Terkait Polemik Kepala Basarnas, Alexander Marwata Dilaporkan ke Dewas KPK

Pelaporan Pimpinan KPK Alexander Marwata itu dilakukan buntut polemik dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 02 Agu 2023, 16:59 WIB
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Rabu (2/8/2023). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pelaporan dilakukan buntut polemik dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.

"Pak Alexander Marwata telah melakukan tindakan di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Masda HA (Henri Alfiandi), walaupun dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI, tetapi apapun tindakan yang dilakukan oleh Pak Alexander Marwata kami anggap telah melanggar kode etik yang berlaku di KPK," ujar Kurniawa Adi, kuasa hukum MAKI usai membuat laporan di Gedung ACLC KPK, Selasa (2/8/2023).

Adi menyebut, salah satu tindakan di luar prosedur yang dilakukan oleh Alexander Marwata yakni lantaran dalam mengumumkan Henri Alfiandi sebagai tersangka tanpa adanya surat perintah penyidikan (sprindik) terlebih dahulu.

"Seharusnya apalagi kemudian diketemukan pada saat penetapan tersangka itu, pengumuman tersangka itu belum ada sprindik. Jadi seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka itu apabila tahap penanganan perkara sudah tahap penyidikan, tidak bisa dilakukan tanpa adanya sprindik itu, karena itu melanggar hak asasi manusia," kata dia.

Pelanggaran lain yang diduga dilakukan Alexander Marwata, menurut Adi, yakni tak adanya koordinasi yang baik dengan Puspom TNI dalam menangani kasus ini. Menurut Adi, seharusnya sejak awal KPK membuat tim koneksitas dengan Puspom TNI saat mengetahui adanya prajurit TNI aktif yang terlibat.

"Kemudian kedua, kita melihat bahwa seharusnya KPK berkoordinasi dan membentuk tim koneksitas sebelum Marsda HA (Henri Alfiandi) ditetapkan sebagai tersangka. Itu poin utama yang kami laporkan ke Dewas terhadap bapak Alexander Marwata," kata dia.

 


5 Tersangka 3 Sprindik

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut status Kepala Basarnas Henri Alfandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) tetap tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI.

Alex mengatakan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup keterlibatan Henri dan Afri dalam kasus ini. Namun KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas dua prajurit TNI aktif itu. Sprindik hanya diterbitkan untuk tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.

"Pada saat pengumuman tersebut saya bilang sprindiknya tiga, tapi kenapa tersangka yang ditetapkan itu lima? Ya saya katakan bahwa sebagaimana KUHAP, apa sih yang dimaksud tersangka, kan itu pihak yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan kecukupan alat bukti," ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2023).

"Nah kami sampaikan, apakah dari pihak TNI, dalam hal ini, ABC dan HA cukup alat bukti? cukup, dan itu disampaikan pada saat ekspose. Jadi secara substansi, secara materiil, yang bersangkutan, HA dan ABC itu sudah cukup ditetapkan sebagai tersangka," Alex menambahkan.

Diketahui dalam kasus ini KPK menetapkan lima tersangka. Selain Henri dan Afri, KPK juga menjerat tiga pihak swasta, yakni Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.

Alex mengatakan, pihaknya hanya menerbitkan tiga sprindik atas nama tiga pihak swasta tersebut. Sementara untuk Henri dan Afri, KPK menyerahkan penanganannya kepada puspom TNI. Henri dan Afri diumumkan KPK sebagai tersangka lantaran dalam pidana suap ada pihak penerima dan pemberi. Pihak penerima dalam kasus ini yakni Henri dan Afri.

"Kenapa tidak kita terbitkan sprindik, karena sebagaimana teman-teman ketahui kedua orang tersebut masih sebagai anggota TNI aktif. Nah sejauh ini, selama ini, ketika pelaku tindak pidananya itu masih berstatus sebagai anggota TNI aktif, maka penanganan perkaranya dilakukan oleh Puspom TNI," kata Alex.

"Itulah kami yang koordinasikan dengan pihak Puspom TNI," Alex menandaskan.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021 sampai 2023.

Penetapan tersangka diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Rabu (26/7/2023) malam. Ada lima orang yang menyandang status sebagai tersangka. Salah satunya HA (Henri Alfiandi).

"HA (Henri Alfiandi) Kabasarnas RI periode 2021- 2023," kata Alexander.

Sementara itu, empat tersangka lainnya yakni Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Roni Aidil selaku Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, dan Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas RI.

 


Awal Mula Kasus

Pengungkapan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan pada Selasa 25 Juli 2023 sekitar jam 14.00 WIB di jalan raya Mabes Hankam Cilangkap, Jakarta Timur dan di Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi. Dalam OTT, KPK amankan 11 orang dan menyita goodie bag berisi uang Rp999,7 Juta.

Berdasarkan penyelidikan, KPK kemudian menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Henri diduga menerima suap melalui Afri selama dua tahun mencapai Rp88,3 miliar.

"Menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka," ujar dia.

Pengungkapan kasus ini menuai polemik lantaran menjerat dua prajurit TNI aktif. Puspom TNI menilai apa yang dilakukan KPK tak sesuai prosedur. Sementara KPK menyebut dalam eskpose atau gelar perkara sebelum menetapkan dua prajurit TNI ini juga dihadiri Puspom TNI.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya