Banjir China Kembali Telan Korban Jiwa, 14 Orang Tewas di Provinsi Jilin

Hujan deras yang melanda China pasca Topan Doksuri disebut sebagai yang paling parah sejak pencatatan dimulai 140 tahun lalu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Agu 2023, 10:17 WIB
Kota Zhuozhou telah menanggung beban badai terburuk di China utara dalam lebih dari satu dekade. (AP Photo/Andy Wong)

Liputan6.com, Beijing - Sedikitnya 14 orang tewas setelah hujan lebat yang melanda Provinsi Jilin, China, mengakibatkan banjir. Laporan media pemerintah itu menaikkan jumlah kematian akibat cuaca buruk di seluruh negeri.

Empat belas kematian dan satu orang hilang dilaporkan pada Minggu (6/8/2023) oleh CCTV pasca hujan lebat di Kota Shulan. Hujan lebat di daerah itu, ungkap kantor berita Xinhua, pada dasarnya telah berakhir, dengan hampir 19.000 orang dievakuasi ke 21 fasilitas relokasi sementara.

China telah dilanda hujan lebat dalam beberapa pekan terakhir. Otoritas Beijing pada Jumat (4/8) menyebutkan bahwa bencana alam telah menyebabkan 147 kematian atau orang hilang bulan lalu.

Hujan deras yang terjadi pasca Topan Doksuri, yang melanda China daratan sebelum membelok ke utara, adalah yang paling parah sejak pencatatan dimulai 140 tahun lalu.

Operasi pembersihan sedang berlangsung pasca hujan lebat, yang menghancurkan infrastruktur dan membanjiri seluruh distrik.

Pihak berwenang telah memperingatkan bahwa ketinggian air di dua sungai besar di Heilongjiang dan Jilin "melampaui garis waspada".


10 Orang Tewas Akibat Banjir di Hebei

Foto-foto udara dramatis yang diambil oleh AFP di kota Zhuozhou, Hebei, menunjukkan jalan-jalan perbelanjaan berubah menjadi sungai-sungai air berwarna coklat. (Jade Gao / AFP)

Otoritas terkait pada Sabtu (5/8) mengatakan bahwa sedikitnya 10 orang tewas dalam banjir di sebuah kota di Provinsi Hebei, salah satu yang paling terdampak hujan lebat, di mana lebih dari 1,5 juta orang telah dievakuasi.

Jutaan orang terdampak peristiwa cuaca ekstrem dan gelombang panas berkepanjangan di seluruh dunia dalam beberapa pekan terakhir. Para ilmuwan menilai bahwa fenomena ini diperburuk oleh perubahan iklim.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya