Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Rocky Gerung resmi kembali dipolisikan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran berita hoaks atau berita bohong yang dianggap menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kali ini laporan dilayangkan Organisasi sayap PDI-P Relawan Demokrasi Perjuangan (REPDEM) Dewan Pimpinan Nasional berdasarkan nomor polisi LP/B/4504/VIII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Advertisement
"Perbuatannya mengucapkan kata-kata dalam suatu orasi dalam suatu tempat dengan ucapan bahwa Jokowi itu bajin*an yang tol*l. Dan juga ada sebutan lain bajingan yang pengecut," kata Ketua DPN Repdem, Irfan Fahmi di Polda Metro Jaya, Rabu (2/8).
Rocky dilaporkan Pasal 28 (2) Juncto Pasal 45A (2) Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP dan/atau Pasal 14 (1), (2) dan/atau Pasal 15 UU RI Nomor 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Meskipun ucapan Rocky diunggah di akun YouTube milik Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Namun dalam pelaporan REPDEM DPN ini hanya Rocky yang dicantumkan sebagai terlapor.
"Kalau nanti dalam proses penyidikan ternyata itu melalui sarana akun Channel nya RH yah itu merupakan konsekuensi hukum yang harus diterima. Karena sebagian saya pantau, teman teman yang lain melaporkan RH. Tapi kami fokus pada Rocky Gerung," tutur dia.
Total Tiga Laporan
Sejauh ini, polisi telah menerima total tiga laporan yang menyasar Rocky Gerung dengan dua laporan sebelumnya dilayangkan Relawan Indonesia Bersatu dan teregister dengan nomor LP/B/4459/VII/2023/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 31 Juli 2023.
Sesuai pasal 286 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Laporan kedua dibuat oleh politikus PDIP Ferdinand Hutahaean dengan LP/B/4465/VIII/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 1 Agustus 2023. Terkait Pasal 28 Jo Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 ITE, Pasal 156 dan Pasal 160 KUHP serta Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.
Atas hal itu, Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak sempat menjelaskan alasan pihaknya menerima laporan tersebut. Karena laporan itu merupakan delik biasa dan bukan delik aduan. Sehingga siapapun boleh melaporkannya, tanpa perlu ada persetujuan dari pihak korban.
"Dugaan tindak pidana yg dilaporkan oleh kedua pelapor yang tertuang dalam Laporan Polisi yang dibuat di SPKT Polda Metro Jaya merupakan delik biasa," kata Ade saat dikonfirmasi, Rabu (2/8).
Lain halnya dengan delik aduan, di mana yang bisa melaporkan adalah orang yang menjadi korban dari tindak pidana tersebut, atau mendapat persetujuan dari yang bersangkutan. Sehingga dalam kasus ini bila delik aduan harus dilaporkan langsung oleh Presiden Jokowi.
"Yang dilaporkan ke SPKT Polda Metro Jaya adalah dugaan tindak pidana yang merupakan delik biasa," kata dia.
Pasalnya dari tiga laporan itu tidak mencantumkan, Pasal 218 ayat (1) KUHP yang merupakan delik aduan, “Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Advertisement