Liputan6.com, Jakarta Industri alas kaki Indonesia mulai kalah saing dengan beberapa negara di Eropa. Ini lantaran Indonesia tidak punya perjanjian dagang dengan Eropa. Meski demikian, pemerintah tengah menyelesaikan kesepakatan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IU CEPA).
Mentei Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, di pasar Eropa, produk industri alas kaki Indonesia kalah saing dengan Thailand. Seperti diketahui, Thailand kini memiliki perjanjian dagang dengan Eropa, dimana produk mereka bebas pajak.
Advertisement
Berbeda dengan Indonesia. Saat ini, produk alas kaki Indonesia untuk masuk ke Eropa dikenakan pajak 9 persen. Jelas ini menjadikan harga sepatu Made in Indonesia di Eropa jadi lebih mahal.
"Kita saat ini kalah dari Thailand. Kita dulu ranking ke-1 dunia untuk produk alas kaki, tapi sekarang ranking ke-4. Ini karena Indonesia tidak ada IU CEPA," tegas Mendag dalam acara International Footwear Conference di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, hari ini (4/8/2023).
Untuk merebut kembali raja alas kaki di Eropa, Mendag memastikan tengah mempercepat penyelesaian perjanjian dagang dengan Eropa. Dia menargetkan dalam waktu 2 tahun, semuanya sudah selesai.
"Mudah-mudahan 2-3 tahun ke depan kita rebut lagi posisi nomor 1 dunia lagi," tegasnya.
Pasar Arab Saudi
Tidak hanya pasar Eropa, Indonesia dikatakan Mendag juga perlahan kalah saing di pasar Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Sama seperti Eropa, Indonesia belum memiliki perjanjian dagang Arab Saudi.
Mendag mencontohkan industri makanan dan minuman. Berbagai menu makanan khas Indonesia di Arab Saudi, bahan-bahannya justru berasal dari Thailand dan Vietnam.
"Jemaah haji kalau makan rendan di Arab Saudi itu bahannya dari Thailand. Sayuran dan ikan dari Vietnam," tegas dia.
Dengan berbagai ancaman itu, Mendag mengaku akan bekerja keras untuk menyelesaikan berbagai tantangan perdagangan Indonesia dengan negara lain tersebut.
Perjanjian Dagang Segera Rampung
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan populasi sebesar 450 juta jiwa dan daya beli yang tinggi, Uni Eropa (UE) merupakan pasar yang sangat menarik bagi Indonesia.
Karena itu, perjanjian kerja sama Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) harus segera diselesaikan.
Perjanjian ini berdampak positif pada daya saing barang dan jasa Indonesia dengan eliminasi hambatan, baik tarif maupun non-tarif, serta kerja sama untuk memfasilitasi perdagangan.
Demikian disampaikan Wamendag Jerry sebagai narasumber dalam diskusi grup terpumpun (focus group discussion) yang bertajuk “Mencari Titik Temu Dalam Kerja Sama Ekonomi Strategis Indonesia dan Uni Eropa”.
Diskusi diprakarsai Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dengan menghadirkan Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri dan Head of Trade and Economic Section EU Delegation to Indonesia Marika Jakas.
"Sejak peluncuran perundingan hingga saat ini, banyak pemangku kepentingan di Indonesia yang berharap perundingan ini dapat segera diselesaikan karena potensi yang besar antara Indonesia dan UE. Potensi manfaat perjanjian ini bagi perekonomian Indonesia juga ditekankan kembali dalam dua kajian yang telah dilakukan CSIS pada 2015 dan 2021 silam," jelas Wamendag Jerry ditulis, Rabu (5/7/2023).
Advertisement
Manfaat Perjanjian
Manfaat optimal perjanjian perdagangan, imbuh Wamendag Jerry, hanya dapat diperoleh apabila kedua pihak menghindari kebijakan yang berpotensi menghambat perdagangan dan investasi.
“Sejalan dengan itu, Indonesia terus menyoroti perkembangan kebijakan EU Green Deal dan turunannya, terutama terkait deforestasi dan perdagangan karbon. Diharapkan perjanjian ini dapat memastikan bahwa produk Indonesia tidak akan menghadapi hambatan di pasar Eropa,” tandas Wamendag Jerry.