Hukum Membayar Fidyah Bagi Orang yang Meninggal, Simak Penjelasan Buya Yahya

Perkara fidyah sering menjadi pertanyaan bagi sebagian muslim. Fidyah juga kerap menjadi pembahasan yang diperdebatkan.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 12 Agu 2023, 08:30 WIB
Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena membayar fidyah bagi orang yang baru meninggal dunia kerap ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Di sebagian wilayah Jawa Barat, misalnya, fidyah dibayar sebelum jemaah menyalatkan jenazah.

Perkara fidyah sering menjadi pertanyaan bagi sebagian muslim. Fidyah juga kerap menjadi pembahasan yang diperdebatkan. 

Ada argumen menyatakan bahwa seharusnya keluarga yang meninggal itu diberi bukan memberi (dalam hal ini membayar fidyah). Sebaliknya, justru fidyah itu harus dibayar sebagai pengganti sholat atau puasa yang pernah ditinggalkan si mayit.

Untuk mengetahui penjelasan fidyah bagi orang yang meninggal dunia, seorang peserta kajian Al Bahjah bertanya kepada KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya tentang hukum membayar fidyah orang meninggal.

“Buya saya mau bertanya, kalau di daerah saya kalau misalnya habis meninggal itu suka ada bayar fidyah, suka diputer. Itu mengganti sholat. Jadi, saya mau bertanya itu (bayar fidyah) benar atau salah sedangkan kalau misalnya orang yang meninggal itu kan ada yang tidak punya itu bagaimana?” tanyanya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Jumat (11/8/2023).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Penjelasan Buya Yahya

Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)

Buya Yahya menjelaskan, membayar fidyah bagi orang yang meninggal dunia adalah untuk mengganti ibadah sholat atau puasa. Dalam praktiknya, ulama berbeda pendapat terkait fidyah ini.

Pendapat pertama, apabila si mayit pernah meninggal sholat semasa hidupnya maka didoakan saja agar Allah mengampuni, tidak perlu membayar fidyah atau mengqadha sholatnya.

“Pendapat kedua di dalam mazhab Imam Syafi’i dibayarkan fidyah, disamakan dengan puasa. Setiap kali sholat 6,7 ons atau satu mud (makanan pokok). Pendapat yang ketiga adalah diqadha oleh ahli warisnya,” jelas Buya Yahya. 

“Maka dalam hal ini disesuaikan. Punya duit ambil (pendapat) yang kedua. Gak punya duit ambil yang ketiga. Sederhana, yang gak boleh ngerjain gak pake ilmu, dikit-dikit fidyah,” lanjut Buya Yahya.

Sementara, untuk urusan mengganti puasa Ramadhan ada dua pendapat. Pendapat pertama adalah membayar fidyah setiap utang sehari puasa dengan 1 mud atau 6,7 ons makanan pokok. Pendapat kedua adalah mengqadhanya.

“Makanya, sengaja kami hadirkan pendapat semuanya itu. Kalau Anda masuk kampung, satu kampung kadang main qadha, berarti ikut pendapat yang mengqadha. Oh pake fidyah, berarti dia pake pendapat fidyah,” jelas Buya Yahya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya