Liputan6.com, Moskow - Rusia mungkin terpaksa menggunakan senjata nuklir jika serangan balasan Ukraina berhasil. Demikian diungkapkan pejabat senior Rusia Dmitry Medvedev pada Minggu (30/7/2023).
"Bayangkan saja serangan itu … bersamaan dengan NATO, berhasil dan berakhir dengan sebagian tanah kami dirampas. Maka, kami harus menggunakan senjata nuklir berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Rusia," kata Medvedev yang merupakan wakil ketua Dewan Keamanan Rusia via Telegram, seperti dilansir CNN, Selasa (1/8). "Tidak akan ada solusi lain."
Advertisement
Medvedev, yang menjabat sebagai presiden Rusia dari tahun 2008 hingga 2012, telah mengeluarkan nada agresif selama invasi Rusia ke Ukraina. Dia berulang kali menyinggung momok konflik nuklir.
April lalu, dia memperingatkan ekspansi nuklir Rusia seandainya Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO. Helsinki bergabung dengan aliansi pertahanan tersebut akhir bulan itu, sementara jalan Stockholm untuk menjadi anggota NATO telah disetujui awal bulan ini setelah Turki membatalkan keberatannya.
Pada Januari, ketika negara-negara anggota NATO memperdebatkan pengiriman senjata baru ke Ukraina, Medvedev juga menyatakan bahwa kekalahan Rusia dalam perang dapat menyebabkan konflik nuklir.
"Kalahnya kekuatan nuklir dalam perang konvensional dapat memicu pecahnya perang nuklir," tulis Medvedev di Telegram pada Januari. "Kekuatan nuklir tidak kalah dalam konflik besar yang menjadi sandaran nasib mereka."
"Ini harus jelas bagi siapa pun. Bahkan kepada politikus Barat yang setidaknya memiliki sedikit kecerdasan."
Pernyataan Medvedev pada Minggu dinilai meningkatkan kemungkinan bahwa Rusia berpotensi kalah perang.
Retorika Nuklir
Amerika Serikat (AS) sebelumnya telah memperingatkan Rusia agar tidak menggunakan senjata nuklir di Ukraina, baik melalui komunikasi pribadi langsung maupun saluran publik, termasuk di Majelis Umum PBB tahun lalu.
Sementara itu, bulan lalu, Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia telah memindahkan gelombang pertama senjata nuklir taktis ke Belarus. Dia mengklaim bahwa senjata itu ditempatkan di sana untuk "pencegahan".
Berbicara di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Putin menyatakan bahwa sisa senjata nuklir taktis Rusia yang ingin dipindahkan ke Belarus akan ditransfer pada akhir Musim Panas atau akhir tahun.
Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) mengungkapkan, tidak ada alasan untuk meragukan klaim Putin bahwa senjata nuklir ada di Belarus. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller menuturkan pada saat itu bahwa AS belum melihat alasan untuk menyesuaikan postur nuklir atau indikasi apapun bahwa Rusia sedang bersiap menggunakan senjata nuklir.
Advertisement