Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menangguhkan impor sapi dari Australia pasca terdeteksi penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) secara klinis pada sapi. Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) pun meminta pemerintah melakukan antisipasi.
Permintaan dari pra pengusaha ini karna Australia merupakan salah satu andalan pemasok daging sapi utama bagi Indonesia, termasuk untuk kebutuhan industri.
Advertisement
“Memang (penangguhan) itu untuk kesehatan hewan, saya sangat setuju. Jadi kita harus hati-hati ya, karena kalau tidak, akan menyebar cukup cepat sekali virusnya. Cuma, memang kita harus antisipasi kekurangannya mau dari mana karena sekarang kan Australia termasuk andalan untuk industri berbasis daging sapi,” kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman ditemui dikutip dari Antara, Rabu (2/8/2023).
Adhi menyebut Australia menjadi salah satu andalan utama pemasok daging bagi Indonesia selain India. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah turun tangan untuk mengantisipasi jika terjadi kekurangan pasokan daging di dalam negeri.
“Karena terus terang untuk lokal masih berat untuk pemenuhan di industri khususnya. Juga dari sisi harga,” imbuhnya.
Adhi juga menuturkan upaya antisipasi juga perlu dilakukan lantaran saat ini kawasan ASEAN sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) sehingga produk-produk berbasis daging kini bebas bea masuk nol persen.
Ia mengkhawatirkan, jika Indonesia kekurangan pasokan daging, maka industri berbasis daging seperti bakso, sosis dan corned beef, akan kehilangan daya saingnya di pasar ASEAN.
“Sementara kalau kita tidak antisipasi ini, kita akan kalah dengan negara-negara tersebut. Makanya kita harus lebih banyak memperluas pasokan daging dari mancanegara. Tapi, saya setuju memang kita harus hati-hati dengan penyakit (hewan),” katanya.
Impor Sapi Australia Ditunda Gara-Gara Terdeteksi Penyakit LSD
Sebelumnya, Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) telah menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia, pasca terdeteksi secara klinis penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) pada hewan tersebut.
“Penangguhan ini dilakukan sampai dengan hasil investigasi temuan penyakit LSD lebih lanjut. Ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan atau premises dari total 60 yang terdaftar,” kata Kepala Barantan Bambang di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Secara kronologis, Bambang menjelaskan, pihaknya telah melakukan tindakan sesuai dengan standar prosedur impor komoditas pertanian, yakni hewan yang masuk ke wilayah NKRI akan dilakukan tindakan karantina guna memastikan kesehatan dan keamanan.
Temuan penyakit LSD pada sapi impor setelah dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan dokumen dan fisik sapi impor diatas alat angkut. Pemeriksaan di atas kapal oleh petugas Karantina Pertanian Tanjung Priok, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 25 Mei-26 Juli 2023.
Kemudian, petugas memberikan tanda khusus pada sapi-sapi impor yang menunjukkan gejala klinis untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel sesaat setelah bongkar dari alat angkut.
Advertisement
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, positif terdeteksi LSD dan langsung dilakukan tindakan berupa pemotongan bersyarat yang diawasi oleh Dokter Hewan Karantina.
"Kami dapati temuan gejala klinis LSD pada sapi impor terus bertambah, karena itu kami putuskan untuk menangguhkan importasi dari empat fasilitas tersebut," imbuh Bambang.
Bambang menyampaikan, penyakit LSD tidak bersifat zoonosis atau menular kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, antara lain nyamuk, lalat dan caplak.
Penyakit ini menyerang sapi dan kerbau. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan dari awal infeksi sampai munculnya gejala klinis) penyakit LSD secara alamiah cukup lama, bahkan dapat mencapai lima pekan.