Dorong Percepatan Pengembangan Jamu Jadi Obat Herbal

Perlunya pengembangan obat-obatan berbahan alami, seperti jamu, karena Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dari segi keanekaragaman hayati. Fakta ini kemudian dapat jadi basis swasembada pasokan bahan baku nasional.

oleh Asnida Riani diperbarui 30 Jul 2023, 07:00 WIB
Resep Jamu Kunyit Asam untuk Dijual Praktis, Murah, dan Segar (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Percepatan pengembangan obat-obatan berbahan dasar bahan alam, seperti obat tradisional terstandar, fitofarmaka, dan jamu didesak Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito. Mengutip Antara, Minggu (30/7/2023), ia menggarisbawahi perlunya pengembangan obat-obatan berbahan alami, karena Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dari segi keanekaragaman hayati.

Itu disebutnya dapat jadi basis swasembada pasokan bahan baku nasional. Penny menilai, dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara maksimal, Indonesia akan mandiri di bidang kedokteran, sehingga potensi tersebut harus terus dikembangkan.

Pemerintah telah mendukung Indonesia jadi negara mandiri di bidang kedokteran melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Inpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Juni 2016 itu bertujuan mencapai swasembada dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan nasional.

Penny mengatakan, sebagai tindak lanjut dari instruksi tersebut, pihaknya membentuk Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka pada 2019. Selain memajukan fitofarmaka, satgas tersebut dipercaya mengintensifkan kerja sama dan mengambil langkah konkret dalam salah satunya pengembangan jamu sebagai warisan budaya Indonesia.

Saat ini, kata Penny, tercatat 15 ribu obat tradisional, 81 obat herbal telah terstandarisasi, dan 22 produk fitofarmaka yang terdaftar di BPOM. Selain pengembangan, sebut dia, BPOM juga mendorong penggunaan obat herbal, antara lain di klinik kesehatan, fasilitas kesehatan, dan berbagai tempat pelayanan kesehatan, dengan dukungan Kementerian Kesehatan. 


Ciptakan Ekosistem Jamu Ekspor

Ilustrasi bahan pembuat jamu. (dok. unsplash/Merve Sehirli Nasir)

Mengutip laman resmi BPOM, 25 Juli 2023, pihaknya bersama tujuh kementerian/lembaga menginisiasi Pilot Project Ekosistem Ekspor Jamu yang Kondusif bertema "Jamu Entering Global Market for Healthier World." Program ini melibatkan 32 pelaku usaha jamu yang berorientasi ekspor.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani, sudah saatnya ekosistem ini dioperasikan setelah melalui serangkaian persiapan intensif. "Program ini termasuk sangat strategis untuk mendorong perekonomian nasional, sehingga pelaku usaha yang terlibat akan dilakukan intervensi melalui komunikasi dan koordinasi aktif," terang Reri dalam Pembukaan Pilot Project Ekosistem Ekspor Jamu yang Kondusif pada 21 November 2022.

Penguasaan jamu terhadap pasar obat bahan alam dunia dinilai masih sangat rendah, yaitu Rp16 triliun atau hanya 0,8 persen dari total pasar dunia. Ekspor jamu masih menghadapi tantangan, baik dalam aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu, maupun kemampuan penetrasi pasar di negara tujuan ekspor.

Tantangan ini bisa diatasi melalui sinergi program dan kegiatan untuk mendukung ekspor jamu yang melibatkan pemangku kepentingan terkait, sebutnya. Operasionalisasi ekosistem ekspor jamu yang kondusif diharapkan mampu berkontribusi dalam momentum pemulihan ekonomi nasional, terutama bagi usaha kecil menengah.


Evolusi Jamu Jadi Obat Herbal Modern

Ilustasi bahan pembuat jamu segar. (dok. unsplash/Agnieszka Kowalczyk)

Pengembangan jamu agar bisa berdaya saing secara global terus disuarakan banyak pihak, termasuk Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung Prof. Dr. Elfahmi, S.Si, M.Si. Saat Orasi Ilmiah Guru Besar berlangsung pada 18 Maret 2023 di Aula Barat ITB, ia mengangkat jamu sebagai topik orasi karena sudah dimanfaatkan di Indonesia secara turun-temurun.

Menurutnya, melalui pendekatan studi etnofarmakognisi, jamu Indonesia mulai berevolusi jadi obat herbal modern. "Bahkan saya berteman dengan dukun, lalu kita teliti dan cari informasinya. Apa yang diklaim dukun terbukti secara ilmiah, bahkan melebihi obat yang pernah diteliti," ungkap Prof. Elfahmi, dilansir dari laman ITB, Kamis, 20 Juli 2023.

 Ia menjelaskan bahwa saat ini, tanaman obat bisa diolah melalui empat pendekatan. Pertama, tanaman obat tetap diolah dan diambil ekstraknya untuk jadi jamu dan obat herbal. Kedua, melalui pendekatan modern. Misalnya, jamu berkembang jadi obat komersial berbasis herbal yang harus terdaftar di BPOM.

Obat herbal dikategorikan jadi tiga, yakni jamu terdaftar di BPOM, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka, yaitu obat dengan kualitas paling bagus dan relevan dengan obat modern.

Pendekatan ketiga, tanaman obat dapat dijadikan obat konvensional dari bahan alam yang pengolahannya berasal dari hasil isolasi ekstrak tanaman obat. Pendekatan terakhir, nutrasetikal atau nutrisi yang bisa memperbaiki kondisi kesehatan manusia, biasanya digunakan dalam kosmetik. 


4 Tantangan Besar

Ilustrasi membuat minuman, jamu tradisional. (Photo by Annie Spratt on Unsplash)

Di sisi lain, pengembangan obat herbal berbasis bahan pembuat jamu memiliki empat tantangan besar. Pertama, khasiat obat herbal belum terbukti secara ilmiah. Ini bisa diatasi dengan adanya pendekatan metodologis untuk membuktikannya melalui uji pre klinis dan uji klinis.

Kedua, senyawa aktif farmakologi sering tidak diketahui. Tapi seiring pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, senyawa berkhasiat ternyata bisa diisolasi jadi senyawa murni, sebutnya.

Ketiga, standardisasi yang sangat bergantung pada kadar senyawa tanaman. Hal ini guna mencapai keamanan, khasiat, dan mutu tanaman obat. Menjawab tantangan ini, Prof. Elfahmi disebut berhasil membuat senyawa marker yang telah digunakan peneliti dan industri di Indonesia.

Inovasi ini diklaim mampu menyubstitusi produk impor karena sebelumnya peneliti mengimpor senyawa marker. "Tanaman pegagan mempunyai dua senyawa berkhasiat, yakni asiatikosida dan madekasosida. Kita koleksi dari Jatinangor, di beda tempat, ternyata hasilnya menunjukan kadar senyawa yang berbeda hingga 100--1.000 kali," klaimnya.

Tantangan terakhir adalah rendahnya kadar senyawa aktif di tanaman. Prof. Elfahmi menjawab tantangan ini dengan pendekatan bioteknologi. Beberapa metode yang telah dilakukannya, yakni Teknologi Kultur Jaringan, Tranformasi Genetik, dan Teknik Rekayasa Genetik.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya