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Agung kemudian meluruskan OTT yang dilakukan KPK terhadap dua prajuritnya bukan terjadi di wilayah Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. Melainkan di tempat lain di lingkungan Mabes TNI.

"Berkaitan OTT tadi sedikit diluruskan, memang serah terima uang itu ada di halaman parkir BRI Mabes TNI Cilangkap. Tapi kan kedua orang ini (Letkol Adm ABC dan Marsekal Madya Henri Alfiandi) ditangkap. Di luar Markas Besar TNI ini perlu kita tegaskan," ujar Agung.

"Jadi Letkol ABC ditangkap di kawasan Cipayung. Di Warung Soto Seger Boyolali dekat Polsek Cipayung. Tapi di berita di tangkap di Cilangkap. Inilah yang seolah-olah 'Oh ini ditangkap di lingkungan Mabes TNI'," tambah dia.

Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono juga menyayangkan sikap KPK yang tak berkoordinasi dengan TNI terlebih dahulu sebelum melakukan OTT.

"OTT itukan prosesnya panjang, tidak semena-mena ketemu dijalan langsung ditangkap," ujarnya.

Terlebih, Julius menegaskan komitmen Panglima TNI Laksamana Yudo Margono tidak akan melindungi siapapun prajurit bersalah. Sehingga apapun pelanggaran akan diproses sesuai aturan berlaku.

"Pada prinsipnya reward dan punishment yang diterima segenap prajurit TNI bagi beliau sangat konsisten dan jelas," katanya.

"Kedua berkaitan dengan pelanggaran hukum, penegakan hukum harus ditegakan. Namun jangan sampai melanggar hukum apalagi pelanggaran hukum ini dilakukan oleh aparat penegak hukum," tambah dia.

 


4. TNI Keberatan KPK Tetapkan Kepala Basarnas Marsekal Henri Alfiandi Jadi Tersangka

Dalam kasus ini, KPK dinilai menyalahi ketentuan dalam penetapan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kemudian menurut Agung, Markas Besar TNI keberatan jika KPK menetapkan tersangka Kepala basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi.

Sebab menurut dia, penetapan tersangka terhadap dua prajurit aktif oleh KPK diluar ketentuan dalam undang-undang militer.

"Dari tim kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," kata Agung.

Agung mengatakan, Puspom TNI dan KPK telah melakukan rapat gelar perkara, pada saat gelar perkara tersebut diputuskan bahwa seluruhnya yang terkait saat OTT akan ditetapkan sebagai tersangka. Karena berdasarkan alat bukti yang sudah cukup.

Namun, kata dia, Marsekal Henri Alfiandi dan Letkol ABC belum ditetapkan tersangka. Sebab seharusnya penetapan tersangka ditetapkan oleh pihak TNI.

Sehingga Agung mengaku terkejut saat jumpa pers KPK Letkol ABC dan Marsekal Henri tetap jadi tersangka. Keputusan itulah yang mengundang polemik di publik atas operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Pada intinya kami sebagaimana yang disampaikan P5 sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum. Itu tidak bisa ditawar. Dan bisa kita lihat, siapapun personel TNI yang bermasalah, selalu ada punishment yang tadi Kapuspen sampaikan," jelasnya.

Terlebih setelah hasil hasil pemeriksaan 1x24 jam sesuai ketentuan, Letkol ABC baru diserahkan kepada TNI dengan status oleh KPK sebagai tahanan. Tanpa adanya proses hukum yang dilakukan oleh pihak TNI, karena tidak ada laporan dari KPK.

"Jadi status Letkol ABC yang saat itu diserahkan hanya sekadar titipan. Dan seharusnya penyerahan yang bersangkutan ini diikuti dengan barang bukti yang ada pada saat OTT tersebut. Karena barang bukti uang yang ada ditangkap atau diambil dari Letkol ABC," terangnya.

 


5. TNI Belum Tetapkan Tersangka

Pasalnya, penetapan tersangka tersebut harusnya menjadi wewenang TNI sesuai dengan UU yang berlaku. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara, kata Agung, TNI sendiri belum menetapkan tersangka kepada 2 prajuritnya tersebut. Dia juga berharap KPK dapat menghormati kewenangan dan undang-undang yang berlaku.

"Mekanisme penetapan sebagai tersangka ini adalah kewenangan TNI sebagaimana undang-undang yang berlaku. Jadi pada intinya, kita saling menghormati. Kita punya aturan masing masing. TNI punya aturan, dari pihak KPK, baik itu hukum umum, punya aturan juga," jelasnya.

"Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian," sambungnya.

Atas dasar itulah, Agung menegaskan pihaknya belum menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

"Jadi beliau berdua belum kita tetapkan sebagai tersangka," terang Agung.

Kedepannya, kata dia, TNI akan berkoordinasi dengan KPK terkait penanganan kasus suap di lingkungan Basarnas. Guna memproses dua anggota TNI yang terseret dalam kasus ini sesuai aturan berlaku.

"Jadi jangan beranggapan kalau diserahkan TNI akan diamankan. Tidak. Silakan, kita akan melaksanakan penyidikan secara terbuka. Rekan-rekan media bisa memonitor," terangnya.

Sesuai Pasal 12 a atau b atau 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Akan aneh kalau yang pihak sipil diproses hukum dalam kejadian yang sama, yang pihak militer dituntaskan. Silakan nanti dipantau. Jadi nanti kita akan menegakkan aturan hukum sebagaimana mestinya," beber Agung.

 


6. Danpuspom TNI Ungkap Perbincangan dengan Kabasarnas Henri Alfiandi Usai Jadi Tersangka KPK

Penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap di Basarnas yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi menyalahi ketentuan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Agung lalu membenarkan dirinya bertemu dengan Kepala Basarnas, Marsekal Madya Henri Alfiandi. Pertemuan itu berlangsung setelah Henri ditetapkan sebagai tersangka.

Di mana diketahui Henri sempat bertemu dengan Agung, pada Kamis 27 Juli 2023. Dengan menyerahkan diri sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kasus suap yang menyeretnya.

"Jadi betul Marsdya HA (Henri Alfiandi) sempat menemui saya tapi bukan dalam arti, ada sesuatu tidak. Tetapi bentuk pertanggungjawaban beliau," ujar Agung.

Dalam perbincangan itu, Agung mengungkap kalau Henri merasa keberatan atas penetapan tersangka KPK. Sebab, sebagai anggota TNI aktif seharusnya proses penetapan tersangka dilakukan Puspom TNI.

"Beliau karena di KPK merasa sudah ditetapkan sebagai tersangka dan boleh dikatakan beliau menyerahkan diri. 'Saya akan bertanggung jawab atas semua ini'," ujarnya.

Merespon pernyataan itu, Agung hanya berpesan kepada Henri agar bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang dihadapinya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukannya.

"Jadi itu salah satu sifat gentlement yang dapat saya katakan. Kooperatif, hanya itu pesan saya. Perintah saya kooperatif dengan penyidik pada saat proses hukum," terang Agung.

 


7. Panglima Kecewa Ada Korupsi di Lingkungan TNI

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengungkapkan alasan mengapa buku tersebut diluncurkan di Perpusnas. "Sengaja ini kita launching di Perpustakaan Nasional karena di Perpustakaan Nasional ada 1,5 juta buku di sini, dan di antaranya nanti buku ini juga akan menjadi kekayaan kita di Perpusnas," kata Yudo. (merdeka.com/imam buhori)

Agung menyebut Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kecewa saat mengetahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.

"Yang perlu saya tegaskan di sini bahwa terus terang dengan adanya kejadian tangkap tangan ini khususnya, Panglima TNI sangat kecewa. Kecewa karena kenapa korupsi masih terjadi di lingkungan TNI. Itu yang perlu ditegaskan," ujar Agung.

Agung menyebut, Panglima TNI Yudo Margono komitmen dan mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut dia, berkaitan dengan penanganan kasus yang menyeret Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto akan diselesaikan secara transparan.

"Yang perlu rekan-rekan semua catat dalam proses penyelesaian untuk prajurit TNI yang terlibat dalam permasalahan ini, kita tim penyidik, aparat penegak hukum di lingkungan TNI akan melaksanakannya dengan transparan," jelas Agung.

Infografis Menanti Gebrakan Awal Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya