Liputan6.com, Batam - Senin (7/7/2023) siang warga Kampung Monggak, kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam sedang berkumpul di bawah tenda depan halaman rumah Pak RW. Mereka menantikan seseorang yang datang.
Warga akan mencurahkan perasaannya kepada orang yang ditunggu itu. Apa boleh buat ini menyangkut kehidupan mereka berikutnya.
Advertisement
Timo, ketua RW 04 kampung Monggak berkisah bahwa mereka tengah menunggu kedatangan anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau. Timo berharap bisa bercerita tentang kegelisahan dan ketakutan warga kepada anggota DPRD itu saat reses.
"Penantian kami sudah dari akhir bulan lalu. Harapannya anggota DPRD yang datang akan menampung keluhan kami," kata Timo.
Yang dinanti akhirnya tiba. Timo langsung memanfaatkan kesempatan itu bersama warga kampung tua Monggak. Ia mengadukan nasibnya karena kampung halamannya akan segera direlokasi untuk kebutuhan industri. Investasi dari China yang langsung diundang Presiden Jokowi.
"Pembangunan industri ini malah seperti mengancam kami. Kami akan dipindah. Kalau benar dipindah, ke mana ruang dan adat kami," kata Timo.
Ia menyebutkan kampung Monggak merupakan salah satu kampung tua di Pulau Rempang. Ada beberapa makam tua dan pohon Mangga Besar menjadi situs budaya dan sejarah Monggak.
Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudi merespon curhatan warga. Ia berjanji akan mengadvokasi dan konfirmasi ke pihak yang mempunyai kewenangan soal relokasi warga Pulau Rempang.
"Kita akan mengadvokasi warga terkait investasi dan pembangunan industri yang mengharuskan relokasi warga ke tempat lain," kata Wahyu.
Menurut Wahyu DPRD Provinsi bersama warga setuju dan mendorong untuk pembangunan industri di Pulau Rempang asal sesuai aturan. Tidak menghilangkan jejak sejarah kampung-kampung tua berusia ratusan tahun. Tidak merugikan warga.
Sementara itu, Fadillah, warga Monggak mengaku tak rela tempat kelahirannya dimusnahkan dan diganti pabrik-pabrik.
"Saya tidak rela kalau dipindah ke darat. Kami ini warga Indonesia, bukan pendatang yang tak punya kampung," kata Fadillah.
Menurutnya kompensasi berupa rumah dari pemerintah maupun pengusaha tidak cukup. Hidup harus berjalan. Warga Monggak adalah nelayan yang akrab dengan laut. Kalau dipindah jauh dari laut, aktivitas nelayan terhenti karena tak lagi punya pantai dan laut.
"Itu berarti membunuh kami pelan-pelan. Demi pabrik dari China tega dengan kematian kami," katanya.
Demi 11,7 Miliar USD
Beerapa waktu lalu Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Bahlil Lahadalia dan perwakilan Xinyi Glasss, telah menandatangani nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) dokumen kerja sama dalam membangun ekosistem hilirisasi industri kaca, dan panel surya di Indonesia, Jumat (28/7), di Hotel Shangri-La, Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Penandatangan MoU tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, yang juga merupakan agendanya dalam lawatan ke Cina.
“Kita hari ini melakukan penandatanganan MoU sekaligus perjanjian kerja sama dalam rangka membangun ekosistem hilirisasi di Rempang, Kawasan Batam,” kata Bahlil, dalam keterangan resmi di kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Bahlil juga menjelaskan, bahwa perjanjian kerja sama dengan Xinyi Glass yang merupakan perusahaan bidang kaca terbesar di dunia tersebut memiliki nilai investasi sebesar 11,7 miliar USD.
“Di Indonesia akan dibangun investasi kaca Xinyi yang menjadi paling besar di luar RRT,” kata Bahlil.
Advertisement