Liputan6.com, Jakarta Desa Bengkala, Bali kini lebih siap menghadapi ancaman rabies. Bekerja sama dengan Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) untuk melakukan berbagai mitigasi, mulai dari penguatan Tim Siaga Rabies (Tisira), hingga komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat dalam menghadapi rabies.
Keberhasilan Desa Bengkala dalam melakukan komunikasi risiko selama pandemi dengan melibatkan masyarakat termasuk komunitas disabilitas, menjadi cara bagi desa tersebut untuk menerapkan pendekatan One Health.
Advertisement
Ini adalah konsep yang mengoptimalkan hubungan erat dan ketergantungan antara kesehatan manusia, hewan dan ekosistem. Serta peduli pada kesehatan hewan peliharaan maupun hewan liar, tumbuhan, dan lingkungan yang lebih luas.
Hal ini diamini oleh tokoh masyarakat di Desa Bengkala, I Gede Suarta yang mengatakan bahwa setiap langkah yang dilakukan di Desa Bengkala menggunakan pendekatan One Health.
Suarta juga menceritakan awal kegelisahan soal rabies yang bermula pada 2018. Saat itu, ada dua orang warga yang digigit anjing liar. Warga berhasil menangkap dan memeriksa anjing itu.
Sampel air liurnya kemudian diambil dan diperiksa di Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar. Hasilnya, anjing itu positif rabies. Warga pun gelisah, takut ada korban jiwa.
Suarta menginisiasi pembentukan aturan adat berupa perarem. Aturan itu kemudian disahkan pada 24 Agustus 2018.
Ada 13 poin yang diatur dalam perarem itu, seperti tata cara memelihara anjing, hingga sanksi bagi warga yang memelihara anjing sembarangan.
Kegelisahan Soal Rabies di Desa Bengkala
Perarem bukan hanya berlaku bagi warga Bengkala, tapi juga warga adat di luar Bengkala. Contohnya, warga yang membuang anjing sembarangan, akan dikenakan denda 50 kilogram beras per ekor. Bila anjing peliharaan menggigit orang, maka pemilik anjing wajib membayar denda satu ton beras ditambah biaya pengobatan.
Namun bila korban gigitan meninggal dunia, pemilik anjing juga wajib menanggung biaya upacara.
Advertisement
Kesadaran Pentingnya Vaksinasi Hewan Cerminan dari Pengalaman Lawan COVID-19
Lebih lanjut, Suarta menjelaskan bahwa kesadaran akan pentingnya vaksinasi untuk hewan ini terefleksi dari pengalaman pandemi COVID-19.
Turunnya angka kasus COVID-19 akibat vaksinasi memberikan pemahaman bahwa vaksinasi tidak hanya dilakukan pada manusia, tetapi juga berlaku pada hewan.
Terutama, karena saat ini hanya vaksin yang terbukti efektif menanggulangi rabies. Pembelajaran dari pandemi COVID-19 juga diterapkan dalam menyampaikan informasi terkait rabies lewat pendekatan komunikasi risiko. Hal ini disampaikan oleh Suarta dalam upaya sosialisasi pencegahan rabies.
“Kami juga gencarkan sosialisasi lewat film. Kebetulan ada film yang membahas tentang rabies. Diputar beberapa kali seperti layar tancap. Akhirnya kesadaran warga terbangun dari sana,” kata Suarta mengutip keterangan pers, Kamis (10/8/2023).
Populasi Hewan Penular Rabies di Bengkala
Saat ini jumlah populasi hewan penular rabies (HPR) di Bengkala sudah turun drastis. Dari 1.400 ekor pada 2018, tersisa 273 ekor pada Juni 2023.
Hal ini lantaran adanya peningkatan kesadaran untuk melakukan vaksinasi rabies kepada hewan. Baik hewan liar, maupun hewan peliharaan.
“Tidak ada yang melarang memelihara anjing atau kucing. Kalau mau pelihara ya harus tanggung jawab,” ungkap pria yang juga anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bengkala itu.
Lebih lanjut, Suarta mengungkapkan, dalam penanggulangan rabies, aparatur desa juga melibatkan penyandang disabilitas sebagai anggota Tim Siaga Rabies (Tisira).
Dari 12 orang anggota Tisira, dua orang di antaranya adalah penyandang disabilitas. Mereka adalah Putu Suara dan Juliana.
Upaya menggandeng penyandang disabilitas dilakukan karena langkah serupa pernah dilakukan saat penanggulangan COVID-19 lalu. Langkah itu terbukti berhasil untuk memberikan informasi kepada sesama penyandang disabilitas.
“Kalau ada vaksinasi atau tindakan lebih lanjut untuk penanganan HPR liar, mereka juga masuk tim. Itu pun sudah seizin desa, dinas, dan desa adat. Pergerakan mereka jauh lebih lincah dari kami. Makanya selalu kami libatkan,” ungkap Suarta.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta mengungkapkan, bahwa Desa Bengkala merupakan desa yang sukses mengendalikan kasus rabies. Hingga kini tidak ada kasus rabies di desa itu.
“Bahkan kasus gigitan juga tidak ada. Kalau ada, biasanya sudah selesai di desa itu. Karena mereka punya aturan adat,” ujar Sumiarta.
Ia pun mendorong seluruh desa di Buleleng untuk mengadopsi langkah yang dilakukan Desa Bengkala karena langkah itu terbukti efektif menanggulangi penyebaran rabies.
Advertisement