Liputan6.com, Jakarta - Untuk meningkatkan layanan terkait pelaporan transaksi Efek bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) serta lelang Surat Utang Negara (SUN), dan pengawasan transaksi EBUS oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (31/7/2023) meluncurkan Sistem Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE), Lelang SUN (Ministry of Finance Dealer System-MOFiDS), dan Pengawasan Transaksi EBUS (Daily Watching-DW).
Upaya ini merupakan pembaruan atas sistem sebelumnya yang dikenal dengan Centralized Trading Platform-Penerima Laporan Transaksi Efek (CTP-PLTE). Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan Direksi BEI perihal Pelaporan Transaksi Efek Melalui Sistem Penerima Laporan Transaksi Efek (Sistem PLTE) yang diterbitkan pada 26 Juli 2023 dan mulai berlaku sejak 31 Juli 2023.
Advertisement
"Pembaruan teknologi sistem didukung dengan pengkinian infrastruktur untuk memastikan tingkat layanan yang diberikan oleh sistem PLTE, MOFiDS, dan DW kepada industri tetap tinggi," kata Manajemen BEI dikutip dari keterangan resmi, Senin, 31 Juli 2023.
Sistem ini memegang peran yang penting dalam mekanisme pelaporan transaksi EBUS oleh para pelaku pasar, pengawasan transaksi oleh OJK, sekaligus Lelang SUN oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) kepada Dealer Utama SUN.
Dengan penggunaan infrastruktur dan teknologi yang baru, sistem PLTE, MOFiDS, dan DW sekarang hadir dengan kemampuan sinkronisasi real-time antara Data Center Utama dan Data Center Disaster, performa pelaporan secara kolektif yang lebih mumpuni, dan peningkatan kapasitas sistem secara keseluruhan.
Lebih jauh lagi, teknologi dan infrastruktur baru ini juga meningkatkan otomasi integrasi data dari sistem di pasar EBUS lainnya, seperti Sistem Perdagangan Pasar Alternatif (SPPA) dan data Single Investor Indentification (SID) PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Sistem PLTE
Pada sistem PLTE yang diperbarui tersebut, jumlah maksimum perdagangan yang dapat dilaporkan meningkat hampir 5 kali lipat dari sebelumnya, yaitu menjadi 15.000 pelaporan per hari, dan jumlah maksimum yang dapat diterima dalam satu menit meningkat lebih dari 3 kali lipat dari sebelumnya, yaitu menjadi 1.800 pelaporan per menit.
Hingga Juni 30 Juni 2023, jumlah pelaporan transaksi EBUS yang dilakukan oleh 111 Partisipan pengguna PLTE rata-rata mencapai 3.297 pelaporan per hari dan dengan rata-rata volume transaksi per harinya mencapai Rp53,5 triliun. Rata-rata jumlah pelaporan transaksi per hari meningkat 27,9 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah pelaporan transaksi per hari sepanjang tahun 2022.
Sedangkan, rata-rata volume transaksi saat ini meningkat 3,67 persen jika dibandingkan dengan rata-rata volume transaksi per hari sepanjang tahun 2022.
Dengan dilakukan pembaruan teknologi dan infrastruktur PLTE, MOFiDS serta DW ini, BEI sebagai pihak yang ditunjuk OJK sebagai penyedia sistem PLTE dan Penyelenggara SPPA atas Perdagangan Surat Utang berharap dapat menjaga performa sistem Pelaporan Surat Utang, mengintegrasikan seluruh ekosistem Perdagangan Surat Utang di pasar modal Indonesia agar lebih efisien dan efektif serta meningkatkan user experience kepada seluruh stakeholder yang terdiri dari OJK, DJPPR, Partisipan, Dealer Utama.
Advertisement
BEI Beberkan Tolok Ukur Emiten yang Sukses IPO, Seperti Apa?
Sebelumnya, minat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini masih cukup tinggi. Terbukti dari jumlah emiten IPO hingga saat ini yang mencapai 51 emiten per 25 Juli 2023.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, setiap perusahaan yang akan melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) memiliki tujuan masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan dan strategi perusahaan.
Melalui IPO dan mencatatkan saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia, perusahaan tidak hanya memperoleh pendanaan melalui IPO saja tetapi juga membuka akses pendanaan jangka panjang melalui pendanaan lanjutan post-IPO dengan berbagai skema di pasar modal, seperti rights issue, penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) dan penerbitan efek lainnya.
"Selain kesempatan mendapatkan pendanaan, melalui go public perusahaan dapat memperoleh manfaat lain. Di antaranya mempercepat penerapan prinsip good corporate governance, peningkatan corporate image, peningkatan kesempatan mitra usaha strategis yang lebih luas, peningkatan loyalitas karyawan dengan program kepemilikan saham bagi karyawan, insentif perpajakan bagi perusahaan dan founder serta berbagai manfaat lainnya," beber Nyoman kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).
Sementara bagi perusahaan keluarga, IPO juga menjadi solusi untuk suksesi dan pengembangan perusahaan keluarga melalui pembagian kepemilikan saham dan pengelolaan perusahaan secara profesional. Hal ini kami harapkan dapat mendukung keberlangsungan usaha perusahaan.
Disebut Sukses
Lalu, bagaimana tolok ukur IPO emiten dapat dikatakan berhasil atau sukses? Nyoman menerangkan, IPO dikatakan berhasil jika ekspektasi dan tujuan IPO yang ditetapkan oleh pemegang saham dan jajaran manajemen dapat terpenuhi baik.
"Keberhasilan IPO tidak hanya ditentukan dari besar dana yang diperoleh di primary market tapi juga performance di secondary market," imbuh Nyoman.
Dengan dana yang diperoleh melalui IPO dan penerapan GCG, perusahaan diharapkan dapat melakukan ekspansi dan pengembangan perusahaan yang kemudian akan berdampak pada kinerja fundamental perusahaan yang diharapkan akan terefleksi dari price performance dan likuiditas transaksi di secondary market.
Advertisement