Banyak Dokter Junior Tak Berani Laporkan Bullying, Cemas Ganggu Proses Pendidikan

Ketidakberanian melaporkan kejadian bullying dokter karena cemas dapat mengganggu proses pendidikan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 31 Jul 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi ketidakberanian melaporkan kejadian bullying dokter karena cemas dapat mengganggu proses pendidikan. Credit: pexels.com/Anna

Liputan6.com, Jakarta - Kasus perundungan (bullying) terhadap calon dokter spesialis atau residen yang menempuh pendidikan terus terjadi. Walau banyak laporan yang masuk, tak dimungkiri masih ada dokter junior yang enggan dan tak berani melaporkan kejadian bullying

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi menyoroti para dokter residen yang masih tidak ada keberanian untuk melaporkan bullying. Apabila mereka memang menjadi korban, IDI berupaya keras melindungi agar mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan sampai selesai.  

Selama ini, IDI ikut terjun menangani kasus perundungan yang menimpa para dokter. Laporan soal tindak bullying pun masuk ke IDI.

“Ini yang sangat menjadi perhatian kami bagi para korban ya masih ada ketidakberanian ya atau mungkin kemudian khawatir karena nanti akan mengganggu proses pendidikannya,” terang Adib menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat sesi 'Media Group Interview mengenai Bullying di Pendidikan Kedokteran' ditulis Minggu (30/7/2023).

“Kami tegaskan bahwa kami akan menindaklanjuti dan kami tetap akan melindungi jika ada para teman-teman sejawat dokter yang mendapatkan status korban bullying.”

Jangan sampai Ganggu Pendidikan

Ditegaskan Adib, tindak perundungan menjadi perhatian yang utama.

“Karena jangan sampai ada proses-proses yang mengganggu pendidikan kedokteran di luar pendidikan, ya itu tadi soal bullying. Ini perhatian bagi kita semua,” tegasnya.


Tidak Hanya Terjadi di Indonesia

Terkait masalah bullying pada dokter, menurut Moh. Adib Khumaidi, tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan menjadi perhatian khusus di negara-negara Asia Tenggara. 

Bullying ini menjadi perhatian di ASEAN, bukan hanya menjadi perhatian pemerintah tapi kami dari profesi kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia bersama Ikatan Dokter di seluruh ASEAN juga menjadi perhatian dan tanggung jawab yang juga harus kita lakukan bersama stakeholder yang lain di sisi pendidikan,” lanjutnya.

“Pada prinsipnya, berkaitan dengan masalah bullying menjadi satu hal yang sangat berarti bagi kami.”


Buka Komunikasi dengan Institusi Pendidikan

Ilustrasi IDI tak ingin mendengar ada calon dokter spesialis maupun dokter koas atau magang yang kesulitan menempuh pendidikan lantaran terhambat akibat tindak perundungan. (Sumber foto: Pexels.)

IDI tak ingin mendengar ada calon dokter spesialis maupun dokter koas atau magang yang kesulitan menempuh pendidikan lantaran terhambat akibat tindak perundungan.

“Kami juga tidak ingin mendengar ada teman-teman, adik-adik kami yang kemudian kesulitan tentang pendidikan dan kemudian putus (pendidikan) di tengah jalan hanya karena hal-hal bullying ini,” jelas Moh. Adib Khumaidi.

Sebagai upaya menangani bullying, IDI membuka komunikasi dengan institusi pendidikan.

“Kami sudah membuka komunikasi juga dengan institusi pendidikan, baik itu di pendidikan kedokteran spesialis termasuk kolegium dan juga informasi membuka semacam hotline terbaik dengan laporan yang didapatkan dan proaktif ditindaklanjuti,” pungkas Adib.

Infografis: Rasa Berkuasa Pendidik Berujung Pelecehan Seksual (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya