Liputan6.com, Moskow - Utusan khusus Presiden Rusia untuk Afghanistan, Zamir Kabulov mengatakan bahwa Rusia menganggap tidak ada kemajuan terkait inklusivitas pemerintah sementara Taliban menjalankan pemerintahan.
Dimasukkannya pemerintah sementara Taliban akan menjadi topik utama diskusi pada KTT Afghanistan yang akan datang, yang akan berlangsung di Kazan pada 29 September, kata Kabulov, seperti dikutip oleh Tass.
Advertisement
“Sejauh ini, kami tidak melihat kemajuan” dalam hal pemerintahan inklusif di negara ini, kata Kabulov, dikutip dari laman Khaama, Minggu (6/8/2023).
“Itulah sebabnya kami akan bertemu dan melanjutkan pekerjaan kami,” tambahnya.
Ini terjadi setelah diskusi dua hari antara perwakilan Taliban dan utusan khusus AS di Doha, membahas beberapa topik, termasuk hak asasi manusia dan stabilitas ekonomi dalam memerangi perdagangan narkoba, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS.
Di sisi lain, perwakilan Taliban mengangkat masalah pencabutan perjalanan dan pembatasan lainnya terhadap para pemimpinnya dan pengembalian aset bank sentral negara yang disimpan di luar negeri, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri di Kabul.
Sejauh ini, tidak ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban sejak mengambil kendali pada Agustus 2021.
Sementara itu, AS menegaskan kembali keprihatinannya tentang hak asasi manusia yang "memburuk" dan mendesak otoritas Taliban untuk membatalkan larangan pendidikan anak perempuan dan pekerjaan perempuan serta pembebasan orang Amerika yang ditahan, menurut pernyataan itu.
Utusan PBB Diminta Prioritaskan Hak Perempuan Afghanistan
Organisasi pengawas hak asasi manusia, pada Rabu (26/7), mengatakan bahwa hak asasi manusia di Afghanistan, terutama perempuan dan anak perempuan, seharusnya menjadi pusat penilaian independen yang dimandatkan Dewan Keamanan PBB dalam tanggapan global terhadap krisis negara itu.
Human Rights Watch mengatakan telah berbagi rekomendasi dengan koordinator khusus PBB yang memimpin penilaian tersebut, Feridun Sinirlioğlu, mendesaknya untuk menangani pelanggaran hak asasi yang dialami warga Afghanistan dan meminta pertanggungjawaban dari mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut, termasuk Taliban, dikutip dari laman VOA Indonesia.
“Situasi di Afghanistan saat ini adalah krisis hak perempuan paling serius di dunia,” kata Heather Barr, direktur muda Divisi Hak Perempuan di Human Rights Watch. "Krisis di Afghanistan luar biasa, dan pelanggaran Taliban memperdalam apa yang sudah menjadi krisis kemanusiaan yang menghancurkan," katanya.
Barr mengkritik tanggapan internasional, menilainya tidak konsisten, tidak efektif dan tidak cukup berfokus pada hak asasi manusia. Ia mengatakan penilaian independen yang dimandatkan PBB bisa memandu jawaban yang lebih efektif atas "situasi yang mengerikan" yang saat ini terjadi.
Advertisement
Taliban Menutup Salon di Afghanistan Secara Permanen
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengumumkan penunjukan Sinirlioğlu sebagai koordinator khusus pada April dan meminta mantan diplomat senior pemerintah Turki itu untuk memberikan rekomendasi bagi "pendekatan terpadu dan koheren di kalangan aktor politik, kemanusiaan dan pembangunan yang relevan" untuk mengatasi tantangan yang dihadapi Afghanistan.
Pada Selasa (25/7), Taliban menutup secara permanen semua salon kecantikan di Afghanistan, yang menyebabkan sekitar 60.000 perempuan kehilangan pekerjaan mereka.
Salon sebelumnya menjadi sumber terakhir lapangan pekerjaan yang signifikan bagi perempuan di negara tersebut.