Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung menganulir vonis mati Ferdy Sambo. Hukuman terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu dikorting jadi penjara seumur hidup.
Putusan ditetapkan dalam sidang tingkat kasasi yang digelar pada Selasa, 8 Agustus 2023. Diketok oleh lima hakim agung dengan ketua majelis Suhadi dan beranggotakan, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Advertisement
"Nomor 1. Nomor perkara 813 K/Pid/2023 terdakwa Ferdy Sambo SH SIK MH. Putusan PN Pidana Mati. Putusan PT menguatkan. Pemohon kasasi diajukan oleh Penuntut Umum dan terdakwa. Amar putusan kasasi, tolak kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan, menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan bersama-sama. Pidana penjara seumur hidup," ujar Kepala Biro dan Humas MA Sobandi saat membacakan hasil putusan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Agustus 2023.
Dari lima hakim agung, ada dua yang dissenting opinian atau menolak kasasi Ferdy Sambo. Dua hakim itu yakni, Zupriyadi dan Desnayeti. Kedua hakim agung itu ingin Ferdy Sambo tetap dihukum mati.
Bukan hanya Ferdy Sambo yang dapat keringanan, MA juga memberi diskon hukuman kepada terpidana lainnya dalam kasus yang sama.
Vonis Putri Candrawathi didiskon 50 persen, dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara. Ricky Rizal yang oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan divonis 13, dikorting jadi 8 tahun penjara.
Sementara itu, Kuat Ma'ruf yang semula dijatuhi 15 tahun penjara, dikasih keringanan jadi 10 tahun penjara.
Sobandi mengaku hanya bisa menyampaikan amar putusan majelis hakim. Untuk menjelaskan pertimbangan putusan merupakan kewenangan majelis hakim.
"Saya selaku Kepala Biro Hukum dan Humas MA hanya dapat menyampaikan informasi mengenai amar putusan kasasi terhadap Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi," ujar Sobandi kepada Liputan6.com, Rabu, 9 Agustus 2023.
"Sedangkan mengenai alasan menolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi maupun pidana yang dijatuhkan untuk Ferdy Sambo, pidana yang dijatuhkan diperbaiki, itu kita harus menunggu dengan sabar putusan lengkap dari majelis hakim," Sobandi menambahkan.
Kapan akan dirilis, menurut Sobandi, kurang lebih seminggu hingga dua minggu ke depan. Salinan putusan pun bisa diakses publik di website Mahkamah Agung.
"Di sana akan lengkap pertimbangannya apa. Kurang lebih sepekan dua pekan, saya tidak bisa janjikan karena itu kewenangan dari majelis hakim mengeluarkan putusan tersebut setelah dikoreksi tentunya," kata Sobandi.
MA Sadar Putusannya Timbulkan Pro dan Kontra
Sebagian publik awalnya bersorak atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis hukuman mati mantan Kadiv Propam Polri itu. Mereka menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo pantas didapat atas perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa manusia.
Namun kini, sebagian publik yang pro terhadap vonis mati Ferdy Sambo kecewa. Putusan MA yang membatalkan hukuman mati Ferdy Sambo, dinilai mengusik rasa keadilan, terutama bagi keluarga Brigadir Yosua.
Mahkamah Agung, kata Sobandi, menyadari putusannya terkait Ferdy Sambo akan menuai pro dan kontra. Ada yang mendukung dan tidak senang, bahkan kecewa atas putusan majelis hakim MA. Terutama keluarga korban.
"Tetapi kita sebagai wartawan maupun pegiat hukum harusnya mengedukasi ke masyarakat bahwa itulah putusan. Apa pun harus dihormati. Putusan hakim harus dianggap benar dan harus dihormati, kita harus edukasi itu. Bahwa di dalam putusan perkara pidana itu bisa terpidana atau terdakwa itu dibebaskan, tidak terbukti bersalah. Terdakwa bisa dihukum atau terdakwa bisa dilepaskan karena perbuatannya, bukan perbuatan pidana. Nah itu putusan," tuturnya.
Sobandi menjelaskan, di dalam perkara Ferdy Sambo ini, majelis hakim sependapat dengan pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Ferdy Sambo oleh penuntut umum itu terbukti secara sah dan meyakinkan.
"Tetapi diperbaiki mengenai pidana yang dijatuhkannya, khususnya untuk Ferdy Sambo. Bahkan kualifikasi tindak pidananya ya yang tadinya turut serta menjadi bersama-sama," kata Sobandi.
"Sedangkan mengenai pertimbangan dan alasan mengapa majelis hakim menjatuhkan putusan atau memperbaiki putusan sebagaimana kita ketahui sekarang ini, itu kita tunggu salinan lengkapnya dengan sabar. Saya juga tidak tahu apa pertimbangannya," Sobandi menandaskan.
Keluarga Brigadir Yosua Sedih, Kecewa dan Pasrah
Pihak yang paling terpukul atas putusan MA adalah keluarga besar Brigadir Yosua. Mereka mengaku sangat terpukul, kecewa dan sedih dengan putusan majelis hakim. Mereka menilai MA berlaku tidak adil.
Pengacara keluarga Brigadir Yosua, Martin Simanjuntak, menyatakan putusan MA dianggap tidak berempati terhadap keluarga korban.
"Selain tidak berempati terhadap keluarga korban, putusan ini tidak memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama ataupun para pejabat. Karena kenapa? Perkara ini perkara besar, dipantau media dalam dan luar negeri," kata Martin Simanjuntak kepada Liputan6.com, Rabu, 9 Agustus 2023.
Martin melanjutkan, putusan ini bisa membenarkan persepsi masyarakat bahwa hukum di Indonesia tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Selain itu, Martin melihat ada dua fenomena sebelum MA memutus perkara Ferdy Sambo dan terpidana lainnya.
Pertama, kata Martin, ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 terkait menghilangkan kewenangan jaksa untuk ajukan peninjauan kembali (PK). Kedua, mengenai adanya ekstraminasi ataupun kajian terhadap kritikan dalam putusan pengadilan negeri terkait perkara Ferdy Sambo dan terdakwa lain.
Dua fenomena ini, menurut Martin, patut dikaji lebih dalam, apakah menjadi rujukan majelis hakim Mahkamah Agung untuk menjatuhkan vonis terhadap Ferdy Sambo.
"Tapi kalau mengenai untuk jaksa tidak bisa PK, itu justru benar-benar menguntungkan mereka. Karena kenapa? Dalam upaya hukum biasa terakhir adalah kasasi. Apabila kasasi sudah diputus, ya sudah. Yang paling diuntungkan sekarang adalah para terpidana, yang paling dirugikan adalah kelurga korban. Mereka (keluarga korban) buntung banget sekarang. Karena kenapa? Ya sekarang ya sudah tidak bisa melakukan upaya apa-apa lagi," kata Martin.
Maka itu, menurut Martin, para terpidana tidak keberatan dengan vonis MA. Vonis majelis hakim sudah final untuk dilakukan ataupun dieksekusi.
"Nah, yang lebih menguntungkan lagi buat terpidana bahwa mereka masih punya kesempatan untuk mengajukan PK apabila mempunyai bukti baru. Dalam penerapannya, PK itu tidak bisa divonis apa yang sudah diputus di dalam kasasi. Jadi peluang dua, dikurangi atau ditolak dan tetap sama putusannya," ungkap Martin.
"Saya bilang putusan seumur hidup final, 10 tahun final, dan 8 tahun final dengan potensi berkurang. Mungkin nanti ke depan enggak tahu bisa berkurang lagi kalau mereka ajukan PK," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Martin, keluarga Brigadir J sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi terkait putusan MA ini. Mereka hanya bisa pasrah meratapi.
"Keluarga enggak bisa berbuat apa-apa lagi, kecuali meratapi nasib, melihat bahwa ternyata apa yang disampaikan masyarakat kecil ada alasan pembenarnya. Mereka kecewa dan sedih, bingung ke mana lagi cari keadilan," ungkap Martin.
Azmi Syahputra, dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, menilai putusan MA ini kembali membuka luka bagi keluarga Brigadir Yosua.
"Pasti membuka nuansa luka lagi bagi keluarga korban, di mana hakim kasasi dengan memberikan pengurangan pemidanaan pasti berdampak pada kualitas penegakan hukum yang tidak lagi setimpal," ujar Azmi kepada Liputan6.com, Rabu, 9 Agustus 2023.
"Sikap putusan hakim MA dalam perkara ini akan menimbulkan pro kontra, keluh kesah dan kurang mencerminkan nilai-nilai keadilan yang seharusnya dapat diwujudkan hakim kasasi atas perkara yang sangat menjadi sorotan publik ini," dia menambahkan.
Advertisement
Jaksa Tidak Punya Wewenang Ajukan PK atas Putusan MA soal Ferdy Sambo dkk
Kejaksaan Agung (Kejagung) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang meringankan hukuman Ferdy Sambo dan tiga terpidana lainnya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
"Kami menghormati dan menghargai seluruh putusan MA dimaksud," ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (9/8/2023).
Ketut menyatakan Kejagung mencermati putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim tingkat kasasi terhadap para terdakwa dan membuktikan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu pasal primair pembunuhan berencana sebagaimana surat dakwaan penuntut umum.
Bahwa seluruh fakta hukum dan pertimbangan hukum yang disampaikan dalam surat tuntutan penuntut umum telah diakomodir dalam putusan kasasi Mahkamah Agung.
"Penuntut umum berhasil meyakinkan majelis hakim untuk membuktikan pasal primair dalam perkara a quo," kata Ketut.
Kemudian Ketut menjelaskan, berkaitan dengan peninjaun kembali (PK) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam pasal 263 Ayat (1), (2) dan (3) KUHAP dilakukan atas dasar:
Pasal 263 KUHAP ayat (1) yang berbunyi, terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjuan kembali kepada Mahkamah Agung.
Kemudian ayat (2) permintaan PK dilakukan atas dasar: a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Selanjutnya, ayat (3) atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauann kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
"Bahwa sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 tanggal 14 April 2023, yang menyatakan dalam amar putusannya bahwa penjelasan Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga mengugurkan kewenangan jaksa penuntut umum dalam mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya," jelas Ketut.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md, menyatakan putusan MA terhadap kasasi Ferdy Sambo sudah final. Tak ada upaya hukum lain lagi yang bisa dilakukan jaksa maupun pemerintah.
"Seumpama negara boleh melakukan upaya hukum itu ya kita lakukan, tapi di dalam sistem hukum kita, kalau hukum pidana sampai kasasi itu jaksa atau pemerintah tidak boleh PK (peninjauan kembali), yang boleh PK itu hanya terpidana," kata Mahfud.
Sedangkan pengajuan PK oleh terpidana, lanjut Mahfud, harus memiliki novum atau surat bukti yang tidak pernah dikemukakan sebelumnya di persidangan.
"Novum itu bukan peristiwa baru sesudah diadili, oleh sebab itu mari kita terima, masyarakat supaya tenang. Persoalan hukum di negara kita masih banyak," ujar Mahfud.
Ferdy Sambo Kemungkinan Bisa Bebas Lebih Cepat
Sementara itu, terkait putusan MA yang menganulir hukuman mati Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup, akan memberinya peluang bebas lebih cepat melalui dengan berlakunya KUHP baru.
"Kalau seumur hidup itu berjalan, terus KUHP baru berlaku dalam beberapa tahun lagi, maka nanti Ferdy Sambo punya hak untuk memperoleh ketentuan yang paling meringankan selama dia menjalani hukuman," kata Pakar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, kepada Liputan6.com, Rabu, 9 Agustus 2023.
Mudzakkir menjelaskan, jika Ferdy Sambo tetap menjalani putusan MA, dia akan dipenjara seumur hidup dan bisa berubah atau turun jadi 20 tahun, lalu mendapatkan hak remisi.
"Jadi punya potensi tidak seumur hidup kalau berkelakuan baik, bisa turun dalam waktu tertentu dan remisi-remisi. Kemudian kalau masih punya usia, Ferdy Sambo bisa keluar sebelum waktunya atau dengan kata lain mendapat keringanan-keringanan hukum," jelasnya.
Mudzakkir kemudian menyoroti vonis hukuman mati yang diputuskan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut Mudzakkir, putusan majelis hakim PN Jaksel kala itu sebetulnya menjadi pertanyaan, apakah boleh pengadilan itu memutuskan lebih berat dari tuntutan jaksa?
Kalau misal lebih ringan, kata Mudzakkir, umumnya bisa diterima. Namun kalau lebih berat dari tuntutan jaksa, menjadi pertanyaan.
"Tapi pada saat itu banyak polemik yang putusan pidana mati kepada FS itu banyak argumen pendapat sehubungan dengan pemberatan pidana dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut penjara seumur hidup, sedangkan hakim memutusnya pidana mati. Bahkan beberapa komentar bernada negatif, istilah bahasanya memutus berdasar pada angan-angan," kata Mudzakkir.
Karena, menurut Mudzakkir, membuktikan bahwa Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual sekaligus eksekutor bersama pelaku yang lain itu agak samar dalam proses pembuktian. Jaksa dalam membuktikan itu, lanjut Mudzakkir, masih dalam ruang yang samar.
"Samarnya di mana? Walau logikanya bisa diterima, hanya saja pelurunya dari mana? Kok yang terakhir ada dua peluru, tapi konteks pelurunya siapa tidak dilanjutkan. Ini berdasarkan apa yang saya baca melalui media, tapi kemudian hakim menjatuhkan pidana mati," kata Mudzakkir.
Kalau hakim menjatuhkan pidana mati, menurut Mudzakkir, mestinya hakim juga yakin bahwa Ferdy Sambo adalah sebagai pelaku penganjur dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
"Atas dasar itu, kalau jaksa menuntut seumur hidup dan hakim pidana mati maka ini peluang untuk berubah sangat besar. Besar lagi ketika itu yang mengajukan banding juga jaksa. Mestinya jaksa menuntut kalau itu sudah dihukum, kan sudah clear. Tapi kalau tidak salah catatan saya jaksa juga ikut banding," katanya.
Kalau jaksa ikut banding, artinya, kata Mudzakkir, jaksa mintanya seumur hidup, bukan pidana mati. Kalau pidana mati sesungguhnya ruang kewenangan hakim
"Jaksa kalau banding justru menguntungkan pihak terdakwa, yakni Ferdy Sambo, sehingga dia tinggal memberi umpan materi, pembuktian, legal argument itu bisa membantu meringankan karena seharusnya yang mengajukan banding pemberatan itu adalah terdakwa, tapi dalam kasus ini adalah jaksa," jelasnya.
"Jadi kalau itu dibanding dan kemudian kasasi, legal argument menjadi jelas bahwa ini yang berkehendak memutus seumur hidup adalah jaksa, bukan terdakwa. Di sini menjadi umpan yang paling mudah bagi terdakwa untuk berargumen menyertakan bukti dan kemudian memutuskan agar supaya dihukum lebih ringan. Lebih ringannya sesuai dengan permohonan jaksa yakni seumur hidup," tambahnya.
Advertisement
Meski Lakukan Kejahatan Serius, Ferdy Sambo Punya Hak untuk Hidup
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan terlepas dari apa pun alasan di baliknya, putusan MA menganulir vonis mati Ferdy Sambo dapat mengindikasikan bahwa hakim di tingkat MA mulai meninjau ulang penerapan hukuman mati.
"Itu hal yang posirif jika bisa diterapkan kepada seluruh terdakwa segala tindak pidana yang dihukum mati," ujar Usman Hamid kepada Liputan6.com, Rabu, 9 Agustus 2023.
Usman Hamid melihat saat ini publik terbelah dalam memandang vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Ada yang setuju mantan Kadiv Propam Polri itu dihukum mati, dan ada yang tidak setuju.
"Bisa dikatakan yang paling dominan adalah opini publik yang ingin agar dia dihukum mati," kata Usman.
Usman menegaskan sependapat bahwa perbuatan Ferdy Sambo merupakan kejahatan serius dan sulit ditoleransi, karena menghilangkan nyawa manusia. Apalagi kapasitasnya sebagai perwira tinggi yang memegang jabatan strategis di Polri.
"Meski Sambo perlu dihukum berat, kami menilai ia tetap punya hak untuk hidup," kata Usman.
Usman menambahkan, segala bentuk kejahatan yang dilarang oleh hukum internasional dan dilakukan aparat negara harus dihukum yang berat, tetapi tetap harus adil, tanpa harus menjatuhkan hukuman mati.
"Ini hukuman yang ketinggalan zaman. Hakim bisa lebih adil tanpa harus memvonis mati siapa pun dengan kejahatan apa pun," tegasnya.