Ada Kelompok Masyarakat yang Menjembatani Orang Kaya dan Menengah, Apa Itu?

Hasil temuan pada kelompok masyarakat baru di kawasan Asia Tenggara atau negara ASEAN yang dikenal sebagai emerging affluent, atau individu yang menjembatani kesenjangan antara orang kaya dan kelas menengah.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Agu 2023, 20:00 WIB
Aktivitas pekerja saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan bakal mendukung pemerintah pusat jika hendak mencabut satus pandemi Covid-19 menjadi endemi dan akan menyesuaikan program-program penunjang kebijakan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Institusi di bawah naungan perusahaan periklanan asal Jepang Hakuhodo Inc Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) meluncurkan hasil temuan dari riset terbarunya bertajuk Emerging Affluent: Discovering the Invisible Class in ASEAN pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Studi riset ini menyoroti temuan pada kelompok masyarakat baru di kawasan Asia Tenggara atau negara ASEAN yang dikenal sebagai emerging affluent, atau individu yang menjembatani kesenjangan antara orang kaya dan kelas menengah.

"Istilah Emerging Affluent kami pakai untuk menyebut segmen masyarakat kelas atas di studi ini. Lebih jauh, penelitian kami terkait sei-katsu-sha ASEAN mengungkap cerita menarik, di mana individu di negara ASEAN yang masuk dalam segmen tersebut memiliki tekad dan dorongan yang kuat demi meningkatkan pendapatan dan status sosial ekonomi mereka. Meski tiap individu dalam kelompok in berbeda satu sama lain dalam hal gaya hidup, perilaku konsumsi, preferensi terhadap merek, serta nilai yang dipercaya, namun para individu yang rendah hati ini sangat bersemangat untuk mencapai stabilitas dalam hidup," kata Director of Hakuhodo International Indonesia & Institute Director HILL ASEAN, Devi Attamimi dalam pernyataannya, Selasa (1/8/2023).

"Temuan dari riset ini juga diharapkan dapat membantu perusahaan dan brand untuk menemukan target kelompok masyarakat baru dalam mempromosikan usaha mereka," tambah Devi.

Tentang sei-katsu-sha

Sebagai informasi, sei-katsu-sha merupakan filosofi untuk memandang konsumen dalam perspektif 360 derajat; yaitu lebih dari sekedar pembeli yang melakukan fungsi ekonomi, namun sebagai individu secara holistik yang memiliki gaya hidup, mimpi dan aspirasi berbeda-beda serta menikmati hidup saat ini.

 


Riset 6 Negara

Ilustrasi Kerja Kantoran (sumber: pixabay)

HILL ASEAN melakukan risetnya di enam negara ASEAN, yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura dengan metode survei kualitatif dan Kuantitatif.

Riset ini menganalisis lebih dalam terkait sikap dan perilaku masyarakat yang masuk dalam segmen emerging affluent atau kelas atas.

HILL ASEAN berharap, hasil risetnya dapat menjadi indikator berbasis fakta yang menciptakan perspektif baru dalam membantu strategi pemasaran dari produk-produk konsumen di negara ASEAN.

"Sebagai pemimpin industri, Hakuhodo sangat sadar pentingnya mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi produk - yang tidak sebatas pada pencanangan slogan tanpa disertai tindakan. Kami akan terus mendukung aktivitas pemasaran perusahaan di ASEAN, khususnya di Indonesia melalui riset berkelanjutan mengenai sikap dan perilaku konsumen ASEAN," tutur Ketua Hakuhodo International Indonesia, Irfan Ramli.

 


Hasil Temuan

Ilustrasi ngobrol, kerja di kantor, tertawa. (Photo by Brooke Cagle on Unsplash)

HILL ASEAN dalam studinya mengungkapkan, kelompok Emerging Affluent di ASEAN memiliki karakter tersendiri dalam hal latar belakang, sikap terhadap kehidupan, perilaku konsumen, hingga pendekatan terhadap media.

Hasil studi institusi itu menunjukkan, Emerging Affluent memiliki motif kuat untuk menjadi individu yang lebih sejahtera, dengan tekad dan dorongan untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Mereka percaya pada konsep bahwa upaya bukanlah satu-satunya hal yang menentukan namun selalu ada yang membantu dari berbagai sumber, termasuk pertolongan Tuhan dan kuasa semesta (an invisible hand), hingga mereka bisa mencapai status kehidupan saat ini. Perspektif ini membuat mereka tetap realistis dan rendah hati.

Sementara itu, dalam sikap terhadap kehidupan, emerging affluent memiliki strategis dalam berpikir dan berperilaku, serta memiliki rencana hidup yang realistis secara jangka panjang.

Selain itu, mereka juga berusaha mencari stabilitas dan membangun aset kehidupan secara horizontal. Memilih sikap sebagai "runner-up" untuk mengurangi tekanan tuntutan terhadap diri sendiri dan sebaliknya memaksimalkan potensi terbaik sesuai kecepatan dan kemampuan diri sendiri.

Terkait berperilaku sebagai konsumen, mereka juga tidak melulu mengambil keputusan belanja berdasarkan citra merek, dan lebih memprioritaskan manfaat fungsionalnya.

Uniknya, mereka juga bijak dalam menggunakan merek tertentu sebagai sebagai paspor sosial untuk membantu memperkuat status dan kepercayaan orang lain terhadap diri mereka.

Dalam pendekatan terhadap media, emerging affluent juga terampil dalam mengumpulkan informasi - khususnya yang terkait dengan keuangan - dan membaginya dengan orang lain.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya