Marak Peretasan hingga Kuras Rekening, Kenali Modus Penipuan Sniffing dan Cara Menghindarinya

Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat di Indonesia diresahkan oleh maraknya modus penipuan online yang berujung pengurasan rekening dengan modus berupa kiriman link, file atau aplikasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Agu 2023, 12:29 WIB
Buat yang suka belanja di online shop, hati-hati dengan modus penipuan baru yang meminta cashback. (Ilustrasi: Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat di Indonesia diresahkan oleh maraknya modus penipuan online yang berujung pengurasan rekening. Modus penipuan yang beredar ini berupa kiriman link, file atau aplikasi yang jika diklik dapat menguras rekening

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali membagikan tips menghindari modus penipuan jenis sniffing.

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudy Agus P. Raharjo menjelaskan, modus penipuan sniffing adalah tindak kejahatan penyadapan dengan tujuan utama untuk mencuri data dan informasi penting seperti username dan password m banking, informasi kartu kredit, password email, dandata penting lainnya.

"Modus sniffing ini berkaitan dengan tindakan penyadapan oleh hacker yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet," jelas Rudy, dalam Webinar Waspada Modus Penipuan Gaya Baru yang disiarkan OJK pada Kamis (3/8/2023).

Rudy mengungkapkan, modus penipuan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, salah satunya pelaku berpura-pura menjadi kurir paket dan memberikan informasi palsu melalui pesan WhatsApp.

"Pelaku membuat tampilan aplikasi dalam bentuk file dengan memanipulasi memberikan nama "foto" untuk di buka, yang ternyata file tersebut adalah APK (aplikasi) berbahaya," paparnya.

Tips Menghindari Sniffing

Adapun tips menghindari modus penipuan sniffing, yaitu :

Cek keaslian telepon/SMS/WhatsApp yang menghubungi ke call centerresmi perusahaan, dan pastikan hanya mengunduh aplikasi resmi dari sumber resmi (website resmi perusahaan, App Store, Play Store).

Selain itu, baiknya untuk mengaktifkan notifikasi transaksi rekening, dan mengecek riwayat rekening secara berkala. Perlu juga untuk mengganti password secara berkala dan tidak menggunakan Wi-Fi publik ketika melakukan transaksi keuangan.

 


Begini Penipuan Baru Mengatasnamakan DJP Pajak Bermodus File APK, Waspada!

Ilustrasi pajak (Istimewa)

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyoroti banyaknya modus penipuan yang menyasar wajib pajak. Termasuk, oknum-oknum yang mengatasnamakan DJP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menerangkan, modus-modus terbaru adalah munculnya pesan yang menyematkan file berformat .apk. Padahal, DJP tidak pernah memberikan pemberitahuan dengan embel-embel macam-macam.

Dwi juga menuturkan, pengiriman email notifikasi ke wajib pajak hanya dilakukan melalui saluran resmi. Selain dari itu, bisa dipastikan kalau hal tersebut adalah penipuan.

"Sebetulnya, kami ingin mengimbau, kalau menerima email, menerima sms atau WhatsApp yang seperti ini, pertama kali yang dilakukan adalah waspada, lihat dulu," ujarnya dalam Podcast Cermati mengutip YouTube DJP, Kamis (3/8/2023).

Beberapa aspek yang perlu dilihat ada dari sisi pengirim. Misalnya, alamat surel (email) dari pengirim, jika ada embel-embel tambahan angka atau huruf, Dwi bisa memastikan kalau itu adalah penipuan.

"Betul tidak alamat emailnya, betul tidak pengirimnya, kami sudah sering kali publikasi lewat media sosial gitu bahwa alamat pengaduan DJP hanya ini, emailnya hanya ini, hanya (domain) @pajak.go.id, gak ada embel-embel penagiahn atau ada embel-embel apalah," bebernya.

Setelah ditemukan adanya modus penipuan tadi, ada langkah antisipasi yang dilakukan pihak DJP. Pertama, adalah menindaklanjuti laporan tersebut me Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Kita pasti akan lakukan tindak lanjut ya, laporin ke Kominfo misanya website-nya mereka atau bahkan kita juga bekerja sama dengan pihak aparat penegak hukum, kita sampaikan juga 'ini ada modus-mdus seperti ini', kita pasti tindak lanjuti sesuia prosedur," bebernya.

 


Publikasi di Kanal Media Sosial

Warga mengisi data kendaraan via Samsat Digital (e-Samsat) di Kantor Bersama Pelayanan Satu Atap Polda Metro Jaya, Senin (26/3). Layanan ini dimaksudkan untuk mempermudahkan masyarakat membayar pajak kendaraan. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Tak cuma itu, Dwi mengungkap pihaknya juga langsung menyebar temuan modus baru itu ke berbagai kanal media sosial DJP. Harapannya, makin banyak masyarakat yang sadar dan bisa waspada dari tindakan penipuan.

"Kedua, selain saya bilang tindka lanjut, kita juga pasti publikasikan. Ini kalau mungkin diperhatikan di media sosial DJP, Twitter, Instagram atau di website kita atau di Facebook, Misal dapat SMS sprt ini, ini pasti penipuan. Jangan tertipu," tegasnya.

"Himbauan atau apapun, kami tidak pernah mengirimkan dengan format apk, file apk, tidak pernah. Mungkin kalau teman-teman mau konfirmasi telpon saja ke Kring Pajak di 1500 200, waspada dan hati-hati jangan buru-bur," sambungnya.

 


Tindak Piutang Macet

Suasana pelayanan pajak di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Lewat penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka masyarakat kini cukup hanya dengan mengingat NIK. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan siap menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal piutang pajak macet senilai Rp 7,2 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pihaknya sudah berkonsolidasi guna menindaklanjuti hasil temuan BPK tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Tetap akan terus kami tindak lanjuti hasil temuan BPK karena musti dipertanggungjawabkan," tegas Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (24/7/2023).

Sebelumnya, BPK menemukan masalah piutang pajak macet senilai Rp 7,2 triliun dan piutang pajak daluwarsa Rp 808,1 miliar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022.

 


Dinilai Belum Optimal

Petugas melayani masyarakat yang ingin melaporkan SPT di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Rabu (11/3/2020). Hingga 9 Maret 2020, pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) orang pribadi meningkat 34 persen jika dibandingkan pada tanggal yang sama tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam laporan tersebut, piutang pajak dan piutang pajak daluwarsa tersebut belum ditangani oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Menurut BPK, DJP belum melakukan tindakan penagihan pajak secara optimal.

Jika DJP tidak segera melakukan penagihan aktif, maka berpotensi kehilangan penerimaan pajak atas piutang macet senilai Rp 7,2 triliun.

Tidak hanya itu, BPK menekankan DJP dapat kehilangan hak untuk melakukan penagihan dan negara kehilangan penerimaan pajak dari piutang pajak senilai Rp808,1 miliar yang daluwarsa penagihan.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat piutang pajak belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal," tulis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2022 beberapa waktu lalu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya