Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa Bentuk Gugus Tugas Atasi Dampak UU Anti Deforestasi

Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR).

oleh Septian Deny diperbarui 07 Agu 2023, 13:15 WIB
Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau UU Anti Deforestasi Eropa untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.

Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait  implementasi EUDR.

Kick-off meeting Ad Hoc Joint Task Force on EUDR diselenggarakan di Jakarta, Jumat (4/08). Pertemuan tersebut dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud, Sekretaris Jenderal Kementerian Perkebunan dan Komoditas (MPC) Malaysia YBhg. Dato' Mad Zaidi bin Mohd Karli, dan Direktur Diplomasi Hijau dan Multilateralisme Komisi Eropa (EC) Astrid Schomaker. Deputi Musdhalifah menegaskan bahwa pertemuan tersebut diadakan untuk mencapai pemahaman bersama diantara negara produsen dan konsumen.

Perlu diketahui bahwa Ad Hoc Joint Task Force on EUDR dibentuk setelah Indonesia dan Malaysia melakukan Joint Mission bersama ke Brussels pada tanggal 30 – 31 Mei 2023 dan kunjungan lanjutan Komisi Eropa ke Indonesia dan Malaysia pada 26 – 28 Juni 2023.

Fungsi Ad Hoc Joint Task Force on EUDR

Ad Hoc Joint Task Force on EUDR sendiri menjadi platform yang berfungsi sebagai mekanisme konsultatif untuk mendukung koordinasi dan mendorong pemahaman bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa terkait dengan EUDR.

Dato' Mad Zaidi bin Mohd Karli kick-off meeting tersebut menekankan bahwa kerja sama merupakan jalan keluar dan solusi yang dapat diinspirasi melalui praktik terbaik pada masing-masing komoditas. Sementara itu, Astrid Schomaker menyatakan pengakuannya atas kemajuan yang dicapai Indonesia dan Malaysia dalam mengurangi deforestasi dan menyambut baik berbagi informasi dan klarifikasi lebih lanjut terkait regulasi deforestasi.

Kick-off meeting yang difasilitasi oleh Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) tersebut menyepakati Kerangka Acuan (TOR) yang mencakup isu-isu antara lain keterlibatan petani kecil dalam rantai pasok, skema sertifikasi nasional yang relevan, data ilmiah tentang deforestasi dan degradasi hutan.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh perwakilan dan pemangku kepentingan komoditas terkait dengan EUDR ini berbagi informasi tentang implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO), dan tools ketelusuran yang ada.

Ad Hoc Joint Task Force on EUDR sendiri akan menyelesaikan tugasnya pada akhir tahun 2024 dengan kemungkinan diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama. Sebagai informasi, pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan pada November 2023 dengan tuan rumah yang akan ditentukan kemudian. 


Sederet Komoditas Ekspor Indonesia Ini Kena Imbas UU Anti Deforestasi Uni Eropa

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) secara terbuka mengkritik keputusan Uni Eropa untuk mengadopsi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

Memang, undang-undang tersebut kemungkinan akan menghambat perdagangan produk-produk tertentu dari Indonesia, yaitu kelapa sawit, kopi, kakao, kayu dan karet, termasuk ternak dan turunannya. 

Ia yakin kebijakan yang disertai perlindungan lingkungan akan merugikan jutaan petani skala kecil di Indonesia. Undang-undang tersebut berpotensi diskriminatif, katanya, terutama dalam menentukan kelompok negara mana yang dianggap berisiko tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan produk yang dibuat dari bahan baku ini dimasukkan dalam daftar hitam. 

"Kebijakan antideforestasi Uni Eropa berpotensi menghambat perdagangan dan merugikan petani kita. Meliputi sekitar 8 juta petani kecil," katanya dalam dalam FoodAgri CNCB Indonesia, 'Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa', Selasa (1/8/2023).

"Kami akan meminta klarifikasi kepada Uni Eropa terkait kebijakan antideforestasi yang juga multiinterprestasi," sambungnya.

 


Perundingan

Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Untuk itu, kata dia, salah satu langkah yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merundingkan masalah ini adalah merundingkan rencana kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia - Uni Eropa (I-EU CEPA).

Kemudian, sudah terkumpul 14 negara menandatangani tanda keberatan sehingga, bisa menentutkan apakah hal ini diskriminatif ke The World Trade Organization (WTO).

"Di forum multilateral kita aktif menyuarakan dan mengangkat isu ini dengan anggota WTO lainnya, Malaysia. Sebelumnya kita sudah menginisiasi surat keberatan dengan 14 negara. Target kita memperoleh sebanyak-banyaknya dukungan untuk Indonesia. Indonesia juga memiliki hak ke WTO," katanya.

Kemudian, Menurut Zulhas pentingnya kesadaran juga pemahaman masalah ini sangat penting. Perjuangan di forum internasional harus juga berimbang. kemendag juga konsisten dalam mengkomunikasikan kontribusi Indonesia terhadap perubahan iklim dan Kemendag siap mendukung upaya tersebut. 

"Kesadaran dan pemahaman yang baik atas isu ini sangat penting. Perjuangan kita di forum internasional perlu diimbangi. Kita juga konsisten menyampaikan kontribusi Indonesia dalam perubahan iklim dan Kemendag siap mendukung upaya-upaya tersebut," pungkas Zulhas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya