Liputan6.com, Jakarta - PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) atau Adira Finance mengungkapkan akuisisi PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) diproyeksikan bakal rampung 2024.
Presiden Direktur Adira Finance, I Made Dewa Susila menuturkan, pihaknya melakukan akuisisi 10 persen saham MFIN dan sebagian besar sisanya dilakukan oleh MUFG.
Advertisement
"Akuisisi Mandala Multifinance yang mayoritas itu adalah MUFG. Adira Finance berpartisipasi 10 persen," kata Dewa dalam konferensi pers, dikutip Sabtu (12/8/2023).
Terkait akuisisi tersebut, Adira mengaku telah meneken conditional sale agreement alias perjanjian jual beli bersyarat. Adapun syarat dalam melakukan perjanjian tersebut, yakni mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Alhasil, akuisisi tersebut diprediksi baru bisa direalisasikan pada awal 2024.
Meski demikian, ia belum bisa menjabarkan lebih lanjut mengenai langkah yang akan ditempuh usai melakukan akuisisi MFIN.
"Kalau sesuai schedule itu, ya tahun depan baru kami bisa membangun arahnya ya, ke depan, tapi apapun yang terjadi, kami di grup yang diprioritaskan adalah bagaimana bersinergi di atas entitas dari grup MUFG," kata dia.
Dengan demikian, Adira Finance berkomitmen untuk terus melakukan kolaborasi. Ini mengingat segala sesuatu hal jika dikerjakan sendiri akan lebih berat dibandingkan dengan kolaborasi.
Adira Finance Catatkan Pembiayaan Rp 67,6 Miliar
Sebelumnya, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) mencatatkan pembiayaan kendaraan listrik sebesar Rp 67,6 miliar pada semester I-2023. Angka ini meningkat dari pencapaian tahun sebelumnya.
"Pada semester satu tahun ini, pembiayaan (kendaraan listrik) kami telah mencapai Rp 67,6 miliar rupiah dari total pembiayaan kami sepanjang semester satu tahun ini kalau dibanding tahun lalu meningkatnya beberapa kali lipat lah,” kata Direktur Penjualan, Pelayanan dan Distribusi Adira Finance, Niko Kurniawan dalam konferensi pers, ditulis Sabtu, 12 Agustus 2023.
Realisasi pembiayaan tersebut didominasi oleh pembiayaan mobil listrik dibandingkan motor listrik. Untuk porsinya, pembiayaan mobil listrik sebanyak 77 persen dan sisanya pembiayaan motor listrik sebanyak 33 persen.
Pembiayaan Hijau
Di sisi lain, Niko menyebut, pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung pembiayaan hijau (green financing) sekaligus mendukung zero emission.
"Jadi kami di Adira Finance pun ikut serta berpartisipasi dalam program pemerintah untuk mendukung pembiayaan green financing atau pembiayaan hijau. Ke depannya tentunya kami akan support terus pembiayaan listrik,” ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, Adira Dinamika Multi Finance mencatatkan pembiayaan kendaraan listrik (electric vehicle atau EV) mencapai Rp 30 miliar pada 2022.
Direktur Utama Adira Dinamika Multi Finance,, I Dewa Made Susila menuturkan, pihaknya menyalurkan pembiayaan untuk 415 unit kendaraan listrik pada tahun lalu dengan rincian sebanyak 333 unit motor listrik dan 82 unit mobil listrik.
"Pembiayaan untuk 415 unit kendaraan listriik selama 2022, rinciannya motor 333 unit dan mobil 82 unit," kata I Dewa Made Susila kepada awak media dalam kesempatan berbeda.
Ia menuturkan, penjualan motor listrik pada tahun lalu mengalami lonjakan 230 persen menjadi sekitar 6.000 unit, awalnya hanya 2.000 unit. "Kita masih dalam tahap belajar pembiayaan kendaraan listrik ini," kata dia.
Sejauh ini, pembeli kendaraan listrik yang memanfaatkan pembiayaan Adira hanya orang-orang tertentu. Biasanya, pembeli mobil listrik ini merupakan orang kaya yang sudah memiliki mobil biasa. Di sisi lain, masyarakat lainnya masih mempertimbangkan soal pembelian kendaraan listrik.
Advertisement
Pertimbangan Beli Kendaraan Listrik
Lantas, apa saja pertimbangan masyarakat dalam membeli kendaraan listrik?
Dewa menyebutkan, terdapat tiga hal yang dicermati orang-orang dalam membeli kendaraan listrik. Pertama, soal harga, karena kendaraan listrik ini lebih mahal dibandingkan kendaraan biasa.
"Harganya lebih mahal dari kendaraan biasa, motor juga Rp 30 jutaan," kata dia.
Kedua, infrastruktur juga menjadi salah satu pertimbangan, karena belum banyak stasiun pengisian kendaraan listrik atau EVCS (Electric Vehicle Charging Station).
"Selalu infrastruktur, kalau lewat kira-kira 60 kilometer dari Jakarta susah charge charge. Artinya, konsumen berpusat di kota yang infrastrukturnya siap," ujar dia.
Ketiga, biasanya orang Indonesia cenderung berpikir apakah kendaraan ini bisa dijual kembali atau tidak setelah digunakan alias masih laku atau tidak jika dijual kembali.
"Paling basic kendaraan di Indonesia konsumen mikir secondary value, berbeda dengan di luar negeri memang untuk dipakai," pungkas dia.