Liputan6.com, Jakarta - India memutuskan berhenti ekspor beras mulai 20 Juli 2023. Langkah India itu mendorong Perum Bulog menyasar tiga negara tujuan impor beras untuk memenuhi stok nasional.
Demikian disampaikan Direktur Perum Bulog Budi Waseso saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, (2/8/2023) dikutip dari Antara. "Vietnam, Thailand, dengan ada kemungkinan nanti dari negara Pakistan yang masih belum menutup (ekspor) ya,” ujar Budi.
Advertisement
Budi Waseso menuturkan, keputusan India setop ekspor beras untuk ketahanan pangan dalam negeri tidak berpengaruh pada stok beras yang dikelola Bulog. Buwas sapaan akrabnya meyakini, kalau stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang sekarang mencapai sekitar 1,3 juta ton masih mencukupi.
Selain itu, Bulog juga masih melakukan penyerapan beras dalam negeri yang ditargetkan mencapai 2,4 juta ton hingga akhir 2023.
Bulog menargetkan paling lambat untuk pengadaan beras melalui impor sudah masuk pada 4 Desember 2023. Pemerintah alokasikan kuota impor beras sebanyak 2 juta ton kepada Perum Bulog. Sebanyak 500.000 ton di antaranya sudah direalisasikan hingga Mei 2023.
“Kita masih menyerap di dalam (negeri), sama nanti kita ada mau mendatangkan lagi untuk stok. Jadi kalau kita datangkan impor, stoknya ini sampai yang kuotanya 2 juta itu, kita punya stok akhir itu 2,3 juta ton,” tutur dia.
Adapun opsi importasi beras dilakukan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan akibat fenomena cuaca El Nino.
Kementerian Pertahanan (Kementan) pun telah membentuk gugus tugas dalam hadapi El Nino yang bakal terjadi sekitar Juni dan semakin intens pada Agustus 2023.
IMF Sebut Larangan Ekspor Beras India Berpeluang Picu Volatilitas Harga Pangan
Sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional mengatakan akan “mendorong” India untuk hapus pembatasan ekspor beras kategori tertentu. Hal ini seiring langkah India larang ekspor untuk kategori beras tertentu akan berdampak pada inflasi global.
Dikutip dari theindianexpress.com, Jumat (28/7/2023), Pemerintah India pada 20 Juli 2023 telah melarang ekspor beras putih non-basmati untuk meningkatkan pasokan domestic dan menjaga harga eceran tetap terkendali selama musim perayaan mendatang.
Beras jenis ini merupakan sekitar 25 persen dari total beras yang diekspor dari India. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pangan India menyebutkan tidak akan ada perubahan dalam kebijakan ekspor beras non-basmati setengah matang dan beras basmati yang merupakan bagian terbesar dari ekspor.
Dengan lingkungan saat ini, jenis pembatasan ini cenderung memperburuk volatilitas harga pangan di seluruh dunia. Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas menuturkan, mereka juga dapat mengarah pada tindakan pembalasan.
“Jadi, itu pasti sesuatu yang akan kami dorong penghapusan jenis pembatasan ekspor ini, karena bisa berbahaya secara global,” tutur dia.
Adapun total ekspor beras putih non-basmati dari India mencapai USD 4,2 juta pada 2022-2023 dibandingkan USD 2,62 juta pada tahun sebelumnya. Tujuan utama ekspor beras putih non-basmati India meliputi Amerika Serikat, Thailand, Italia, Spanyol dan Sri Lanka.
Untuk memastikan ketersediaan beras putih non-basmati yang cukup di pasar dalam negeri dan untuk menahan kenaikan harga di dalam negeri, pemerintah telah mengubah kebijakan ekspor dari bebas bea keluar 20 persen menjadi dilarang dengan segera.
Advertisement
IMF Nilai Langkah India Berlawanan dengan Arah Menurunkan Inflasi
Sementara itu, Daniel Leigh, Division Chief, IMF Research Department menuturkan, konteksnya jelas penurunan inflasi di dunia. “Itu penting karena memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter dan tidak mulai menaikkan suku bunga, yang berarti mata uang bergerak,” ujar dia.
Ia melihat sebagai kepentingan komunitas global secara keseluruhan untuk menjaga agar tren inflasi makanan dan energi tetap rendah. Dengan demikian, larangan ekspor beras sebaiknya tidak dilakukan.
“Sekarang tantangannya adalah jika kita melihat pembatasan di negara lain dan juga India, kami sudah sangat jelas dalam pandangan kami memahami pertimbangan domestik, tetapi jika Anda melihat dampak global itu, akan bertentangan dengan penurunan inflasi. Jadi perspektif kami pembatasan itu harus dihapus sesegera mungkin,” ujar Leigh.