Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu beredar sebuah video yang memperlihatkan seekor komodo yang diduga masuk ke pasar suvenir di Pasar Labuan Bajo, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Video itu diunggah sejumlah akun media sosial, salah satunya akun TikTok @komodo_predator.
Dalam video yang dibagikan pada 25 Juli 2023 itu, komodo tersebut berukuran cukup besar. "Komodo darago masuk ke tempat souvenir,” tulis akun tersebut, Beberapa pedagang naik ke atas ketika komodo itu melewati pasar tersebut.
Advertisement
Namun beberapa pedagang terlihat tenang dan bersikap biasa saja. Sebagian pedagang dan pengunjung bahkan merekam dengan ponsel mereka saat komodo masuk ke pasar.
Komodo dikenal dengan racun dari taring dan air liurnya. Jadi, tidak dianjurkan untuk berada terlalu dekat dengan hewan reptil itu. Namun warga sekitar sepertinya sudah tidak asing dengan komodo itu. Bagi mereka itu pemandangan yang biasa karena sudah beberapa kali terjadi.
Benar saja, pedagang dan warga sekitar ternyata sudah terbiasa hidup berdampingan dengan komodo. Hal itu diungkapkan Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina yang hadir secara online di acara The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar secara hybrid di Jakarta, Senin (31/7/2023).
"Jadi yang di video itu sebenarnya bukan di Labuan Bajo tapi tepatnya di Desa Komodo yang memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan komodo. Warga sekitar meman berbagi ruang dengan komodo," ungkap Shana.
"Jadi sudah jadi pemandangan umum komodo masuk ke pasar dan bersimbiosis dengan warga sekitar," lanjutnya.
Kawasan Taman Nasional Komodo
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menambahkan kalau ia pun sudah pernah mengunjungi Desa Komodo. "Saya juga pernah berkunjung ke Desa Komodo dan mereka disana memang sudah terbiasa dengan komodo," ucap Sandiaga Uno.
Desa Komodo sendiri merupakan satu-satunya desa di Pulau Komodo dan berada pada kawasan Taman Nasional Komodo. NTT Tidak banyak wisatawan yang tahu bahwa desa Komodo selain memiliki atraksi wisata alam juga memiliki atraksi wisata budaya.
Melansir laman resmi Jadesta Kemenparekraf, kekayaan wisata budaya merupakan kekuatan desa Komodo sebagai destinasi yang penting untuk dikunjungi jika berwisata di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Di desa ini satwa komodo hidup berdampingan dengan warga desa Komodo, bahkan mereka saling menjaga.
Ada pepatah bilang Anda belum berwisata ke Komodo jika belum menginjakkan kaki di desa Komodo. Hal ini karena desa komodo menyimpan banyak cerita tetang kehidupan manusia dan komodo sebagai binatang purba.
Advertisement
Budaya dan Tradisi Desa Komodo
Mitos manusia lahir kembar dengan satwa komodo merupakan cerita yang hudup di desa ini. Selain itu ada banyak atraksi seperti kolokamba, pencak silat, monitoring habitat komodo dan berbagai atraksi lain misalnya tari alugere, tari ora, ario dan drama inamateria, drama ora merupakan sebuah hal yang menjadi kekuatan wisata budaya Desa Komodo.
Jika wisatawan ingin melihat budaya dan tradisi masyarakat pulau Komodo, maka datanglah pada saat festival budaya (Komodo Culture Festival) karena pada acara tersebut seluruh kekayaan budaya dan tradisi masyarakat komodo ditampilkan.
Kegiatan ini diselengarakan pada awal November ini dengan kapasitas pengunjung yang dibatasi, sehingga jika wisatawan akan ikut harus mendaftar jauh-jauh hari melalui trevel agent yang ditunjuk panitia. Saat ini desa Komodo giat mempromosikan atraksi wisata budaya agar wisatawan mendapatkan nilai lebih jika berwisata di Kawasan Taman Nasional Komodo umumnya dan desa Komodo pada khususnya.
Satu hal yang pasti, saat mengunjungi habitat asli Komodo, meskipun masih di perkampungan penduduk, wisatawan harus didampingi pemandu atau ranger yang memahami lokasi dan tabiat sang satwa langka. Idealnya, setiap grup maksimal 10 orang, untuk 10 orang diperlukan 2 orang pemandu.
Warga Desa Komodo
Dikutip dari laman Wonderful Indonesia, Senin (31/7/2023), di Desa Komodo ditinggali puluhan pematung yang juga memahat patung Komodo dari kayu sebagai cendera mata atau pesanan dekorasi. Dulu, kayu yang biasa digunakan adalah kayu hitam sesuai warna asli Komodo.
Namun sekarang patung bisa juga dibuat dari kayu waru laut, jati, atau nara. Biasanya kayu dibeli dari luar pulau, karena seluruh Desa Komodo merupakan wilayah konservasi.
Mayoritas warga di desa Komodo beragama Islam, jadi tak jarang kita bertemu para ibu berbusana muslimah tengah berbelanja di warung atau sedang bercakap-cakap dari depan pintu rumah mereka.
Meski keindahan bukit dan keramahan penduduk membuat kita betah berlama-lama, jika tidak bermaksud menginap maka jangan lupa mematuhi aturan waktu yang diberikan nakhoda kapal, agar dapat kembali ke Labuan Bajo dengan nyaman. Pada sekitar bulan Februari-Maret misalnya, speed boat sudah biasanya harus meninggalkan pulau sebelum pukul 3 sore.
Advertisement