Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan terus memburu Direktur PT Shandipala Arthaputra Paulus Tanos meski buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP itu mengubah nama dan kewarganegaraan. Dalam memburu Paulus Tanos, KPK mengajukan red notice baru atas nama baru Paulus Tanos. Hanya saja KPK tak membeberkan nama baru Paulus Tanos tersebut.
"Tidak bisa dipulangkan karena nama sudah berubah, dan pasport negara lain. KPK sudah ajukan kembali red notice dengan nama baru dimaksud. Kami terus lalukan pengejaran buron dimaksud," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/8/2023).
Advertisement
Sebelumnya, KPK membenarkan buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tanos, Direktur PT Shandipala Arthaputra mengubah nama dan kewarganegaraan. KPK mengaku heran buronan mendapatkan kesempatan mengubah nama dan kewarganegaraan.
"Iya betul. Informasi yang kami peroleh demikian. Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama dan punya paspor negara lain," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/8/2023).
Ali mengatakan, diubahnya nama dan kewarganegaraan Paulus Tanos membuat KPK kesulitan menyeretnya ke tanah air. Sebah, Paulus Tanos sudah tak lagi menjadi warga Indonesia.
"Sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia," kata Ali.
Diketahui, KPK memiliki tiga buronan tersisa. Berikut tiga buron KPK yang hingga kini belum tertangkap:
1. Kirana Kotama
Kirana Kotama merupakan pemilik PT Perusa Sejati. Dia dijerat dalam kasus korupsi memberi hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusi PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina tahun 2014.
Suap diberikan kepada Arif Cahyana selaku Kadiv Perbendaharaan PT PAL Indonesia (Persero) dan Saiful Anwar selaku Direktur Desain dan Tehnologi merangkap Direktur Keuangan PT PAL Indonesia (Persero).
Dia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Advertisement
2. Harun Masiku
Harun Masiku merupakan mantan politikus PDIP. Dia dijerat dalam kasus dugaan suap pergantian anggota DPR RI melalui metode pengganti antar waktu (PAW).
Harun disebut menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. Namun saat operasi tangkap tangan (OTT) pada awal Januari 2020, Harun berhasil kabur.
Pada akhir Januari 2020, KPK pun memasukkan nama Harun Masiku sebagai buronan. Tak hanya buron, Harun Masiku juga masuk dalam daftar red notice Interpol.
Kasus bermula saat caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Nazaruddin memiliki perolehan suara terbanyak. Posisi kedua yakni dari Dapil Sumatera Selatan II Riezky Aprilia.
Namun dalam rapat pleno PDIP menyatakan suara Nazaruddin akan dialihkan ke Harun Masiku.
3. Paulus Tanos
Paulus Tanos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Dia merupakan tersangka kasus megakorupsi e-KTP yang tinggal di Singapura. Paulus Tanos diduga turut terlibat dalam bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun. Dalam perkara ini negara merugi Rp 2,3 triliun.
Paulus Tanos dijadikan tersangka oleh KPK pada Agustus 2019. Lantaran Tanos tinggal di Singapura, KPK sempat kesulitan dalam memeriksa Tanos. Hal tersebut sempat diungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"KPK beberapa kali sudah mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan, saya tidak tahu apakah sudah ada balasan nanti akan kita periksa," ujar Alex di Gedung KPK, dikutip Jumat 1 Oktober 2021.
Alex mengatakan pihaknya juga sudah meminta bantuan Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) Singapura untuk memeriksa Tanos. Alex mengatakan siap memeriksa Tannos di Singapura jika berkenan. Hanya saja Tanos belum merespon terkait surat pemberitahuan pemeriksaan penyidik KPK.
"Kalau dia maunya diperiksa di CPIB-nya, tentu kita ke sana," ujar Alex.
Advertisement