Kisah KH As'ad Sulap Pasir Jadi Bom, Karomah Wali di Zaman Perjuangan Kemerdekaan

Ada satu kisah karomah yang luar biasa KH As'ad di zaman perjuangan kemerdekaan. Beliau dapat mengubah pasir menjadi dentuman bom

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2023, 10:30 WIB
Repro foto Panglima Jenderal Besar Soedirman perang gerilya tujuh bulan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Agustus adalah bulan yang istimewa. Sebab, pada bulan Agustus Indonesia meraih kemerdekaan.

17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Tahun 2023 ini adalah HUT ke-78 RI.

Menyitir Mahfud MD, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang merdeka dengan mengusir penjajah. Padahal, kala itu Indonesia belum lahir.

Proses kelahiran bangsa Indonesia berliku dan butuh perjuangan luar biasa. Semua elemen bersatu untuk memerdekakan bangsa.

Salah satu elemen vital pada masa perjuangan kemerdekaan itu adalah ulama atau kiai.

Ulama diberkahi ilmu, dan beberapa lainnya karomah. Ulama mampu menggerakkan santri dan masyarakat untuk melawan penjajah.

Tak hanya itu, jarang para kiai juga menunjukkan karomahnya untuk membuat jera pasukan musuh. Salah satunya adalah KH R As'ad Syamsul Arifin, pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Jawa Timur.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Pasir dan Kacang Ijo Jadi Bom

Repro foto Panglima Jenderal Besar Soedirman perang gerilya tujuh bulan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ada satu kisah karomah yang luar biasa KH As'ad di zaman perjuangan kemerdekaan. Beliau dapat mengubah pasir menjadi dentuman bom.

Tertulis di Laduni.id, KH Fawaid mengisahkan, saat perang gerilya, beberapa pejuang tampak membawa pasir. Konon, pasir itu adalah pemberian dari Kiai As’ad.

Pasir tersebut kemudian ditaburkan ke kacang hijau di dekat markas tentara Belanda atau di jalan yang akan banyak dilewati tentara Belanda.

Aneh, suatu keajaiban terjadi. Puluhan tentara Belanda yang bersenjata lengkap itu tiba-tiba lari terbirit-birit ketakutan sambil meninggalkan senjatanya. Mungkin mereka mengira suara pasir itu adalah suara dentuman bom.

Padahal, saat itu para pejuang tidak membawa bom. Bagaikan mendapatkan rezeki nomplok, para pejuang itu seakan berpesta pora dan memunguti satu per-satu senjata-senjata yang ditinggal Belanda itu.

Dalam kesempatan lain, sebanyak 50 anggota Laskar Sabilillah meminta ijazah kepada Kiai As’ad ke Sukorejo sebagai bekal untuk berjuang melawan Belanda.

Pertama-tama yang ditanyakan oleh Kiai As’ad adalah keteguhan mereka untuk berjuang. “Apakah kalian betul-betul ingin berjuang?” tanya Kiai As’ad.

“Kami memang ingin berjuang, Kiai, asalkan kami diberi azimat,” jawab pemimpin rombongan.


Maju Pantang Mundur

Orang Indonesia Saat Perang Kemerdekaan (sumber: spaarnestad/hugowilmar)

“Oh, itu gampang,” jawab Kiai As’ad. “Be en entar bungkol, moleh bungkol (kamu berangkat perang utuh, pulang pun utuh).”

Lalu Kiai As’ad mengambil air putih dan menyuruh mereka meminumnya sambil membaca sholawat.

Setelah itu Kiai As’ad berpesan, “Kalian tidak boleh menoleh ke kiri dan ke kanan. Terus maju, jangan mundur. Kalau maju terus dan tertembak mati, kalian akan mati syahid dan masuk surga. Tapi, bila kalian mundur dan tertembak, kalian akan mati dalam keadaan kafir!”

Maka mereka dengan semangatnya berjuang, hingga akhirnya kembali memenangkan peperangan melawan penjajah.

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya