Sri Mulyani Waspada, Ada Masalah Dunia Mengancam Sistem Keuangan Indonesia

Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 01 Agu 2023, 17:45 WIB
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

Sri Mulyani mengatakan, ancaman pertama yaitu ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi. Dimana Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,0 persen yoy di 2023, sedikit lebih baik dari proyeksi April 2023 (2,8 persen yoy).

Pertumbuhan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara maju di Eropa diperkirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap sama.

"Namun risiko tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti negara tersebut harus terus diwaspadai," ujarnya.

Ancaman selanjutnya yaitu tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat.

KSSK memperkirakan hal itu akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).

Maka perkembangan tersebut menyebabkan aliran modal ke negara berkembang akan lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global," ujarnya.

Kendati demikian, kata Sri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik. Perekonomian triwulan II 2023 diperkirakan masih tumbuh kuat, ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan tren ekspansif aktivitas manufaktur sebagaimana ditunjukkan oleh PMI Manufaktur yang meningkat ke level 53,3 pada Juli 2023, lebih tinggi dibandingkan Juni 2023 sebesar 52,5.

"Konsumsi rumah tangga meningkat didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara," ujarnya.

 


Indeks Keyakinan Konsumen

Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di antara negara G20. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perkembangan tersebut juga disertai Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan Ritel yang masih terus bertumbuh. Meskipun investasi bangunan masih relatif tertahan, namun investasi non bangunan masih terindikasi ekspansif.

"Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor yang positif dan berlanjutnya hilirisasi. Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Informasi dan Komunikasi," jelasnya.

Sementara secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan wilayah Kalimantan dan Jawa yang masih kuat sejalan dengan terjaganya permintaan domestik. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 5,0-5,3 persen.


Inflasi 46 Kota di Atas Angka Nasional, Harga Kontrakan Jadi Salah Satu Penyebabnya

"Menurut komponennya, Inflasi tahunan sebesar 3,08 persen dominan disumbang oleh komponen inti," kata Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/8/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juli 2023 masih terdapat 77 kota di Indonesia yang mengalami inflasi, 46 kota diantaranya mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi rata-rata nasional 3,08 persen (YoY).

"Dari 77 kota tersebut sebanyak 46 kota mengalami inflasi di atas inflasi nasional dan 31 kota lainnya di bawah nasional, sedangkan 13 kota lainnya mengalami deflasi," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Adapun BPS mencatat, inflasi secara tahunan atau year on year (YoY) sebesar 3,08 persen didominasi oleh komoditas komponen inti.

"Menurut komponennya, Inflasi tahunan sebesar 3,08 persen dominan disumbang oleh komponen inti," katanya.

Menurutnya, tiga komponen menunjukkan tren penurunan sejak Maret 2023. Tiga komponen tersebut diantaranya, komponen inti, komponen Harga Diatur Pemerintah, dan komponen harga Bergejolak.

Lebih lanjut, Pudji merinci, untuk komponen inti mengalami inflasi tahunan sebesar 2,43 persen. Komponen inti ini memberikan andil terbesar terhadap inflasi tahunan yaitu sebesar 1,57 persen.

Komoditas dominan yang memberikan andil inflasi diantaranya, tarif kontrak rumah, sewa rumah, emas perhiasan, biaya perguruan tinggi, upah asisten rumah tangga, dan biaya sekolah SD.

Untuk komponen harga yang diatur Pemerintah mengalami inflasi tahunan sebesar 8,42 persen. Komponen ini memberikan andil sebesar 1,51 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi selama setahun terakhir adalah bensin, rokok kretek filter, tarif angkutan dalam kota, bahan bakar rumah tangga, rokok putih, tarif angkutan antar kota, rokok kretek, dan solar.

Selanjutnya, untuk komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 0,03 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi selama setahun terakhir adalah cabai merah, bawang merah, cabai rawit, dan minyak goreng.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya