Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keamanan Energi dan Net Zero Inggris Graham Stuart mengunjungi Indonesia pada 3-7 Agustus 2023. Salah satu agenda kunjungannya adalah melanjutkan program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia) yang akan mendapat tambahan pendanaan £6,5 juta (Rp 135 miliar) dari Inggris serta bantuan teknis.
MENTARI didanai dan dikelola oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta dan telah beroperasi sejak Januari 2020. Program tersebut memberikan dukungan kepada pengembang dan investor proyek energi terbarukan untuk mengembangkan proyek-proyek yang layak untuk dibiayai perbankan dan mempertemukan proyek dengan investor.
Advertisement
"Dengan bantuan keahlian dan investasi Inggris, Indonesia tengah mempercepat transisinya dari batu bara ke listrik bersih, serta bekerja keras dalam mencapai net zero pada tahun 2060 atau lebih cepat," ujar Menteri Stuart dalam pernyataan resmi dari Kedubes Inggris di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Pada Juni 2023, nilai pendanaan program meningkat sebesar £6,5 juta menjadi total £20 juta, dengan masa perpanjangan dua tahun.
Menteri Stuart juga akan bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif untuk menyambut langkah positif Indonesia menuju masa depan net zero dan membahas bagaimana Indonesia dapat membangun kepemimpinan regionalnya sebagai Ketua ASEAN dan tuan rumah Presidensi G20, termasuk memaksimalkan potensi Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan Indonesia.
Selama di Jakarta, Menteri Stuart akan bertemu dengan tokoh-tokoh penting di bidang bisnis dan keuangan, antara lain Kamar Dagang dan Industri Indonesia, KADIN, dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). Dia akan mendengarkan rencana Indonesia untuk mempercepat pembangunan infrastruktur rendah karbon dan akan membahas bagaimana Inggris bisa melanjutkan dukungan bagi kebijakan Indonesia dalam investasi hijau.
Kunjungi Lombok
Menteri Stuart juga akan melakukan perjalanan ke Lombok untuk menyaksikan bagaimana MENTARI memfasilitasi peningkatan fungsi bendungan milik negara yang sudah ada, menjadi pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
Dia akan mendengar dari para pemangku kepentingan utama bagaimana pendanaan Inggris memberikan cetak biru untuk memperluas pembangkit energi terbarukan melalui infrastruktur yang ada.
"Saya senang menyambut Menteri Graham Stuart ke Indonesia. Kunjungannya menegaskan kembali komitmen Inggris untuk memajukan kemitraan kami dengan Indonesia dalam energi bersih dan transisi rendah karbon," ujar Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Matthew Downing.
"Inggris bangga menjadi bagian dari perjalanan transisi energi terbarukan Indonesia, termasuk melalui kerja sama MENTARI dan kami sangat senang mengumumkan perpanjangan program senilai £6,5 juta untuk dua tahun lagi" lanjut Downing.
Peta Jalan Kemitraan Inggris-Indonesia menetapkan ambisi bersama untuk meningkatkan kemitraan strategis kedua negara di berbagai sektor, termasuk perdagangan, investasi, dan perubahan iklim. Diluncurkan pada 19 April 2022, peta jalan tersebut menetapkan peningkatan kerja sama yang mendukung kawasan Indo-Pasifik yang aman, makmur, dan stabil.
Advertisement
Perubahan Iklim Bikin Indonesia Rugi Rp 112 Triliun di 2023
Sebelumnya dilaporkan, dunia tengah dihantui perubahan iklim. Dampak dari fenomena alam ini tidak main-main seperti hasil panen yang tidak menentu karena gangguan cuaca El Nino dan La Nina hingga tenggelamnya beberapa daerah di pesisir.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta mengatakan, dampak perubahan iklim ke ekonomi sangat besar. berdasarkan hitungannya, nilai kerugian ekonomi yang ditanggung Indonesia akibat perubahan iklim mencapai Rp 112 triliun hanya untuk tahun ini saja. Nilai kerugian ini setara 0,5 persen dari PDB.
