Impor Sapi Australia Ditunda Gara-Gara Terdeteksi Penyakit LSD

Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) telah menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia, pasca terdeteksi secara klinis penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) pada hewan tersebut.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 01 Agu 2023, 19:40 WIB
Credit: Meat and Livestock Australia (MLA)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) telah menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia, pasca terdeteksi secara klinis penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) pada hewan tersebut.

“Penangguhan ini dilakukan sampai dengan hasil investigasi temuan penyakit LSD lebih lanjut. Ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan atau premises dari total 60 yang terdaftar,” kata Kepala Barantan Bambang di Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Secara kronologis, Bambang menjelaskan, pihaknya telah melakukan tindakan sesuai dengan standar prosedur impor komoditas pertanian, yakni hewan yang masuk ke wilayah NKRI akan dilakukan tindakan karantina guna memastikan kesehatan dan keamanan.

Temuan penyakit LSD pada sapi impor setelah dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan dokumen dan fisik sapi impor diatas alat angkut. Pemeriksaan di atas kapal oleh petugas Karantina Pertanian Tanjung Priok, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 25 Mei-26 Juli 2023.

Kemudian, petugas memberikan tanda khusus pada sapi-sapi impor yang menunjukkan gejala klinis untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel sesaat setelah bongkar dari alat angkut.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, positif terdeteksi LSD dan langsung dilakukan tindakan berupa pemotongan bersyarat yang diawasi oleh Dokter Hewan Karantina.

"Kami dapati temuan gejala klinis LSD pada sapi impor terus bertambah, karena itu kami putuskan untuk menangguhkan importasi dari empat fasilitas tersebut," imbuh Bambang.

Bambang menyampaikan, penyakit LSD tidak bersifat zoonosis atau menular kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, antara lain nyamuk, lalat dan caplak.

Penyakit ini menyerang sapi dan kerbau. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan dari awal infeksi sampai munculnya gejala klinis) penyakit LSD secara alamiah cukup lama, bahkan dapat mencapai lima pekan.

 


Tak Muncul Tiba-Tiba

Ilustrasi hewan ternak, sapi. (Photo created by wirestock on www.freepik.com)

Sehingga, penyakit tidak mungkin muncul secara tiba-tiba dalam waktu singkat 1-3 hari. Virus dapat bertahan di keropeng selama 33 hari, dan pada leleran mulut dan hidung selama 28 hari.

"Pada saat itu pula serangga berperan menularkan dari satu hewan ke hewan lainnya. Pencegahan dapat dilakukan dengan biosekuriti dengan desinfeksi dan desisektisasi yang ketat, serta vaksinasi," terang Bambang.

Saat ini, pemerintah terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Australia melalui Department Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF), untuk menginvestigasi terhadap temuan LSD pada empat peternakan/premises yang ditangguhkan.

Dari data sistem otomasi Barantan, IQFAST tercatat dari Pelabuhan Laut Belawan, Tanjung Priok, Lampung, Cilacap dan Bandar Udara Soekarno Hatta, jumlah sapi impor asal Australia di tahun 2022 berjumlah 303.867 ekor dan 153.384 ekor untuk periode 1 Januari-31 Juli 2023.

"Selaku otoritas karantina pertanian negara, Barantan memastikan sapi dan komoditas pertanian lainnya yang masuk ke tanah air harus dalam kondisi sehat dan aman," pungkas Bambang.


Pengusaha Warteg Ogah Beli Daging Kerbau Impor: Lebih Murah Tetelan

Jumlah permintaan daging sapi di wilayah Gunungkidul mulai mengalami penurunan menyusul merebaknya penyakit Antraks.

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menilai, daging kerbau impor beku asal India yang kini dijual Rp 85.000 per kg di pasar ritel masih terlalu mahal untuk dijual di warteg.

Menurut dia, pengusaha warteg masih memilih jual menu olahan tetelan daging sapi yang harganya lebih murah dua kali lipat dibanding daging kerbau impor.

Meskipun daging kerbau impor tersebut dijamin halal dan dijanjikan empuk, tapi Mukroni menilai, pelanggan warteg masih lebih memilih daging tetelan yang harganya ramah di kantong.

"Masih mahal (daging kerbau impor beku), belum masuk, paling daging tetelan yang masih murah. Daging tetelan di harga Rp 30-40 ribu, sama dengan harga ayam," ujar Mukroni kepada Liputan6.com, Jumat (14/4/2023).

Di sisi lain, ia menambahkan, menu olahan daging sapi sejauh ini sudah jarang dihidangkan di warteg. Pelanggan juga cenderung lebih suka menu-menu murah andalan kios nasi, semisal telur ayam atau tempe tahu.

"Warteg sedikit yang jual daging. Pelanggan warteg biasanya (beli) daging yang tetelan yang murah. Semenjak pandemi peminat daging kurang, mungkin mahal dan daya beli belum mampu," ungkapnya.

"Mereka (pelanggan) paling ke ayam, ikan, dan yang murah telur terus turun ke tempe dan tahu," kata Mukroni.


Bulog Jual Daging Kerbau Impor Rp 90 Ribu per Kg

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti ketika mengecek daging sapi beku yang baru tiba di Gudang Bulog, Jakarta Utara, Kamis (9/6). Perum Bulog hari ini menerima kedatangan daging sapi beku sebanyak 300 ton asal Australia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Perum Bulog akan menjual daging kerbau impor dari India dengan harga Rp 85.000 hingga Rp 90.000 per kilogram.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas), mengatakan pihaknya akan mendistribusikan daging kerbau impor ke pasar dan ritel-ritel modern. 

"Dijualnya ke konsumen itu Rp 85 ribu sampai Rp 90 ribu per kg. Nanti ada di ritel-ritel modern di freezer ini sudah tertera harganya. Jadi tidak bisa lebih dari itu, ini ada kemasan 1 kg, itu mempermudah konsumen untuk membeli," kata Budi Waseso (Buwas) dalam monitoring pembongkaran daging kerbau impor beku, di Tanjung Priok, Rabu (12/4/2023).

Buwas mengungkapkan, daging kerbau dari India berhasil diimpor ke Indonesia sebanyak 18 ribu ton.

"Jadi ini 18 ribu ton datang untuk kepentingan puasa lebaran. Disiapkan alternatif selain sapi. Ini dari India, daging kerbau," ujarnya.

Lebih lanjut Buwas menjelaskan, sebenarnya Pemerintah menargetkan alokasi kebutuhan daging kerbau impor adalah 100 ribu ton. Namun, untuk saat ini baru mampu mendatangkan 18 ribu ton daging kerbau impor.

Padahal, kata Buwas, targetnya 20 ribu ton daging kerbau yang datang hari ini. Tapi dari India hanya sanggup 18 ribu ton saja. 

Infografis Sapi 1 Ton Kurban Presiden

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya