Khawatir Ditumpangi Mafia Tanah, Petani di Palangka Raya Tolak Pengukuran Lahan

Kelompok Tani Lewu Taheta di Kelurahan Sabaru Kota Palangka Raya, menolak upaya Kejaksaan Negeri Palangka Raya mengambil titik koordinat di lahan pertanian mereka.

oleh Roni Sahala diperbarui 14 Agu 2023, 22:00 WIB
Hamparan tanaham Buah Naga milik Kelompok Tani Lewu Taheta di Kelurahan Sabaru Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Liputan6.com, Palangka Raya - Kelompok Tani Lewu Taheta di Kelurahan Sabaru Kota Palangka Raya, menolak upaya Kejaksaan Negeri Palangka Raya mengambil titik koordinat di lahan pertanian mereka. Para petani mencurigai, pengukuran itu bukan dalam upaya penegakan hukum.

Ketua Kalteng Watch Anti Mafia Tanah, Men Gumpul mengungkapkan, petugas ukur pertanahan datang atas permintaan Kejari Palangka Raya, Jumat (11/8/2023) lalu. Mereka ditugaskan untuk mengukur lahan pertanian setelah sebelumnya gagal.

“Kami menolak upaya pengukuran tanah oleh Kejaksaan Negeri Palangka Raya karena mencurigai itu bukan dalam rangka penegakan hukum, tetapi menduga ada rencana lain,” kata, Men Gumpul, di Palangka Raya, Minggu (13/8/2023).

Men Gumpul menceritakan, saat di lokasi petugas pertanahan dan jaksa Kejari Palangka Raya tidak bisa menunjukkan surat perintah atau surat tugas mereka. Kemudian dia mempertanyakan korelasi antara ukuran tanah dengan dugaan kasus korupsi yang sedang diselidiki.

Men Gumpul mencurigai, pengukuran itu berkaitan dengan perubahan status kawasan. Dia mengatakan area pertanian tersebut sudah dikeluarkan dari kawasan hutan dan bisa diterbitkan sertifikat.

“Kita curiga ada mafia tanah dalam institusi dan pengukuran itu dalam upaya pembuatan sertifikat,” tutur Men Gumpul.

 


Pengelolaan Lahan

Ketua Poktan Lewu Taheta, Daryana, menjelaskan lahan seluas 150 hektar di lokasi tersebut dikelola 74 kepala keluarga. Mereka memanfaatkan lahan dengan menanam buah naga dan beberapa komoditas lain sejak 2018.

Belakangan muncul sejumlah klaim dari kelompok lain atas lahan mereka. Menariknya, klaim tersebut datang setelah lahan tersebut dikelola, produktif dan memiliki akses jalan.

Selain adanya klaim, Daryana mengungkapkan ada oknum jaksa dari Kejari Palangka Raya yang memasang spanduk eksekusi lahan di lokasi pertanian warga. Anehnya kata dia, putusan yang dijadikan alasan merupakan putusan perkara pidana.

“Tidak ada hubungan antara kasus penggunaan surat palsu dengan lahan kami. Kami memang petani tapi janganlah dibodoh-bodohi,” tegas Daryana.

Lanjut Daryana, tidak berhenti disitu. Sekitar 30 petani dari kelompoknya kemudian dipanggil untuk diperiksa di Seksi Pidana Khusus Kejari Palangka Raya. Mereka dipanggil dengan alasan ada penyimpangan dalam penerbitan SPT.

Kepala Seksi Intel Kejari Palangka Raya Datman Kataren tidak membantah. Dia mengatakan, pihaknya sedang berupaya mengungkap kasus.

“Ada penyelidikan (pidana khusus). Materi penyeledikan tidak untuk diekspos, intinya gitu pak,” tulis Datman singkat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya