Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih perkasa pada 24-28 Juli 2023. IHSG lanjutkan kenaikan 0,28 persen ke posisi 6.900,23.
Dikutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk, ditulis Minggu (30/7/2023), IHSG melanjutkan penguatan didorong sektor saham basic materials dan energi. Dua sektor saham itu berkontribusi masing-masing 2,35 persen dan 1,69 persen.
Advertisement
"Pada pekan ini kita juga melihat sejumlah bank sentral utama memutuskan kebijakan suku bunga sesuai dengan perkiraan,” tulis Ashmore.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh 2,4 persen pada kuartal II dan klaim pengangguran menurun ke level yang terlihat pada Februari 2023. Hal ini seiring pertumbuhan ekonomi lebih kuat dari yang diperkirakan.
Lalu yang menjadi pertanyaan apakah bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) tetap lanjutkan kenaikan suku bunga?
Seperti yang diantisipasi oleh pasar, the Fed baru-baru ini menaikkan suku bunga 25 basis poin seiring the Fed melanjutkan siklus kenaikan yang paling agresif sejak itu pada akhir 1980-an. Namun, pertanyaannya tetap jika suku bunga akan terus dinaikkan atau jika telah mencapai puncaknya.
“Nada the Fed menunjuk pada ketergantungan data untuk pertemuan mendatang. Komite tetap sangat memperhatikan risiko inflasi seperti angka inflasi terbaru tetap jauh di atas jangka panjang mencapai target 2 persen,” tulis Ashmore.
Pejabat the Fed akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan seiring kebijakan moneter mempengaruhi kegiatan ekonomi, inflasi dan perkembangan keuangan.
“Sampai sekarang, sebagian besar percaya suku bunga telah mencapai puncaknya, di mana ada kemungkinan 80 persen dari suku bunga the Fed dipertahankan dalam pertemuan mendatang sebelum turun pada 2024,” tulis Ashmore.
Sementara itu, the Fed dot plot menunjukkan prediksi kenaikan suku bunga pada 2023 ke level 5,5 persen-5,75 pesen sebelum mulai menurunkan pada 2023.
Prediksi Bank Indonesia
Bank Indonesia juga prediksi the Fed akan menaikkan suku bunga pada September. Data produk domestik bruto (PDB) terbaru dari Amerika Serikat dinilai mendukung prediksi tersebut dengan ekonomi AS tumbuh 2,4 persen pada kuartal II 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya 2 persen dan di atas perkiraannya 1,8 persen.
Selain itu, imbal hasil obligasi Amerika Serikat bertenor 10 tahun naik di atas 4 persen pada pekan ini. “Kemungkinan kenaikan suku bunga seiring pertumbuhan ekonomi yang kuat,” tulis Ashmore.
Di sisi lain, Indonesia berada dalam situasi yang berbeda dengan inflasi berada dalam kisaran target Bank Indonesia. “Bank Indonesia tidak memiliki tekanan untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut,” tulis Ashmore.
Selain itu, perbankan Indonesia juga memiliki ketahanan yang tinggi sekalipun lingkungan suku bunga tinggi karena likuiditas tetap cukup. Laporan keuangan perbankan juga menunjukkan hasil yang kuat dari bank-bank besar. “Kami merekomendasikan untuk tetap berinvestasi dalam portofolio terdiversifikasi seperti ASDN dan ADEN untuk menangkap peluang di sektor yang tangguh sepreti bank sementara mempertahankan likuiditas yang kuat untuk kebutuhan Anda,” tulis Ashmore.
Advertisement
Ancaman Pasokan Pangan Usai Rusia Keluar dari Kesepakatan Laut Hitam Bayangi Pasar
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan kenaikan pada 17-21 Juli 2023. Penguatan IHSG ditopang sektor saham energi dan properti & real estate masing-masing 4,36 persen dan 2,555 persen terhadap IHSG.
Dikutip dari riset Ashmore Asset Management dikutip Minggu (23/7/2023), tren perlambatan secara besar-besaran di bursa saham global dengan penjualan ritel lebih dari perkiraan inflasi di Amerika Serikat. Selain itu, data ekonomi lainnya yakni inflasi di Kanada dan Inggris serta pertumbuhan ekonomi China.
Sentimen lain yang pengaruhi pasar yakni ancaman pasokan pangan. Ashmore melihat awal pekan ini, konflik lain dalam perang Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung, terutama di Pelabuhan Odesa. The Black Sea Grain Initiative yang pertama ditandatangani pada Juli 2022, di mana biji-bijian dari Ukraina diizinkan untuk dikirim ke pasar global selama masa perang.
Perjanjian ini telah berulang kali diperpanjang secara bertahap, dan jatuh tempo pada 18 Juli, tidak diperpanjang oleh Rusia. Rusia keberatan memperpanjang kesepakatan. Di bawah kesepakatan, lebih dari 1.000 kapal yang diangkut hampir 33 juta metrik ton produk pertanian telah diangkut dari Pelabuhan yang mencakup Odesa.
Saat berita serangan itu dirilis, harga gandum global melonjak, SRW Chicago Wheat Futures naik 9,41 persen pada minggu ini,
Ukraina akan dipaksa untuk ekspor biji-bijian dan minyak sayur melalui perbatasan dasar dan pelabuhyan di sepanjang Sungai Danube. Ini akan berdampak dari biaya yang tinggi dan memberi lebih banyak tekanan pada profitabilitas petani Ukraina dan tambahan tekanan ke bawah pada pasokan ke depan.
Perhentian perjanjian ini dapat menaikkan harga komoditas pertanian dalam waktu dekat. Namun, belum dikonfirmasi untuk inflasi pangan.
Di tengah sentimen itu, Ashmore juga merekomendasikan investasi di reksa dana dan diversifikasi aset yang berbeda di tengah risiko global. “Kami merekomendasikan investasi di ASDN, di mana dana dikelola secara aktif dan cepat bergeser ke berbagai sektor. Imbal hasil ASDN mencapai 7,81 persen ydt,” tulis Ashmore.
Pasar Saham Indonesia Mulai Positif pada Awal Semester II 2023
Sebelumnya, memasuki semester II 2023, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat terbatas. Hal ini dinilai sinyal pasar saham Indonesia mulai positif pada awal semester II.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG naik 0,28 persen year to date (ytd) ke posisi 6.859,57 pada perdagangan Jumat, 14 Juli 2023. Pada 10-14 Juli 2023, IHSG melonjak 2,2 persen, yang didorong sektor saham kesehatan dan teknologi. Sektor saham kesehatan dan teknologi masing-masing beri kontribusi 6 persen dan 4,26 persen. Investor asing membukukan aksi beli saham USD 38 juta.
Ashmore Asset Management Indonesia melihat, indeks IHSG membawa imbal hasil positif pada semester II dan ungguli indeks IBPA yang merupakan kebalikan dari apa yang terjadi pada semester I. Pada saat itu, indeks IBPA naik 6,61 persen, ungguli IHSG yang turun 2,76 persen.
“Titik balik ini mungkin menjadi tanda kalau saham Indonesia mulai meningkat pada awal semester ini karena didukung data ekonomi makro yang kuat bersama dengan antisipasi belanja kampanye pemilu yang besar yang dapat bertindak sebagai katalis dalam dongkrak saham,” tulis Ashmore.
Di sisi lain, imbal hasil laba perusahaan tercatat 6,64 persen, di atas imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun dan tenor dua tahun masing-masing 6,18 persen dan 6,03 persen.
“Oleh karena itu, saham Indonesia tetap relatif undervalue dibandingkan obligasi. Kami merekomendasikan tetap investasi dan diversifikasi di reksa dana,” tulis Ashmore.
Advertisement
Data Inflasi Bayangi Pasar
Sementara itu, pada pekan ini, Ashmore melihat perlambatan di pasar besar seperti inflasi 0 persen di China, ekonomi negative lebih dalam di Jerman, kontraksi dari ekonomi di Inggris. Indonesia juga alami penurunan pengeluaran ritel pada Mei, menjadi angka negative pertama sejak Januari. Ini sebagian dari efek yang tinggi dari libur Idul Fitri pada Mei 2022.
Sedangkan data inflasi dari Amerika Serikat (AS) cenderung melandai. “Data inflasi terbaru minggu ini dari AS membawa harapan untuk puncak lebih dekat dan rendah suku bunga the Fed baik sebagai headline dan inflasi inti untuk Juni menurun lebih jauh dari yang diharapkan,” tulis Ashmore.
Terlepas dari itu, inflasi inti tetap tinggi dan tetap di atas inflasi sejak Maret 2023. Sebagai hasil dari penurunan tingkat inflasi, pasar prediksi the Fed kerek suku bunga menjadi 5,25 persen-5,5 persen dengan tingkat probabilitas hampir 95 persen. Selanjutnya diharapkan tingkat bunga mencapai puncak dan tetap stabil dalam pertemuan dari September hingga akhir tahun.
“Meski demikian, the Fed terus memantau data makro Amerika Serikat tersebut sebagai pasar kerja yang tetap kuat dalam membuat keputusan suku bunga,”