Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan tidak ingin pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi komoditas politik pada tahun politik seperti saat ini.
Penegasan itu didasari pengalamannya yang memulai karir dan usaha sebagai pelaku UMKM. Ia pun mengaku telah menyampaikan langsung hal tersebut kepada Presiden Jokowi.
Advertisement
"Saya sampaikan kepada Bapak Presiden, 'Pak Presiden, UMKM ini hidup ketika ada pilkada, ketika ada pileg, ketika ada pilpres. Dan mereka selalu dijadikan komoditi politik'. Saya sebagai menteri yang berasal dari UMKM tidak ingin itu terjadi secara terus menerus," katanya saat menyampaikan sambutan dalam acara Pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Perseorangan dikutip dari Antara, Kamis (10/8/2023).
Bahlil menuturkan, dari 34 menteri yang ada di Kabinet Indonesia Maju, hanya dirinya yang punya sejarah menjadi pelaku UMKM. Oleh karena itu, ia paham betul lika liku para pelaku UMKM untuk bisa memperoleh izin atau mengakses pembiayaan.
"Saya pernah menjadi UMKM. Saya pernah menjual ikan di pasar. Saya pernah menjual bawang. Saya pernah punya omzet Rp60 juta dan saya tahu betul sakitnya UMKM. Pinjam uang di bank diputar-putar. Izin mau dibuat, diminta uang. Pinjam uang di bank, minta aset. Betulkah? Saya tahu sakit bapak ibu semua. Jangan pernah bicara UMKM dibicarakan oleh orang kaya. Jangan. Boleh orang kaya tapi dia pernah menjadi orang miskin," katanya.
Keberpihakan pada UMKM
Oleh karena itu, ketika kini Bahlil menjadi Menteri Investasi, kendati harus mengurus investasi besar dengan nilai miliar hingga triliunan rupiah, ia tetap memberikan keberpihakan kepada pengembangan UMKM. Salah satunya dengan fasilitasi legalitas pelaku UMKM lewat Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Mana ada sejarah Kepala BKPM bicara tentang UMKM, kalau bukan karena orang yang pernah merasakan getir sakitnya UMKM di daerah-daerah?" katanya.
Bahlil menjelaskan saat ini penyaluran pinjaman perbankan kepada UMKM hanya sekitar 18-19 persen, lantaran 56 persen UMKM di Indonesia belum memiliki legalitas.
"Belum ada izin-izinnya makanya perbankan susah menyalurkan kredit. Kenapa tidak ada izin? Saya tahu bapak ibu bikin izin susah. Betul toh? Makanya mantan UMKM jadi Menteri Investasi, saya buat kebijakan lewat OSS, saya pangkas semua administrasinya," ujarnya.
Izin Lewat OSS
Bahlil menegaskan izin-izin lewat OSS bagi pelaku UMKM tidak dipungut biaya, termasuk sertifikasi halal dan lainnya. Ia menjamin pengurusan legalitas lewat OSS juga kini lebih mudah dan efisien karena tidak perlu berhadapan langsung dengan menteri, kementerian, atau kepala daerah serta pihak terkait lainnya.
Bahlil pun memotivasi pelaku UMKM untuk terus bersemangat dalam berusaha.
"Jangan pesimis jadi UMKM, bukan berarti anak bapak ibu tidak menjadi orang hebat. Tidak ada jaminan anak konglomerat akan menjadi konglomerat terus. Tidak ada jaminan anak UMKM tidak menjadi konglomerat. Dan juga, anak UMKM bisa menjadi Presiden. Contohnya Bapak Presiden Jokowi," katanya.
Advertisement
Kredit Macet UMKM Mau Dihapus, Pelaku Justru Usul Ini
Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menilai rencana Pemerintah terkait penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional merupakan kebijakan yang kurang tepat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero mengungkapkan, dengan adanya penghapusan kredit macet UMKM tersebut dikhawatirkan akan banyak pelaku usaha yang sengaja membuat kreditnya dimacetkan.
"Kalau bicara manisnya kredit macet dihapuskan alhamdulillah. Tapi sebenarnya tujuannya apa?kayaknya tidak mendidik sekali. Pemerintah berencana menghapus kredit macet, nanti banyak yang bikin kreditnya dimacetin, kan gitu," kata Edy kepada Liputan6.com, Rabu (9/8/2023).
Edy pun mengusulkan agar Pemerintah belajar dari negara lain. Menurutnya, negara lain itu biasa mengajak pelaku UMKM yang kreditnya macet untuk berdiskusi.
"Tetapi mari kita belajar dari negara lain, kalau UMKM kreditnya macet itu diajakin ngobrol terkait kesulitannya apa," ujarnya.
Selain mengajak diskusi pelaku UMKM yang kreditnya macet, Pemerintah juga bisa memberikan tambahan modal kerja, pendampingan agar pelaku usaha tersebut bisa bangkit dari keterpurukannya dan bisa kembali membayar kewajibannya untuk membayar kredit KUR ke perbankan.
"Bukan dihapus bukukkan, tapi diberikan tambahan modal kerja, kemudian didampingi supaya pelaku UMKM itu bisa survive dan bangkit kembali, serta mampu membayar kewajibannya, atau diperpanjang pengembaliannya, itu cara-cara yang bisa dilakukan," usulnya.
Penghapusan Kredit
Disisi lain, Edy pun mempertanyakan jika memang pemerintah memberlakukan penghapusan kredit macet UMKM, apakah pelaku usaha tersebut diblacklist dari perbankan atau tidak.
"Kalau semata-mata dihapuskan kredit macetnya ya alhamdulillah, tapi ada catatan diblacklist tidak? Tapi apakah ada catatan diperbankan dan OJK bahwa yang kredit macet dan dihapus, apakah ditandai merah sehingga kami tidak bisa mengajukan kredit lagi," ujarnya.
Oleh karena itu, Akumindo menegaskan agar Pemerintah berhari-hati dalam menetapkan kebijakan baru, utamanya menyangkut UMKM.
"Jadi, sebenarnya menurut saya berhati-hati terhadap kebijakan. Pertimbangkan baik-baik, kami mengusulkan lebih baik di reschedule dan ditambah modal kerja dibanding kita diberikan penghapusan beban kredit tapi juga diblacklist," pungkasnya.
Advertisement