Liputan6.com, Jakarta - Biasanya, rempah-rempah dan tanaman lokal di Indonesia diolah menjadi jamu atau minuman obat yang kaya akan manfaat untuk kesehatan. Namun, Tobatenun memilih jalan yang berbeda. Mereka melihat potensi lain dari rempah-rempah dan tanaman lokal, yaitu sebagai pewarna alami untuk tekstil.
Melalui penelitian, Tobatenun berinovasi mengubah bahan-bahan tradisional ini menjadi pewarna kain yang tahan lama dan ramah lingkungan sekaligus memberikan nuansa warna alami pada tekstil yang diproduksi. Beberapa dari tanaman tersebut mampu memberikan pigmen warna alami pada kain. Misalnya, daun indigo yang memberikan warna biru atau secang yang menghasilkan warna merah.
Advertisement
Ada juga kapur-kapuran untuk memastikan warna tersebut menempel dengan kuat pada serat kain, seperti tingi atau tawas alami. Mereka dapat berfungsi sebagai mordan, yaitu zat yang mengikat pigmen warna agar lebih tahan lama dan tidak mudah luntur saat dicuci. Mordan ini memastikan bahwa warna yang dihasilkan rempah atau tanaman lokal dapat bertahan lama, memiliki intensitas yang baik, dan tetap pada posisinya tanpa pecah atau berpindah.
"Ada tanaman yang memberi warna seperti secang, mahoni, ketapang, itu ya daun-daunnya. Ada juga yang bersifat mengikat, itu kapur-kapuran seperti tawas," ungkap Agus Handoyo, seorang Natural Dye & Material Specialist Jabu Borna, Partner dari Tobatenun saat ditemui di Jakarta pada Rabu, 9 Agustus 2023.
Agus menjelaskan proses mendapatkan warna dari rempah-rempah dan tanaman lokal. Menurutnya, langkah pertama adalah merebus rempah dan tanaman tersebut. Proses perebusan ini memungkinkan pigmen warna yang terkandung di dalam tanaman dan rempah untuk larut ke dalam air. Setelah itu, ekstraksi dilakukan untuk memisahkan pigmen warna dari bagian tanaman lainnya, sehingga menghasilkan konsentrat cairan pewarna kain ulos.
Tidak Mencemari Lingkungan
Dengan cairan pewarna tersebut, tekstil kemudian dapat dicelup. Tekstil harus direndam dengan benar agar serat kain dapat menyerap warna dengan maksimal. Proses pencelupan bisa berlangsung beberapa jam atau bahkan hari, tergantung pada jenis tanaman, rempah, dan hasil yang diinginkan. Agus menekankan pentingnya kesabaran dan ketelitian dalam proses ini untuk mendapatkan hasil terbaik.
"Lalu produk di celup angkat selama beberapa kali sampai di ketebalan (warna) yang diinginkan," ujar Agus.
Agus, berbekal pengetahuan yang diperoleh selama studinya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Jogja), menekankan pentingnya memahami karakteristik rempah-rempah dan tanaman lokal dalam pewarnaan. Menurut Agus, banyak dari rempah dan tanaman lokal tersebut yang secara alami menghasilkan warna primer, seperti merah, biru, dan kuning.
Dengan memahami prinsip dasar teori warna, Agus menjelaskan bahwa kita dapat menggabungkan berbagai sumber pewarna alami untuk menciptakan spektrum warna yang lebih luas dan variatif. "Kita padu-padankan seperti analogi mencampur cat lah. Ketika kuning ditabrak merah jadi oren," pungkasnya.
Di dunia industri tekstil, pemberian warna pada produk seringkali menghasilkan limbah. Limbah ini, jika tidak dikelola dengan benar, dapat membahayakan lingkungan dan mencemari tanah. Namun, Jabu Borna memiliki pendekatan berbeda dalam menghadapi masalah limbah.
Mereka berkomitmen untuk mengolah limbah warna dengan metode khusus sehingga tidak merugikan lingkungan. Proses pengolahan ini dirancang sedemikian rupa untuk meminimalisir dampak negatif, baik itu dalam bentuk residu kimia atau polusi air.
"Namanya pekerjaan tangan kan pasti ada human error. Untuk kain-kain yang cacat atau noda kita manfaatkan kembali. Dari proses pendevelopan itu kita usahain gak ada sampah yang kebuang. Selagi masih bisa diolah, kita manfaatin," tutur Agus.
Advertisement
Peluncuran Koleksi Resort Wear Pertama
Lewat Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna, Tobatenun meluncurkan koleksi resort wear bernama ‘Terbit’. Koleksi ini memadukan warna-warna alami yang mengingatkan pada pesona langit pagi, dengan desain yang sesuai untuk iklim tropis. Pada 1--24 Agustus 2023, pameran khusus koleksi dan pewarnaan alam ini diadakan di Alun Alun Indonesia, Grand Indonesia.
Koleksi 'Terbit' memamerkan keindahan pewarnaan alami yang menghasilkan warna biru, putih, dan krem. Terinspirasi dari panorama langit pagi, koleksi ini merupakan karya pertama Tobatenun di resort wear. Dengan pewarna alami dan potongan kain tenun batak, Tobatenun menunjukkan dedikasinya terhadap produksi mode berkelanjutan sambil menghargai kerja sama dengan mitra pewarna alam di Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna.
"Tobatenun terus berkomitmen untuk mempertahankan budaya, khususnya kain tenun Batak dengan pendekatan yang berkelanjutan. Melalui Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna, yaitu program kami dalam pengembangan komunitas yang fokus untuk riset terkait pewarnaan alam dan proses produksi yang memperhatikan lingkungan," ucap Kerri na Basaria, Founder & CEO Tobatenun.
Kerri menyatakan bahwa Tobatenun dan Rumah Pewarnaan Alam Jabu Borna, akan secara rutin meneliti dan mengembangkan teknik pewarnaan alami untuk seluruh koleksi mereka. Koleksi 'Terbit' adalah hasil dari aktivitas penelitian dan desain tersebut. Selain itu, mereka berkomitmen meningkatkan kesadaran konsumen dengan mengedukasi mereka untuk memilih pakaian berkelanjutan.
Membangun Komunitas
Catharina Widjaja, CEO Alun Alun Indonesia, juga menegaskan dukungannya kepada para pelaku industri kreatif agar tetap mempertahankan warisan budaya Indonesia. "Berinovasi agar terus menciptakan kreasi baru dan dapat memberikan apresiasi, kecintaan, dan rasa bangga terhadap produk lokal, sehingga dapat terus menarik berbagai pengunjung lokal maupun mancanegara," tuturnya.
Sebagai sebuah perusahaan sosial, Tobatenun berdedikasi tidak hanya pada bisnis, tapi juga dalam memajukan komunitas. Ini terlihat dari pendirian rumah komunitas, Jabu Bonang dan Jabu Borna, yang menjadi fondasi utama program pemberdayaan mereka.
Dengan fasilitas komunitas ini, Tobatenun memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat untuk tumbuh dan meningkatkan kemampuan mereka. Tobatenun percaya bahwa kerja sama antara perusahaan, masyarakat, dan lingkungan dapat menciptakan perubahan positif.
Dalam peluncuran koleksi 'Terbit', Tobatenun juga memperkenalkan seri tenun bertema 'Pancarona', hasil kerja sama dengan mitra partonun dari rumah komunitas Jabu Bonang. Tobatenun berpendapat bahwa budaya perlu terus beradaptasi untuk tetap relevan.
Mendorong kreativitas penenun menjadi bagian dari misi Tobatenun untuk mempromosikan dan menjaga tradisi tenun. Dengan inisiatif ini, harapan Tobatenun adalah Tenun Batak dapat terus bersinar, mendapatkan pengakuan lebih luas, dan menjadi lebih kompetitif di pasaran.
"Perjalanan kami dimulai pada tahun 2018 yang diawali dari tekad dan harapan sederhana yaitu melestarikan kain tradisional Batak. Tobatenun dibangun tak pernah sekadar sebuah bisnis, lebih dari itu kami memiliki tujuan untuk membangkitkan semangat kewirausahaan para pembuat ulos di desa-desa tradisional di Sumatera Utara melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan, menghidupkan kembali teknik dan motif ulos yang hampir punah," ungkap Kerri.
Advertisement