"(Nilai kerugian) ini lebih tinggi daripada potensi 2022 dan 2021 di mana masing-masing sebesar Rp 109 triliun dan Rp 106 triliun," ujar Filianingsih dalam acara UMKM Go Green di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7).
Filianingsih mencontohkan salah satu contoh nyata akibat dari perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Yakni, meningkatnya permukaan air laut sekitar 0,8 sampai 1,2 cm per tahun yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat pesisir.
"Sementara sekitar 64 persen penduduk (Indonesia) tinggal di wilayah pesisir," tegasnya.
Selain itu, perubahan iklim juga mengakibatkan pada tren kenaikan suhu di Indonesia. BMKG mencatat, rata-rata kenaikan suhu mencapai 0,03 derajat celcius per tahun dalam kurun waktu 1981-2018.
"Lembaga riset Swiss dalam laporannya di tahun 2021, memperkirakan bahwa kerugian yang disebabkan oleh cuaca ekstrim dapat mencapai 10 persen dari PDB global di tahun 2050," ungkapnya.
Dia mengajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk melakukan transformasi bisnis yang lebih ramah lingkungan. Menurutnya, UMKM memiliki kontribusi penting dalam mengatasi perubahan iklim.
"UMKM memiliki kontribusi penting dalam bersama-sama mengatasi isu perubahan iklim," ucapnya.
BI sendiri telah menyiapkan program model bisnis UMKM hijau. Antara lain meningkatkan penerapan praktek ramah lingkungan dan zero waste, meningkatkan penerapan ekonomi sirkular, meningkatkan akses pembiayaan, hingga mewujudkan ekonomi yang lebih efisien.
Negara Anggota G20 Didesak Lebih Tegas dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Presiden-Tertunjuk COP28 Dr. Sultan Al-Jaber dan Sekretaris Eksekutif dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell, mendesak negara anggota G20 untuk mengambil langkah tegas terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Dengan 125 hari yang tersisa, para pemimpin ini telah menyetujui sebuah pernyataan bersama di sela-sela pertemuan tingkat Menteri G20 di Chennai.
Para ilmuwan telah menuntut adanya hasil mitigasi yang kuat pada COP28 yang mampu mendorong pengurangan emisi karbon yang signifikan dan menunjukkan peningkatan dari COP yang sebelumnya.
"Kami meminta negara G20 untuk memimpin berdasarkan basis keilmuan dan kesetaraan agar dapat membuka jalan untuk hasil yang kuat dan kredibel sehingga memberikan dasar bagi negara-negara berkembang dalam melakukan transisi,” kata para pemimpin dalam pernyataan tersebut.
Dikatakan pula perlu secara bersama-sama mengambil langkah penting untuk mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara perlahan dan bertanggung jawab, sehingga dapat memiliki sistem energi yang bebas dari bahan bakar fosil pada pertengahan abad ini dan secara paralel membuka akses untuk semua sekaligus mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Ditegaskan pula kembali pentingnya melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global dan menggandakan tingkat peningkatan efisiensi energi di seluruh sektor pada tahun 2030.
Meskipun diskusi pada G20 Energy Ministrial telah mempertimbangkan transisi energi dan menyelaraskan arah tujuan dengan Paris Goals, hasilnya belum cukup jelas untuk mengubah sistem energi global, meningkatkan sumber energi bersih dan terbarukan, dan secara bertanggung jawab mengurangi bahan bakar fosil.
“Kami berharap seluruh kemajuan yang dicapai oleh G20 dapat mendorong hasil yang kuat pada COP28 di bawah Global Stocktake serta mampu memanfaatkan Program Just Transition Work yang ditetapkan pada COP27 untuk memastikan bahwa transisi ini adil, tidak membiarkan siapapun tertinggal, dan mendukung tantangan pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ini,” ungkap pernyataan itu.
Advertisement