Tips Mencari Menantu Idaman Versi Imam Al-Hasan Al-Bashri, Bocoran Buat Jomblo Nih!

Bagi jomblo atau yang belum memiliki pasangan wajib membaca ini, karena bisa menjadi bekal agar dapat menjadi menantu idaman mertua nantinya, sesuai harapan mertua pula.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Agu 2023, 22:30 WIB
Ilustrasi menikah, pernikahan. (Image by freepic.diller on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Bagi jomblo atau yang belum memiliki pasangan wajib membaca ini, karena bisa menjadi bekal agar dapat menjadi menantu idaman mertua nantinya, sesuai harapan mertua pula.

Sebenarnya apa saja yang menjadi patokan orang tua memilih calon menantu, yang akan menjadi bagian dari keluarganya, tentunya tidak asal-asalan.

Memilih menantu adalah keputusan penting dalam kehidupan keluarga dan dapat mempengaruhi hubungan antar anggota keluarga dalam jangka panjang.

Sebenarnya, tidak ada calon menantu yang sempurna, dan setiap keluarga mungkin memiliki kriteria dan prioritas yang berbeda. Yang terpenting adalah terbuka untuk bertemu dan berkomunikasi dengan calon menantu untuk saling memahami dan menciptakan hubungan yang positif.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Nasehat untuk Orang Tua yang Memiliki Anak Perempuan

Berikut mengutip nu.or.id, orang tua perlu memperhatikan tips memilih menantu yang dipesan oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri. Imam Al-Hasan Al-Bashri menasihati orang-orang tua yang memiliki anak perempuan untuk menyeleksi benar calon menantu laki-lakinya.

Imam Al-Hasan Al-Bashri berpesan kepada orang tua untuk memperhatikan ketakwaan calon menantunya. Imam Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan lebih lanjut bahwa ketakwaan yang dimaksud bukan hanya dalam artian kesalehan individual berupa ritual formal seperti ibadah wajib maupun ibadah sunnah, tetapi juga mencakup kesalehan sosial dalam konteks domestik rumah tangga.

وقال رجل للحسن قد خطب ابنتي جماعة فمن أزوجها قال ممن يتقي الله فإن أحبها أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها

Artinya, “Seseorang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri, ‘Beberapa pemuda melamar anak perempuanku? Dengan siapa baiknya kunikahkan dia?’ Imam Al-Hasan menjawab, ‘(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah, yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu; dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya.’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 48).

 


Seleksi Menantu Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Az-Zabidi dalam syarah Ihya-nya menjelaskan bahwa orang tua atau wali bagi anak perempuan harus memperhatikan sejumlah poin terkait calon menantu laki-lakinya. Sejumlah poin ini penting diperhatikan sebagai ikhtiar awal dalam memberikan jalan bagi bahtera rumah tangga anak perempuannya ke depan.

قوله (ويجب على الولي أيضا) أي ولي المخطوبة (أن يراعي خصال الزوج ولينظر لكريمته) وهي المخطوبة (فلا يزوجها ممن ساء خلقه أو خلقه) الأولى بالضم والثانية بالفتح (أو ضعف دينه) أي بأن يكون متهاونا بأموره (أو قصر عن القيام بحقها) أي المرأة (أو كان لا يكافئها في نسبها)

Artinya, “(Seorang wali) wali perempuan (wajib menjaga dan memperhatikan calon suami bagi anak perempuannya) yang akan dilamar. (Jangan ia menikahkan anaknya dengan pemuda yang buruk akhlak dan fisiknya), yang pertama dengan kha dhammah dan kedua dengan kha fathah, (atau lemah agamanya), yaitu meremehkan masalah agama, (atau lalai menjalankan kewajiban terhadapnya) terhadap istrinya, (atau orang yang tidak sekufu),” (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 349).

Perihal memilih calon menantu laki-laki, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengutip hadits riwayat Abu Amr At-Tawqani dari Aisyah ra dan Asma ra, “Nikah itu ikatan. Hendaklah perhatikan pada siapa kalian menempatkan anak perempuan mulia kalian.”

Imam Al-Ghazali mengingatkan orang untuk menjaga kehati-hatian dan menyeleksi benar calon menantunya tentu secara proporsional. Jangan sampai menjatuhkan pilihan pada calon menantu yang zalim, fasik, ahli bidah, dan peminum khamar.

Yang jelas, memilih menantu laki-laki tidak hanya memperhatikan kesalehan individual, tetapi juga akhlak, integritas, dan kesalehan sosial sehingga ketika hatinya senang tidak membuatnya melewati batas, dan ketika marah tidak memperlakukan istri dan anaknya secara zalim. Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya