Liputan6.com, Jakarta Universitas Terbuka (UT) yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri ke-45 Indonesia kembali mengasah pengetahuan, lewat penelitian masyarakat di bidang multidisiplin ilmu. Untuk kedua kalinya, UT menggelar Seminar Internasional International Conference of Multidisciplinary Academic Studies (ICoMUS) pada Kamis (3/8).
Dalam konferensi persnya, Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat mengatakan, tujuan digelar ICoMUS ini bukan sekadar wujud nyata dari Tri Dharma Perguruan Tinggi semata. Namun juga menjadi cara bagi UT, untuk mendorong kemampuan para dosen untuk berbagi pengalaman lewat riset yang dilakukan.
Advertisement
"Kami ingin berbagi pengalaman, pengetahuan, dan hasil riset yang mungkin dijadikan publikasi ilmiah. Mudah-mudahan, seminar internasional ini dapat memfasilitasi para dosen, komunitas akademik lain, agar mereka bisa sharing knowledge dan experience," kata Ojat.
Lebih lanjut Ojat mengatakan bahwa ada sejumlah permasalahan yang bersifat multisektoral dan saling berkaitan satu sama lain. Maka dari itu, diperlukan pendekatan melalui riset atau penelitian yang juga datang dari berbagai disiplin ilmu, untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas.
Dalam seminar internasional bertajuk Innovation Challenges in Multidisciplinary Research and Practice, juga menghadirkan keynote speaker, yaitu Thomas F. Luschei dari Claremont Graduate University, USA. Dia membahas mengenai pentingnya penelitian ilmu multidisiplin, untuk menjawab tantangan dalam berinovasi. Senada dengan Ojat, menurut Thomas, dalam multidisiplin harus dilakukan cukup banyak kolaborasi dari berbagai bidang, dengan tujuan yang sama.
"Menurut saya, penelitian multidisiplin dapat menghadirkan solusi bagi banyak masalah yang komplek dan dihadapi masyarakat. Saya yakin, hal tersebut juga berlaku untuk bidang pendidikan," ujar Thomas.
Thomas mencontohkan, dalam penelitiannya dia bekerja sama dengan peneliti lain yang berasal dari Kolombia dan India. Dalam kolaborasi penelitiannya, diakuinya harus ada penyesuaian karena berbeda lokasi dan zona waktu.
"Namun adanya teknologi membuat kolaborasi ini lebih mungkin untuk dilakukan. Sekarang saya bisa berkolaborasi dengan peneliti dari India, Malawi, dan Kolombia dan tidak menutup kemungkinan juga dengan Indonesia. Tantangan lain adalah gagasan tentang batasan yang berbeda antara satu disiplin ilmu, dengan disiplin lainnya. Namun kami sepakat untuk saling berkolaborasi, meski membutuhkan lebih banyak usaha," kata Thomas yang sudah bekerja sama dengan Universitas Terbuka selama 13 tahun.
Penerapan Multidisiplin di Universitas Terbuka
Untuk diketahui, ruang lingkup ICoMUS menitikberatkan fokus pada lintas keilmuan, seperti bisnis, manajemen, ilmu sosial, pendidikan, serta sains dan teknologi. Selama 13 tahun bekerja sama dengan Thomas dan para peneliti lain, dengan melakukan metode multidisipliner, sudah ada yang diterapkan di Universitas Terbuka.
Ojat menjelaskan, mengenai inovasi dan riset yang diterapkan, sebenarnya Universitas Terbuka menitikberatkan pada proses hilirisasi. Artinya, ketika melakukan kegiatan penelitian, hasilnya bukan sebatas jurnal ilmiah yang dipublikasikan.
"Ada juga riset yang dapat digunakan untuk meningkatkan kurikulum kami, misalnya pengembangan metaverse. Augmented Reality (AR) yang dikembangkan di pusat kami, kemudian dihilirisasi," ujar Ojat.
Selain itu, Universitas Terbuka juga melayani pertanyaan umum melalui chatbot untuk meningkatkan kurikulum. Masih berkaitan dengan kurikulum, Universitas Terbuka juga melengkapi mata kuliah dengan menghadirkan bahan ajaran berupa narasi yang dilengkapi audio.
"Ini dilakukan untuk memberikan wawasan baru guna menghadapi tren di masa depan," katanya.
Di sisi lain, Universitas Terbuka juga memiliki Desa Binaan yang memanfaatkan hasil penelitian multidisiplin. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Dewi Artati Putri Padmo mengatakan bahwa penelitian multidisiplin bukan sebatas jurnal ilmiah.
"Kami juga mengimplementasikan hasil riset di masyarakat yang kami sebut Pengabdian kepada Masyarakat (PKM). Kami punya beberapa desa binaan, ada di Kahuripan, dekat PIK, di Teluk Naga, Purwokerto, dan lainnya. Kami memanfaatkan hasil riset yang terbaik untuk desa potensial di banyak bidang, seperti pariwisata, ilmu pangan, infrastruktur," ujar Dewi.
(*)
Advertisement