Liputan6.com, Jakarta- Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus International Mobile Equipment Identity (IMEI) Ilegal pada pekan lalu. Dalam kasus ini terdapat oknum yang pengunggahan IMEI ilegal ke dalam sistem CIER Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berjumlah 191.965 buah.
Menanggapi kasus tersebut Kemenperin akan melakukan cek manual terhadap IMEI untuk melihat ada IMEI yang disusupkan secara ilegal atau tidak.
Advertisement
“Sekarang kita cek satu-satu IMEI yang kita usulkan itu, sudah ada belum di dalam IMEI yang sekarang beredar. Terus, yang mengusulkan itu siapa ? Bahkan agak sedikit jadul (jaman dulu) ya, kita lihat secara manual, satu-satu kita lihat, cek satu-satu IMEI yang kita usulkan, ada IMEI yang menyusup atau tidak,” kata Juru Bicara (Jubir) Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dikutip dari Antara, Selasa (1/8/2023).
Meski akan cukup berat, pengecekan satu per satu menjadi jalan yang harus ditempuh untuk bisa mengidentifikasi pendaftaran ilegal IMEI.
Febri juga mengingatkan masyarakat untuk selalu membeli ponsel di tempat resmi dan menghindari membeli ponsel di pasar gelap (black market) meski harganya jauh lebih murah.
Ia juga meminta masyarakat selalu waspada dan tidak tergiur ponsel tertentu di bawah harga pasaran.
“Maka harus hati-hati beli produk manufaktur. Manufaktur kan ada standar dan ada harga. Untuk masyarakat, hati-hatilah beli handphone, cek IMEI-nya. Dan kalau bisa beli di jalur resmi. Kalau misalnya ada handphone yang harganya murah banget gitu, untuk sekelas misalnya handphone tertentu, ya aneh saja kan,” katanya.
4 Cara Registrasi IMEI
Pendaftaran IMEI ke sistem pengelolaan Central Equipment Identity Register (CEIR) dikelola oleh empat institusi, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serta operator seluler.
Adapun registrasi IMEI bisa dilakukan lewat empat cara, yaitu melalui operator seluler di mana bisa digunakan untuk setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan berlaku selama 90 hari.
Kemudian, melalui Kominfo, di mana cara ini hanya bisa diakses oleh tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan.
Selanjutnya, melalui Bea dan Cukai, cara ini untuk masyarakat umum yakni melalui pembelian ponsel dari luar negeri yang masuk ke pelabuhan atau masuk ke bandara bisa didaftarkan lewat Bea Cukai.
Dan, terakhir melalui Kemenperin, khusus bagi para pengusaha yang memproduksi ponsel ataupun melakukan importasi ponsel.
“Jadi, sepertinya ada yang mengakses akun kami. Kami kan punya akun untuk mengusulkan nomor IMEI itu. Ya, didugalah dia (oknum) memasukkan nomor-nomor IMEI ilegal itu. Nah, itu caranya. Jadi, makanya namanya itu perbuatannya itu, mengakses akses IMEI secara ilegal. Makanya yang dipakai undang-undang ITE, bukan undang-undang tindak pidana korupsi,” ungkap Febri.
Advertisement
Shutdown Ponsel
Lebih lanjut, Febri pun menyambut rencana Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menonaktifkan atau shutdown ponsel atas kasus pelanggaran aturan IMEI yang melibatkan pegawai di Kemenperin. Namun, ia mengaku belum berkoordinasi lebih lanjut dengan kepolisian.
Ia juga menyebut sejatinya Kemenperin pernah melayangkan surat ke pengelola CEIR untuk menonaktifkan IMEI-IMEI yang diduga ilegal.
“Kami sudah pernah mengirim surat ke pengelola CEIR untuk menonaktifkan IMEI-IMEI yang diduga ilegal itu. Kalau Bareskrim mau mengirimkan itu berdasarkan proses hukum, itu akan lebih bagus. Nah, sekarang siapa yang punya otoritas menekan tombol on-off di IMEI itu? Nah, itu ada di pengelola CEIR sama operator seluler,” kata Febri.