Mandiri Energi di Pelosok Jambi

Sudah satu dekade masyarakat Dusun Senamat Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi, mandiri energi. Warga dusun ini memanfaatkan aliran Sungai Batang Senamat sebagai pembangkit listrik mikrohidro dan listriknya menerangi seluruh rumah warga.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 31 Jul 2023, 09:00 WIB
Instalasi pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Dusun Senamat Ulu, Kabupaten Bungo Jambi. (Liputan6.com/ist)

Liputan6.com, Jambi - Yanti Aprida, seorang ibu rumah tangga di Dusun Senamat Ulu, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi, tak perlu risau lagi soal energi listrik. Sejak satu dekade, dia dan ratusan kepala keluarga yang tinggal di dusun itu tidak pernah meratapi kegelapan, karena mereka punya sumber energi listrik sendiri.

Mengandalkan aliran air sungai Batang Senamat, turbin pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) bisa digerakan dan kemudian mengalirkan setrum ke ratusan rumah. Semua rumah di dusun--sebutan desa di Bungo yang berada di pelosok Jambi itu kini bisa menikmati aliran setrum dari pembangkit ramah lingkungan berkapasitas 30.000 watt.

"Sekarang dusun kami tidak pernah merasakan gelap,” kata Yanti kepada Liputan6.com, Kamis (27/7/2023).

Dibangun pada akhir 2013, kini PLTMH semakin stabil. Meski beroperasinya hanya malam hari rentang waktu pukul 18.00-06.00 WIB, namun listrik itu sangat membantu warga. Listrik dari PLTMH mampu mengaliri 345 rumah warga yang tersebar di 4 kampung di Senamat Ulu.

Masing-masing rumah kebagian daya 200 watt. Dari daya listrik tersebut, kata Yanti, bisa mereka gunakan untuk menyalakan 5 bohlam lampu rumah dan satu perangkat televisi. Meski demikian, hal tersebut patut disyukuri. Sebab, sebelum ada jaringan PLTMH itu dia mengingat, tanah kelahirannya itu selalu gelap gulita.

Pembangkit listrik mikro hidro itu beroperasi pada malam hari saja. Sementara pada hari Jumat dan Minggu, pihak pengelola mengoperasikan selama 24 jam. Sebab pada kedua hari tertentu tersebut, aktivitas masyarakat di dusun itu cukup padat.

“Kalau hari-hari biasa masyarakat kan banyak yang ke kebun, jadi tidak begitu butuh listrik kalau siang hari, makanya hanya hari Jumat dan Minggu yang hidup sampai 24 jam,” ujar Yanti.

Belakangan setelah dusun ini punya jaringan PLTMH, baru kemudian setrum yang dibawa PLN masuk ke dusun mereka. Namun listrik PLN tersebut hanya menjadi opsi bagi warga, mengingat jaringan listrik negara itu sering tidak stabil. “Jadi di dusun ini, sebagian saja yang juga nyambung listrik PLN. Kalau PLTMH semua warga pakai,” kata dia.

Keberadaan listrik dari PLTMH itu pun membuat pasokan listrik di Senamat Ulu makin aman dikala listrik negara milik PLN padam. Maklum dusun yang berada di ujung kabupaten itu, listrik PLN yang mayoritas bersumber dari energi fosil kerap tidak stabil atau byar-pet.

 “Kalau listrik PLN di sini sering mati, tapi untungnya kami masih ada cadangan listrik dari PLTMH. Jadinya tidak khawatir kalau malam hari listrik mati,” ujar Yanti.

Yanti bercerita, pernah suatu ketika, ada rumah warga yang sedang menggelar hajatan pada malam hari, tiba-tiba listrik PLN padam. Mereka pun tidak khawatir, hajatan itu masih tetap digelar karena rumah tersebut punya penerangan dari setrum listrik yang berasal dari pembangkit mikro hidro.   

Adapun untuk biaya penggunaan satu bulan sangat murah. Setiap rumah hanya dibebankan membayar iuran senilai Rp50.000. Begitu pula bagi warga tidak mampu, mereka tidak dibebankan iuran.

Sedangkan untuk penggunaan listrik PLTMH di fasilitas umum dan sosial seperti masjid dan kantor desa, sekolah, tidak dikenakan biaya iuran alias gratis.  

Iuran bulanan tersebut masuk ke Badan Usaha Milik Dusun (BUMDus) Senamat Ulu, sebagai lembaga pengelola PLTMH. Bayaran yang mereka keluarkan itu jauh lebih murah ketimbang biaya listrik PLN yang dalam sebulan mencapai Rp200.000. Belum biaya sambungan baru, warga perlu merogoh kocek yang tidak sedikit.

“Kalau dipikir mendingan pakai listrik PLTMH, bayarnya lebih murah. Kalau listrik PLN tidak begitu banyak pakai, karena masih sering mati,” kata Yanti.

PLTMH itu kata Yanti, kini pengelolaannya ditangani oleh BUMDus. Lembaga inilah mengelola hal-hal yang berhubungan dengan PLTMH, mulai dari instalasi, pelanggan, iuran, sampai urusan sampah.

Setiap hari ada penjaga PLTMH selalu siap mengecek kondisi aliran air menuju turbin PLTMH. Mereka bertugas membersihkan sampah di sungai. Sampah tersebut, jika tidak segera ditangani bisa mengganggu aliran air dan gerak turbin PLTMH bisa tersendat.

 “Listrik PLTMH stabil, tidak pernah mati-mati. Buktinya dari tahun 2014 sampai sekarang PLTMH ini masih bertahan. Ini semua karena kami menjaga hutan dan sungai,” ucap Yanti.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Hutan dan Sungai Terjaga, Listrik pun Ada

Air sungai Batang Senamat mengalir di sekitar Hutan Lindung Bujang Raba, Kabupaten Bungo, Jambi. Kondisi hutan yang zero deforestasion itu berdampak pada aliran sungai dan bermanfaat untuk pembangkit listrik mikro hidro. (Liputan6.com / dok KKI Warsi/ Gresi Plasmanto)

Dusun Senamat Ulu masuk bagian lansekap Hutan Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba). Hutan ini menjadi bagian yang terpisahkan dalam kehidupan warganya. Hutan Bujang Raba itu adalah hutan desa pertama di Provinsi Jambi. Hutan ini adalah hulu Sungai Batang Senamat.

Masyarakat mengelola hutan itu secara arif, tanpa merusak dan menebang pohonnya. Sebab masyarakat sadar betul bahwa dari hutan alam itu menjadi kawasan tangkapan air, yang kemudian airnya mengalir jernih ke desa-desa di sekitarnya; Lubuk Beringin, Laman Panjang, Senamat Ulu, Sungai Telang dan Buat.

Sungai Batang Senamat menjadi nadi bagi masyarakat desa. Selain sebagai sumber utama pengairan sawah dan kebutuhan air bersih harian, sungai tersebut berfungsi sebagai penggerak turbin pembangkit listrik mikrohidro.

Desa-desa di sekitar Bujang Raba, termasuk Senamat Ulu berkomitmen melindungi 5.336 hektare Hutan Bujang Raba. Dalam komitmen itu mereka sepakat melindungi ekosistem hutan tropis dataran rendah yang terancam punah.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi--lembaga nirlaba yang fokus pada isu konservasi telah mendorong warga di lansekap Bujang Raba untuk memenuhi komitmen tersebut. Koordinator Komunikasi KKI Warsi Sukmareni mengatakan, hutan dan sungai di lansekap Bujang Raba sangat berkaitan erat dengan keberadaan pembangkit listrik mikro hidro.

“Jaringan listrik PLTMH itu ada setelah mereka (warga) berkomitmen menjaga hulu Sungai Batang Senamat. Komitmen mereka itu dibuktikan dengan menjaga hutan desanya di Bujang Raba,” kata Reni.

Pembangkit listrik mikrohidro di Senamat Ulu itu kata Reni, menggunakan sistem turbin open flume. Sebagian aliran sungai yang masuk ke dam itu, kemudian menuju ke gedung sederhana yang di dalamnya terdapat mesin PLTMH sistem open flume.

Dengan sistem teknologi tersebut, energi yang dihasilkan tidak perlu melalui terjunan, tapi cukup dengan aliran air yang datar. “Dari air yang mengalir itulah masyarakat bisa menikmati listrik murah,” ujar Reni.

Hutan Desa Bujang Raba itu kata Reni, berfungsi sebagai penjamin sumber mata air di Sungai Batang Senamat. Dengan masyarakat menjaga hutan, secara tidak langsung sungai-sungai di daerah itu turut terjaga. Sungai Batang Senamat tersebut tidak pernah kering dan tidak pernah meluap.  

Tak hanya sebagai sumber energi, keberadaan Sungai Batang Senamat, bagi warga Dusun Senamat Ulu, sangat vital. Sungai itu menjadi tumpuan bagi penduduk setempat. Mereka memanfaatkan air yang mengalir ke sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi areal pertanian. Dan air sungai digunakan untuk menggerakkan turbin hingga menghasilkan listrik

Bertahun-tahun lamanya, warga di Dusun Senamat Ulu menggantungkan energi listrik yang bersumber dari aliran sungai. Listrik yang dinikmati masyarakat Senamat Ulu itu, tak lekang dari upaya keras warganya menjaga sumber daya hutan agar tetap lestari.

Upaya menjaga hutan tersebut tanpa disadari kalau masyarakat telah mempraktekkan transisi energi dengan swadaya dan cara mereka sendiri.


Transisi Energi Tak Bisa Ditawar

Turbin penggerak pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Dusun Senamat Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. (Liputan6.com/ist)

“Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”--julukan Provinsi Jambi, terletak di tengah Pulau Sumatra itu memiliki banyak potensi sumber energi terbarukan. Sember energi ramah ingkungan itu ada, mulai dari; panas bumi, bayu, air, hingga surya.

Berdasarkan data dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) disebutkan bahwa potensi bauran energi terbarukan di Provinsi Jambi mencakup air dengan potensi listrik yang dihasilkan mencapai 447 MW, Bioenergi 1.840 MW, Surya 8.847 MW, Bayu/angin 37 MW, dan Panas Bumi 621 MW.

Namun sayangnya, sumber energi terbarukan yang dimiliki itu belum dimanfaatkan optimal oleh pemerintah daerah setempat, sehingga sektor batu bara dan gas masih mendominasi energi di Jambi. Sementara itu, cadangan energi listrik di Jambi yang masih didominasi oleh energi fosil yang semakin lama makin terbatas, sehingga transisi energi bersih mesti dilaksanakan.

Provinsi Jambi sendiri mempunyai target bauran energi terbarukan daerah sebesar 24 persen di tahun 2025 dan 40 persen di tahun 2050. Target ini sudah ditetapkan dalam Perda No. 13 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 2019-2050.

Kepala Bidang Energi pada Dinas ESDM Provinsi Jambi Setyasmoko Pandu Hartadita mengatakan, dari porsi target 24 persen bauran energi pada tahun 2025 itu, saat ini realisasi bauran energi baru mencapai 15,29 persen.

Pembangkit listrik tenaga energi terbarukan yang terpasang tergolong masih kecil. Dalam data yang dibeberkan Pandu, energi terbarukan hidro/air yang terpasang baru mencapai kapasitas 1,1 MW, Bioenergi 36,2 MW, dan Surya 0,68 MW.

“Ada beberapa tantangan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, diantaranya keterbatasan sumber-sumber pendanaan, sumber daya manusia, dan keterbatasan informasi tentang pengembangan energi terbarukan bagi sektor pengguna energi,” ujar Pandu dalam sebuah Workshop yang digelar IESR di Jambi.

Sementara itu, untuk mengoptimalkan sepenuhnya potensi energi terbarukan di Indonesia, tenaga air dapat digunakan untuk melengkapi produksi tenaga surya. IESR dalam sebuah kajiannya yang berjudul Beyond 443 GW Indonesia's infinite renewables energy potentials potensi listrik yang dihasilkan dari pembangkit mikrohidro di Jambi mencapai 185 MW untuk skenario 1 dan 47,7 MW untuk skenario 2.

Perhitungan potensi listrik dari tenaga mikrohidro skenario satu ini sudah mempertimbangkan lebih dari satu pembangkit listrik tenaga air diperbolehkan dalam satu daerah aliran sungai. Sementara untuk skenario 2 itu hanya satu pembangkit yang diperbolehkan dalam satu daerah aliran sungai dengan pertimbangan untuk melindungi ekosistem, yang umumnya terletak dibagian hilir sungai.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam sebuah nota kesepahaman dengan Dinas ESDM Provinsi Jambi mengatakan, transisi energi merupakan hal yang tidak ditawar. Akselerasi energi terbarukan kata dia, membutuhkan komitmen seluruh stakeholder, baik di pimpinan daerah, pembuat kebijakan dan masyarakat yang akan terdampak.

“Kerja sama yang instrumental dibutuhkan untuk mencapai target RUED serta membangun konsensus bersama untuk pemanfaatan energi terbarukan,” kata Fabby Tumiwa.

Dalam sebuah kesepakatan yang dibangun antara IESR dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Fabby Tumiwa mengatakan, implementasi transisi energi dan pencapaian target energi terbarukan di Jambi akan menjadi daya tarik Jambi ke depannya.

Jambi menurut dia, akan terus berkembang dari segi ekonomi, baik di sektor sektor industri, bisnis, pertanian, perikanan, dan pariwisata yang membutuhkan banyak energi, salah satunya dengan pemanfaatan energi terbarukan.

Dusun Senamat Ulu di pelosok Jambi itu menjadi contoh transisi energi yang digerakan oleh warga. Hasilnya kampung itu pun mampu mencukupi kebutuhan energi listrik secara mandiri. Kemandirian energi itu terus dilakukan dengan menjaga hutan agar air mengalir sepanjang waktu. 

Semua itu dilakukan demi menangguk energi yang ramah lingkungan dan ramah di kantong.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya