Usai Gelombang Panas, Beijing Dilanda Hujan dan Banjir Besar

Cuaca ekstrem di Beijing mulai dari gelombang panas hingga banjir besar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Agu 2023, 19:40 WIB
Banjir di daerah lain di China utara yang jarang mengalami hujan dalam jumlah besar telah menyebabkan sejumlah kematian. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Beijing - Pada awal Juli lalu, Beijing tercatat mengalami gelombang panas. Cuaca panas di wilayah Beijing dilaporkan mencapai 35 derajat celcius.

Media pemerintah China Global Times, suhu di Beijing bahkan mencapai 40 derajat celcius di akhir Juni lalu. Akibat gelombang panas tersebut, suhu panas di Beijing mencapai yang tertinggi sejak pencatatan suhu dimulai ada 1961. 

Kepala iklim di Administrasi Meteorologi China (CMA) Zhou Bing menyebut cuaca ekstrem di China masih terkait El Nino. Wilayah selatan China akan banjir dan utara kekeringan. 

Namun, wilayah Beijing di utara ternyata juga kebanjiran. 

Banjir Beijing

Berdasarkan laporan Channel News Asia, Rabu (2/8/2023), layanan Meteorologi Beijing menyebut hujan di Beijing adalah yang terbesar dalam 140 tahun terakhir. Hujan deras mulai terjadi di wilayah ibu kota China pada Sabtu lalu.

Media pemerintah China menyebut 130 juta orang bakal terdampak oleh curah hujan ekstrem di utara China.

974.400 orang dilaporkan sudah dievakuasi di wilayah ibu kota dan provinsi Hebei yang berdekatan dengan Beijing.

Pada laporan Selasa siang waktu setempat, Global Times menyebut setidaknya ada 20 orang yang meninggal di Beijing dan sekitarnya akibat hujan besar yang terjadi.

Empat orang meninggal di Mentougou dan dua lainnya di Fangshan. Dua distrik itu disebut terdampak parah. Distrik Changping dan Haidian masing-masing mencatat empat dan satu orang meninggal.

Sembilan orang lain yang meninggal berasal dari provinsi Hebei. 

Setidaknya ada 19 orang yang dinyatakan hilang hingga Selasa kemarin. Xinhua melaporkan bahwa Presiden China Xi Jinping memerintahkan agar tim penyelamat melakukan pencarian all-out untuk menemukan para korban banjir.

Hingga Selasa kemarin pihak Kemlu RI menyebut tidak ada korban jiwa dari WNI. 

Media pemerintah China melaporkan beberapa orang tewas dan lainnya hilang di tengah banjir di pegunungan sekitar ibu kota Beijing. (AP Photo/Ng Han Guan)

Air berlumpur menghanyutkan mobil-mobil di Distrik Mentougou di tepi barat Beijing.

"Mobil-mobil yang diparkir di jalan hanyut dan tersapu," ungkap warga bernama Liu Shuanbao seperti dilansir AP, Rabu (2/8). "Beberapa mobil yang diparkir di belakang gedung apartemen saya menghilang hanya dalam satu menit."

Pada Selasa, pekerja darurat menggunakan buldoser untuk membersihkan jalan-jalan berlumpur.

"Baik pejabat maupun orang biasa tidak menyangka hujan akan begitu deras," ujar warga Mentougou lainnya, Wu Changpo. "Ada banyak tanah longsor dan desa-desa terendam. Saya berulang kali menangis melihat berbagai laporan."

Presiden Xi Jinping telah mengeluarkan perintah bagi pemerintah daerah untuk maksimal menyelamatkan mereka yang terjebak dan meminimalkan korban jiwa serta kerusakan harta benda.

Banjir paling mematikan dan merusak di China dalam sejarah modern terjadi pada tahun 1998, ketika 4.150 orang meninggal, sebagian besar di sepanjang Sungai Yangtze.

Pada tahun 2021, lebih dari 300 orang tewas akibat banjir di Provinsi Henan. Rekor curah hujan menggenangi ibu kota provinsi Zhengzhou pada 20 Juli tahun itu, mengubah jalan menjadi sungai yang deras dan membanjiri setidaknya sebagian dari jalur kereta bawah tanah.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya